Bedah Dakwaan Kerugian Negara di Kasus Timah, Kerusakan Lingkungan Tanggung Jawab Siapa?

saranginews.com – Pakar hukum mineral dan lingkungan hidup Ahmad Redi menghadiri sidang korupsi sektor timah di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (24 Oktober).

Dalam kesempatan tersebut, Ahmad Redi dikonsultasikan oleh para ahli berdasarkan keahliannya mengenai situasi timah yang dioperasikan antara PT Timah dan penambang rakyat.

Baca Juga: Kasus Timah Harvey Moeis, Kasus Korupsi atau Penambangan Ilegal? Itulah yang dikatakan para ahli

Hakim terlebih dahulu menanyakan apakah timah tersebut bisa dikenali sebagai milik PT Timah saat masih berada di dalam tanah atau setelah ditambang dan dibeli oleh PT Timah.

Dasar pertanyaan tersebut muncul dari anggapan PT Timah membeli timah miliknya karena ditambang oleh perajin yang berasal dari wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah.

Baca juga: Rahayu Saraswati Akan Lapor ke Prabowo Jika Nasib Ipda Rudy Soik Tak Pasti di Polri

Menjawab pertanyaan tersebut, Ahmad Redi menjelaskan, timah yang digali para penambang bukan milik PT Timah.

“Dalam Pasal 92 UU Minerba mengatur tentang peralihan kepemilikan bijih logam, misalnya timah (kepemilikan) dari pembayaran royalti,” kata Ahmad Redi seperti dikutip saranginews.com, Selasa.

Baca Juga: Jaksa Menanggapi Permintaan Maaf Supriyan: Kenapa Bukan Kemarin!

Oleh karena itu, ditegaskan bahwa timah yang masih berupa isi atau sisa di dalam tanah bukan merupakan milik PT Timah, meskipun lokasinya berada dalam wilayah IUP PT Timah.

Ahmad Redi menjelaskan, untuk diakui sebagai milik PT Timah, timah tersebut harus ditambang dan tanah di areal tambang bukan milik tanah overlay, bukan milik salah satu pihak, dan harus sudah tidak bersih lagi. dan jelas.

“Setelah ada Surat Keputusan Menteri tahun 2015, IUP yang tidak tumpang tindih bisa diakui negara. Tidak boleh menambang jika tidak CnC (jelas dan tidak ambigu), jelasnya dalam sidang. Jelas) sesuai Pasal 135″.

Berdasarkan Peraturan ESDM Nomor 43 Tahun 2015, diatur bahwa suatu perusahaan dapat dinyatakan patuh terhadap dokumen CNC jika ada empat. Pertama, peraturan administrasi, kedua, peraturan keuangan, dan ketiga, peraturan lingkungan hidup dan lingkungan hidup. , “lanjutnya.

Persyaratan administratif yang mengacu pada persyaratan tersebut antara lain kelengkapan izin, termasuk izin eksplorasi.

“Pemegang IUP diatur dengan peraturan Kementerian ESDM jika memenuhi syarat berarti memiliki CNC,” kata Ahmad Redi.

Pernyataan ahli tersebut sesuai dengan fakta yang disampaikan pada persidangan sebelumnya dimana PT Timah mengembangkan model kemitraan dengan penambang, pengrajin dan pemilik tanah yang berada di wilayah IUP milik PT Timah Badan Hukum A dengan status CV.

Tujuannya untuk memastikan timah yang ditambang masyarakat di kawasan IUP PT Timah tidak diperdagangkan secara ilegal. Sebaliknya, pemilik tanah yang berada dalam kawasan IUP PT Timah tetap mempunyai hak ekonomi atas tanah yang ditempatinya.

Ahmad Redi mengatakan model kemitraan diperbolehkan asalkan diperbolehkan.

PT Timah juga diperbolehkan melakukan pembayaran kepada penambang buatan yang berada di bawah naungan badan hukum (CV) sebagai imbalan atas kegiatan penambangan yang mereka lakukan di wilayah IUP PT Timah.

Soal biaya penambangan, pemegang IUP diperbolehkan bekerja sama dengan pemegang IUP lain atau IUP OP, termasuk BUMN. Oleh karena itu, BUMN diperbolehkan bekerja sama dengan swasta asalkan memiliki izin,” ujarnya.

“Pemegang IUP secara hukum diperbolehkan untuk bekerjasama atau bermitra dengan pihak lain untuk melakukan kegiatan yang berhubungan dengan pertambangan,” jelasnya.

Ahmad Redi juga menjelaskan kemungkinan terjadinya kerusakan lingkungan merupakan tanggung jawab hukum pemegang IUP. 

Dalam konteks ini, tanggung jawab rehabilitasi wilayah pertambangan melalui rehabilitasi menjadi tanggung jawab PT Timah, pemegang IUP.

“Kewajiban melakukan restorasi menjadi tugas (pemegang) IUP,” pungkas Ahmad Redi.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *