saranginews.com, PALANGKARAYA – Kepolisian Daerah Kalimantan Tengah (Kalteng) mengusut kasus pidana terkait korupsi di Gedung Expo di Sampit, Kabupaten Kotawaringin Timur.
Badan Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Kalteng mengumumkan penangkapan tersangka berinisial ZL yang masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) atas kasus tindak pidana korupsi proyek pembangunan gedung Expo. . .
BACA JUGA: BKSDA Jaga Lutung Listrik di Sampit
Kabid Humas Polda Kalteng Kompol Erlan Munaji mengatakan, dalam kasus ini ada tiga orang tersangka, ZL, FZI dan LM selaku penyedia jasa atau kontraktor yang masih menjadi DPO.
“Sedang menyelesaikan pekerjaannya yang belum selesai namun sudah diserahterimakan, jabatan ZL adalah kepala dinas di wilayah Kotim dan pada hari Kamis akan diserahterimakan ke Kejaksaan Kotawaringin Timur,” ujarnya. siaran pers, Rabu (13/11).
BACA SEMUA: Pernyataan Polisi tentang Ambulans Dihadang Rombongan Jokowi Sampit
Sementara itu, Dirreskrimsus AKBP Rimsyahtono mengatakan kerugian berdasarkan analisis BPK RI dalam kasus tersebut adalah Rp. 3.535.288.499,99 atau sekitar Rp 3,5 miliar.
Ia mengatakan, cara yang dilakukan para tersangka adalah dengan melakukan pekerjaan yang tidak sesuai dengan ketentuan kontrak.
BACA JUGA: Jokowi Pantau Harga Pangan Langsung di Kota Sampit
“Termasuk ketidakpatuhan pekerjaan yang mengakibatkan kurang suara dan kegagalan dalam pekerjaan bangunan, serta tidak dilibatkannya CCO dalam pekerjaan ACP yang sangat keras sehingga tidak dapat diterima,” ujarnya. . .
Selanjutnya dilakukan penawaran pekerjaan pertama (PHO) pada 15 Februari 2021 seolah-olah proyek telah selesai dan dapat dibayarkan kepada klien PT Heral Eranio Jaya, padahal proyek tersebut baru selesai pada April 2022, lanjutnya.
Rimsyahtono mengatakan, ada beberapa pasal yang akan dikenakan terhadap tersangka, yakni Pasal 2 ayat (1) dan atau Pasal 3 serta Pasal 18 UU RI No. 31/1999 sebagaimana telah diubah dengan UU RI No. 20/2001 juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
“Atas ancaman hukumannya, pelaku diancam dengan pidana penjara paling lama 20 tahun dan/atau denda paling banyak Rp1 miliar,” ujarnya.
Sementara itu, Kadiv Humsa Polda Kalteng menambahkan, tindak pidana korupsi merupakan tindak pidana biasa sehingga perlu dilakukan tindakan yang drastis dan tepat.
Terungkapnya kasus ini menunjukkan bukti bahwa Polri hadir di tengah masyarakat dan mendukung program pemerintah dalam memberantas tindak pidana pencucian uang. Sebab hal ini bisa membahayakan khususnya bagi masyarakat Kalteng.
Seiring dengan berlanjutnya kasus ini, kami akan memberikan pembaruan lebih lanjut.
“Ini merupakan komitmen Polri untuk membuka informasi kepada masyarakat dengan memberikan informasi mengenai tindak pidana korupsi dan tindak pidana tersebut,” ujarnya. (cuy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAGI… Lapas Sampit penuh, 25 narapidana dipindahkan ke Palangka Raya