saranginews.com, JAKARTA – Said Abdullah, anggota Fraksi PDI Perjuangan DPRK memaparkan beberapa rencana strategis Wakil Presiden terpilih Prabowo Subianto – Gibran Rakabuming Raka.
Menurut Said, penurunan tingkat kemiskinan dan kesenjangan sosial merupakan agenda penting bagi setiap pemerintahan.
BACA JUGA: Demografi menyambut baik peluang, generasi muda menaruh harapan besar pada Prabowo-Gibran
Pada Sabtu, 19/10/2024, ia mengatakan: “Pengentasan kemiskinan dan kesenjangan sosial belum membaik dalam satu dekade terakhir.”
Ia mengatakan, angka kemiskinan mencapai 10,96 persen pada tahun 2014, jumlah penduduk miskin mencapai 9,03 persen pada Maret 2024, dan angka kemiskinan menurun sebesar 1,93 persen dalam 10 tahun.
BACA JUGA: Sangam Harap Prabowo melakukan pariwisata yang luas jelang pelantikan Presiden
“Selain itu, kita juga menghadapi penurunan kelas menengah sebesar 9 juta orang,” kata Said.
Pada tahun 2014, tingkat kesenjangan sosial (koefisien Gini) mencapai 0,414, dan pada bulan Maret 2024 berada pada level 0,379 atau mengalami penurunan sebesar 0,035.
BACA SEMUA: Prabowo akan mengumumkan rapat Kabinet pada Minggu malam
Menurut Saeed, Presiden Prabowo perlu mengatasi tingkat kemiskinan dan kesenjangan sosial secara bertahap dengan program kebijakan yang komprehensif mulai dari pendidikan, layanan kesehatan, bantuan sosial, sanitasi, perumahan hingga lapangan kerja.
Menurut Said, Presiden Prabowo harusnya lebih memperhatikan pengembangan sumber daya manusia, khususnya di bidang pendidikan.
Karena anggaran pendidikan yang diusulkan berjumlah 20 persen dari belanja pemerintah federal pada tahun 2003, atau 21 tahun yang lalu, mayoritas angkatan kerja kita berjumlah 149 juta orang, 54 persen di antaranya telah menyelesaikan sekolah menengah atas atau kurang.
Oleh karena itu, kita tidak bisa memilih premi penduduk untuk merangsang lompatan ekonomi suatu negara dari negara berpendapatan rendah menjadi negara berpendapatan tinggi, apalagi negara berpendapatan tinggi.
Saeed memperkirakan dalam 10 tahun terakhir kita belum bisa lepas dari ketergantungan impor pangan dan energi.
Padahal keduanya merupakan faktor penting bagi stabilitas dan kemandirian negara dan negara.
Pada tahun 2014-2023, defisit perdagangan internasional di bidang pertanian sangat besar.
Ekspor sektor pertanian mencapai 61,4 miliar dollar AS, sedangkan impor kita mencapai 98,46 miliar dollar AS. Kerugiannya mencapai 37,4 miliar dolar AS. Dengan tarif Rp. 15.400 Nilai produk pertanian mencapai 569,8 triliun.
Antara tahun 2014 dan 2023, impor minyak dan gas mencapai USD 278,5 miliar dengan nilai tukar. 15.400/US$, maka dalam 9 tahun terakhir harga impor migas mencapai Rp. 4.288,9 miliar
Menurut Said, penyelesaian permasalahan tersebut tidaklah mudah. Ia harus mendamaikan berbagai kepentingan kebijakan ekonomi nasional dan internasional.
“Ini yang akan menjadi persoalan Presiden Prabowo ke depan. Kami mengapresiasi kerja Bapak Presiden Prabowo,” ujarnya.