saranginews.com, Jakarta – Managing Partner Marketer dan Inventure, Yuswohady, menilai pembahasan kebijakan keseragaman kemasan rokok tak bermerek akan menghilangkan diferensiasi yang selama ini dilakukan produsen industri tembakau.
Diferensiasi yang diciptakan melalui merek, merek dagang, dan penanda visual lainnya adalah bagian dari investasi yang telah dilakukan produsen selama beberapa dekade hingga berabad-abad untuk membangun kekuatan dan reputasi merek, katanya.
Baca juga: Soal Kemasan Rokok Biasa, Pemerintah Terlihat Kesulitan Memantau dan Mengidentifikasi Produknya
“Tujuan suatu merek adalah diferensiasi. Tanpa merek, konsumen akan sulit membedakan kualitas suatu produk dengan produk lainnya,” kata Yuswarhadi.
Bagi konsumen, hilangnya logo merek pada kemasan rokok mengurangi hak mereka atas informasi yang jelas mengenai kualitas dan reputasi produk.
Baca juga: NIPPON PAINT meluncurkan rangkaian Spotless Plus untuk rumah yang lebih sehat
Tanpa adanya branding pada kemasan, konsumen tidak akan bisa mengetahui merek mana yang terbukti memberikan kualitas tinggi dan mana produk palsu atau ilegal.
“Kebijakan ini berpotensi menimbulkan kebingungan konsumen di pasar. Produk yang murah dan berisiko tinggi mungkin lebih dapat diterima karena tidak ada diferensiasi yang jelas,” ujarnya.
Baca juga: SIG Ajak Sinergi Dukung Pembangunan Infrastruktur dan Perumahan dengan Semen Ramah Lingkungan
Terlebih lagi, dari sudut pandang produsen, kebijakan ini dapat menimbulkan kerugian finansial. Investasi yang dilakukan untuk membangun merek dan reputasi bisa hilang dalam sekejap.
Yuswohady menekankan, kekuatan sebuah merek seringkali terletak pada nilai tambah yang dimilikinya.
“Ketika identitas merek dihilangkan, nilainya pun hilang,” jelasnya.
Ia menekankan, dampak dari kemasan rokok yang seragam tanpa pengenalan merek juga dapat berdampak pada sektor perekonomian, terutama bagi pedagang kecil yang bergantung pada penjualan rokok.
Dari sisi ekonomi, kebijakan pengemasan rokok yang seragam tanpa branding dapat menyebabkan munculnya merek-merek palsu atau murah dengan kualitas yang tidak terkendali.
Vendor yang biasanya menjual merek rokok terkenal mungkin akan mengalami penurunan penjualan karena konsumen mungkin lebih memilih produk yang lebih murah dan tidak bermerek yang beredar di pasar gelap.
Menghadapi situasi tersebut, Yuswarhadi menyarankan agar pemerintah dapat mempertimbangkan kembali kebijakan yang akan diambil dan mendalami lebih dalam dampak apa yang akan ditimbulkan.
Ia menilai, implikasi ekonomi dan sosial dari rencana penyatuan bungkus rokok tak berlabel juga harus diperhatikan.
“Pengaturan ini harus seimbang agar tidak merugikan kepentingan banyak pihak,” ujarnya.