saranginews.com, Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil petinggi PT Logam Mulia Cemerlang yakni Direktur Mannix Suwandi Jawoten dan Komisaris Shinta Endra pada Kamis (24/10).
Dia diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi terkait proyek pembangunan jalan di Kalimantan Timur.
Baca Juga: Tak Hanya Menteri dan Wakil Menteri, Rafi Ahmed Cs Juga Harus Melaporkan Harta Kekayaannya ke Komisi Pemberantasan Korupsi
Selain dua pihak tersebut, KPK juga memanggil pihak swasta Jemi Zul Akbar dan guru besar teknik sipil Universitas Hasanuddin (Unhas) Menara Sakti Aji Adisasmita (Sakti Adji Adisasmita).
Juru Bicara KPK Tessa mengatakan, pemeriksaan dilakukan di Kantor BPKP Sulawesi Selatan (Jl. Bumi Tamalanrea Permai No. 3, Tamalanrea, Kecamatan Tamalanrea, Kota Makassar, Sulawesi Selatan) atas nama MSJ, SE, JZA dan SAA. Mahathirka mengatakan dalam pernyataannya:
Baca juga: KPK Periksa Fatahillah Ramli Saat Mahkamah Agung Selidiki Kasus Mafia Hukum
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Rahmat Fadjar, Kepala Satuan Kerja Balai Besar Penyelenggaraan Jalan Raya Nasional (BBPJN) Tipe B Kalimantan Timur (Kaltim), sebagai tersangka kasus dugaan suap proyek pengadaan jalan. Wilayah Kalimantan Timur.
Selain Rahmat, KPK menetapkan empat tersangka lainnya. Keempat oknum tersebut adalah: Riado Sinaga yang menjabat sebagai Pejabat Pengambil Keputusan (PPK) Zona Penyelenggaraan Jalan Nasional Jalan Raya Nasional 1 Kalimantan Timur; Abdul Nanang Ramis yang menjabat sebagai pemilik PT Fajar Pasir Lestari; Nono Mulyatno, karyawan PT Fajar Pasir Lestari, menjabat sebagai Direktur CV Bajasari.
Baca juga: KPK Usut Kasus Korupsi e-KTP Panggil General Manager PT Quadra Solution Anang Sugiana
Rahmat dan Riado diduga menerima suap total Rp1,4 miliar dari Nanang, Hendra, dan Nono.
Suap tersebut diberikan kepada perusahaan Nanang, Hendra, dan Nono untuk mengamankan proyek pembebasan jalan raya nasional Wilayah I di Provinsi Kalimantan Timur. Di antaranya perbaikan simpang Batu-Laburan senilai Rp49,7 miliar dan preservasi jalan Shell-Lolo-Kuaro senilai Rp1,1 miliar.
Perbuatan Nono, Nanang, dan Hendri disangka melanggar Pasal 5 ayat (1) a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dimasukkan ke dalam Pasal 55(1)1 KUHP.
Rahmat dan Riado juga diduga melanggar Pasal 12a atau b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi atau Pasal 11 Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. UU Nomor 31) mengacu pada Pasal 55(1)(1) KUHP. (Tan/jpnn) Jangan lewatkan video terbaru :
Baca artikel lainnya… Dewan Pengawas Gerindra gandeng polisi, kejaksaan, dan Komisi Pemberantasan Korupsi