Electricity Connect 2024: Harapan Generasi Muda untuk Kemajuan Kendaraan Listrik Indonesia

saranginews.com, JAKARTA – Mobil listrik kini menjadi salah satu alat transportasi yang populer di kalangan masyarakat Jakarta.

Oleh karena itu, Ketua Sambung Listrik 2024 Arsyadani G. Akmalaputri berharap CoArsya Listrik 2024 dapat menjadi katalis untuk menarik minat generasi muda terhadap inovasi teknologi ramah lingkungan, termasuk mobil listrik, yang akan menarik perhatian generasi ini.

Baca juga: Renault Bikin Mobil Listrik Hidrogen, Ini Pernyataannya

“Melalui acara ini, kami ingin membuka ruang bagi generasi muda untuk berpartisipasi dalam pengembangan solusi ramah lingkungan, khususnya dalam hal kendaraan listrik,” kata Arsya.

Melalui tema “More than power, powering the future”, Arsya ingin menciptakan wadah untuk berbagi solusi terkait permasalahan besar dalam transisi energi, khususnya dengan pendekatan yang mendukung seluruh lapisan masyarakat, mulai dari ilmuwan, wirausaha, dan mahasiswa.

Baca juga: Uji Kestabilan Mobil Listrik Chery J6 di Jalan Mati, Tak Ada Masalah

Berlangsung pada 20-22 November 2024, acara tersebut mengajak generasi muda untuk menjadi bagian penting dalam perdebatan transportasi energi berkelanjutan, termasuk penggunaan kendaraan listrik sebagai solusi transportasi ramah lingkungan.

Sechan Naufali, mahasiswa Universitas Indraprastha (UNINDRA) dan pengguna mobil listrik, berbagi pandangannya mengenai mobil listrik di Indonesia.

BACA JUGA: Inilah Alasan Chery Indonesia Mengganti Nama Electric iCar 03 Menjadi J6, Pokoknya

“Saya setuju dengan mobil listrik karena mengurangi penggunaan bahan bakar fosil dan lebih ramah lingkungan. “Namun di negara berkembang seperti Indonesia, terdapat tantangan, terutama karena sumber listrik utama kita masih bergantung pada energi fosil,” kata Sechan.

Ia juga menekankan pentingnya infrastruktur pengisian daya yang adil di seluruh Indonesia agar transisi ke kendaraan listrik menjadi efektif.

“Harus ada lebih banyak stasiun pengisian daya untuk memudahkan pengguna.”

Sutomo, mahasiswa Universitas Terbuka, juga mengomentari kendala yang dihadapi Indonesia dalam transisi ke kendaraan listrik.

Setiap langkah menuju keberlanjutan mempunyai kelemahannya masing-masing. Misalnya dalam konteks mobil listrik, kita harus menambang nikel untuk menghasilkan baterai, yang tentunya berdampak pada lingkungan. “Kalaupun kita punya pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) atau tenaga surya (PLTS), ketergantungan kita terhadap batu bara masih sangat tinggi,” kata Sutomo.

Ia juga menyoroti masalah pengelolaan limbah baterai. “Baterai mobil listrik harus diganti setiap lima tahun. “Meski terdengar sederhana, namun perlu mempertimbangkan tempat pembuangan limbah baterai, karena pengelolaan limbah baterai yang ada saat ini belum optimal.”

Saat ditanya apakah Indonesia siap beralih ke mobil listrik, Sutomo mengatakan persiapannya masih dalam tahap awal.

“Ini sudah dimulai, tapi belum berakhir. Stasiun pengisian mobil listrik (SPKLU) pun tidak merata di Jaboditabek, padahal sebagian besar pemilik mobil listrik ada di wilayah ini. Idealnya SPKLU lebih seperti SPBU agar Indonesia benar-benar siap bertransisi ke EV, ujarnya.

Arsya mengapresiasi pandangan kritis generasi muda seperti Sechan dan Sutomo serta berharap Electricity Connect 2024 dapat menjadi ajang diskusi dan kolaborasi lebih lanjut.

“Kami ingin menginspirasi lebih banyak generasi muda untuk berpartisipasi dalam transisi energi berkelanjutan. Dengan cara ini kita dapat melakukan perubahan positif terhadap lingkungan,” kata Arsya (flo/jpnn).

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *