Eks Dirjen Perkeretaapian Diburu Selama 3 Pekan Sebelum Diciduk Kejagung

saranginews.com JAKARTA – Penyidik ​​Kejaksaan Agung (Kejagung) sudah hampir tiga pekan mencari Prasetio Boedityahjono (PB), mantan Dirjen Perkeretaapian Kementerian Perhubungan, sebelum akhirnya ditangkap pada Minggu.

“Untuk informasi Anda, kami telah menempatkan orang yang terlibat di bawah pengawasan. “Sudah hampir tiga minggu kami mencarinya,” kata Direktur Penyidikan Wakil Jaksa Agung Tindak Pidana Khusus (Jampdisus) Abdul Kohar kepada Kejaksaan Agung Jakarta, Minggu.

BACA JUGA: Polisi tangkap buronan asal Bima, NTB

Penggeledahan dilakukan setelah beberapa kali Prasetyo tidak hadir di hadapan penyidik.

Dia mengatakan Prasetyo ditangkap di Hotel Kabupaten Sumedang pada Minggu pukul 12.55 WIB oleh tim intelijen Kejaksaan Agung RI bersama penyidik ​​Jampidsus.

BACA JUGA: Kasus Korupsi Proyek APD Covid-19, KPK Jebloskan Pengusaha Ini ke Sel Tahanan Praperadilan

Yang bersangkutan bersama keluarganya. Setelah itu tim intelijen bersama penyidik ​​langsung menuju tempat terkait dan langsung ditangkap, ujarnya.

Dia juga menegaskan, penangkapan yang dilakukan Kejaksaan Agung hanya menyangkut aparat penegak hukum.

BACA JUGA: Sistem peradilan Indonesia sedang tidak dalam kondisi baik, Kentucky meminta hakim dan jaksa tetap jujur

“Oleh karena itu, penangkapan ini bukan sesuatu yang di luar dugaan. Kami ingin menghormati hukum, menghormati keadilan. Siapa pun yang terlibat, yang melakukan tindak pidana korupsi, kalau cukup bukti pasti akan kami periksa,” ujarnya.

Sementara itu, Prasetyo yang menjabat Direktur Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan pada 2016-2017 ditetapkan sebagai tersangka atas keterlibatannya dalam kasus dugaan korupsi proyek kereta api Besitang-Langsa (KA). Balai Besar Teknik Perkeretaapian Medan Tahun 2017-2023.

Prasetyo diduga mendalangi proses pembangunan jalur kereta api Besitang-Langsa yang menghubungkan Provinsi Sumatera Utara dan Provinsi Aceh dengan anggaran Rp 1,3 triliun yang berasal dari Surat Berharga Syariah Negara (SBSN).

Dalam pembangunan tersebut, tersangka Prasetyo menginstruksikan terdakwa Noor Setiawan Sidik (NSS) selaku pengguna anggaran (BUS) untuk membagi pekerjaan konstruksi menjadi 11 paket dan meminta NSS memenangkan delapan perusahaan melalui pengadaan atau lelang.

Selanjutnya atas permintaan KPA, Ketua Satgas Pengadaan Barang dan Jasa yaitu tergugat Rijeka Meidi Juvana (RMY) melakukan lelang konstruksi tanpa menyerahkan dokumen teknis pengadaan yang telah disetujui oleh petugas teknis dan tata caranya. penilaian kualifikasi pengadaan bertentangan dengan peraturan pengadaan barang dan jasa.

“Dalam pelaksanaannya diketahui bahwa sebelum pembangunan jalur kereta api Besitang-Langsa, belum ada studi kelayakan, tidak ada dokumen alinyemen perkeretaapian yang disiapkan oleh Kementerian Perhubungan, serta KPA pengelola proyek (PPK) dan pengawasannya. Konsultan sengaja mengubah jalur pembangunan kereta api yang “tidak sesuai dengan desain dan dokumentasi jalan, sehingga jalur kereta api tersebut mengalami amblesan atau penurunan permukaan tanah dan tidak dapat digunakan,” kata Kohar.

Atas pelaksanaan pembangunan tersebut, lanjutnya, terdakwa Prasetyo Ahmad Afif Setiawan (AAS) mendapat biaya sebesar Rp1,2 miliar dari PPK dan Rp1,4 miliar dari PT WTJ.

Terkait dugaan aliran dana sebesar Rp 2,6 miliar, Kohar mengatakan penyidik ​​masih melakukan penyelidikan mendalam.

“Itu baru ditangkap tadi. Kami sedang menyelidiki hal ini. Sabar ya. “Yang pasti kita akan tanyakan kepada yang bersangkutan, kapan dapatnya, dapatnya dari mana, dari siapa, uangnya berapa, berapa dan dipakai untuk apa, pasti kita tanyakan,” ujarnya. (antara/jpnn)

BACA ARTIKEL LAGI… Jaksa Agung usut keterlibatan swasta dalam kasus korupsi impor gula yang melibatkan Tom Lembong

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *