saranginews.com, Jakarta – Muladi, anggota RDP RI Daerah Pemilihan Sumbar 2 menanggapi perselisihan antara Survei Opini Publik Indonesia (Percipi) dan Poltracing Indonesia.
Muladi mengatakan ada kesalahan yang dilakukan pada tahun 2020, ketika ia mencalonkan diri sebagai gubernur dan menggunakan jasa poltracking sebagai lembaga pemungutan suara dan pemenangan.
Baca Juga: Dewan Kehormatan Percipi Anggap Ada Ketidakjujuran pada Politik dan Survei LSI
“Ada masalah yang serius, jadi saya melihat kerugian materiil dan nonmateriil yang besar menurut standar saya. Namun, perdamaian telah disepakati.”
Muladi mengaku sempat mengadu ke Poltracking soal jajarannya yang masih tergolong muda dan belum memiliki senior.
Baca Juga: Akademisi Meragukan Independensi Dewan Kehormatan Percipi
Bahkan Masduri Amrawi (Direktur Poltracing Indonesia) menyarankan saya untuk menggantikan saya dengan orang yang lebih tua dan lebih profesional sebagai ketua survei saat itu, dan Hanta Yoda setuju untuk tidak menggunakan yang baru di kemudian hari, jadi saya pun Saya kaget karena penanggung jawab survei tetap Masduri yang jelas-jelas punya masalah sebelumnya.
Muladi mengaku kecewa karena poltracking di Indonesia lebih menggunakan pendekatan politik dibandingkan pendekatan saintifik.
“Sangat disayangkan pola yang diambil Poltryking adalah meninggalkan Percepi terlebih dahulu, kemudian mengajukan keberatan dari luar negeri.” Contoh seperti itu adalah contoh teori-teori unggulan, tidak ilmiah, tidak cocok untuk lembaga ilmiah, jelasnya.
Moladi pun mendukung tindakan yang dilakukan Persepi.
Sebab, data yang digunakan lembaga pemungutan suara mempunyai dampak yang sangat besar.
Dengan adanya kejadian di Jakarta ini, ke depan lembaga pemungutan suara tidak boleh lagi melakukan manipulasi data, karena dampaknya terhadap masyarakat sangat serius, ujarnya.
“Saya minta Percipi tetap memanggil Poltracking meski saya keluar dari Percipi, karena Poltracking menolak secara sepihak,” imbuhnya.
Kontroversi muncul saat Persipi melakukan investigasi terhadap selisih hasil pemilu di Provinsi Jakarta, antara Poltrikung Indonesia dan Lembaga Survei Indonesia (LSI).
Saat itu, Poltracking Indonesia menyebut hasil survei Rizwan Kamil Sosono menunjukkan kemampuannya untuk menjadi nomor satu. Sementara itu, LSI menyebut bakat Pramono Inang-Rano Carno mendominasi Pilgub Jakarta.
Karena kejanggalan tersebut, Persepi melakukan penyelidikan dan melarang Poltracking karena menggunakan data yang tidak sesuai dalam penyelidikan (mcr10/jpnn).