saranginews.com, JAKARTA – Karya seniman asal Yogyakarta Faida Rachma yang mendapat penghormatan bersama Komunitas Riwanua Makassar, Sulawesi Selatan, pada Biennale Batavia 2024.
Sebagai salah satu seniman dalam program residensi Baku Konek 2024, Faida berupaya mengekspresikan dan menghadirkan cahaya yang kuat melalui karyanya, Archives of Ephemeral Non-Linear Space.
JUGA: Tepung-Pa-Tepung Karya Seniman Kaya Majalengka dalam Presentasi Konsep di Batavia Biennale 2024
Program residensi Baku Konek sendiri merupakan inisiatif Ruangrupa dan Direktorat Pembangunan Masyarakat dan Lembaga Kebudayaan (PTLK) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan melalui Pengelolaan Bakat Nasional (MTN) bidang teknologi dan kebudayaan.
BACA JUGA: 18 Karya Seniman Residen Baku Konek Ikuti Pameran Batavia Biennale 2024
Peserta akan bekerja sama dengan komunitas dan kelompok seni di berbagai daerah di Indonesia.
Archives of Ephemeral Non-Linear Space karya Faida Rachma merupakan eksplorasi mendalam tentang konsep perjalanan dan transformasi ruang.
Juga: Batavia Biennale Angkat Tema Cras, Libatkan Seniman dari 20 Negara
Peristiwa di rumah Riwanua yang dulunya merupakan rumah dosen Universitas Hasanuddin Makassar membuka diskusi tentang bagaimana ruang tersebut perlahan berubah menyesuaikan dengan kebutuhan masyarakat.
Terlebih lagi, bagaimana perubahan ini mencerminkan cara kita beradaptasi dan berbagi ruang dalam kehidupan modern.
Karya ini mengangkat tema kepemilikan dan hak pengguna yang sering kali hanya menghasilkan hubungan “sementara” tanpa ada perpindahan ke alam semesta.
Melalui karyanya, Faida ingin menunjukkan bagaimana tempat-tempat yang mengalami perubahan secara fisik, baik struktur maupun fungsinya, tetap menyimpan cerita dan pengalaman penting.
Proyek ini terdiri dari empat proyek utama yang masing-masing telah diubah dan disesuaikan di rumah Riwanua;
1. Hasil dari berbagai aktivitas yang dilakukan di rumah.
2. Konstruksi temporal menggunakan huruf yang benar yang menunjukkan ketidakpastian kepemilikan.
3. Contoh yang menunjukkan bagaimana rumah didesain sesuai kebutuhan penghuninya.
4. Denah rumah yang menunjukkan denah rumah yang akan dipersiapkan oleh anggota komunitas Riwanua.
Melalui karyanya ini, Faida merefleksikan bagaimana rumah dan tempat tinggal tidak hanya sekedar tempat fisik, namun juga bagian dari identitas dan perkembangan kehidupan.
Faida mengatakan, proyek ini lahir dari pengalaman tinggal di Riwanua, sebuah tempat yang memberikan keyakinan bagaimana ruang kehidupan manusia saling terhubung satu sama lain.
“Saya sangat senang bisa menjadi bagian dari Baku Konek, dan lebih dari itu karya saya bisa dipamerkan di Batavia Biennale 2024 yang merayakan lima tahun perjalanan menakjubkannya,” kata Faida gembira.
Selain Faida Rachma, ada banyak seniman Baku Konek yang hadir di Batavia Biennale, seperti Nani Nurhayati dengan karyanya Tepung-Pa-Tepung, Nabila Tabita dengan karyanya Exchange Stories, Widi Asari yang mengibaratkan desain tekstil dengan header memori. pakaian ibu.
Lalu ada Zuraisa yang mengungkap sisa-sisa DI-II tahun 1962 dengan judul karya Wild, Alive, dll.
Seniman Wanita di Baku Konek: Menemukan Seni dari Perspektif ‘Nurture’
Dalam rangka memperingati 50 tahun Batavia Biennale 2024, beberapa program residensi perempuan asal Baku Konek tampil dengan karya-karya yang mengusung ide-ide unik, berdasarkan pengalaman mereka dan hal-hal yang berkaitan dengan menyikapi lingkungan dan budaya setempat.
Program Baku Konek sendiri terdiri dari tujuh seniman perempuan yang diikuti secara individu, tak hanya membawakan karya-karya jernih, namun juga mendalam dalam penciptaan cerita dan kenangan.
Karya-karya para seniman perempuan di kediaman Baku Konek ini berbeda-beda temanya, namun bila dianalisis tetap mempertahankan visi – atau sikap peduli.
Setiap karyanya menggambarkan upaya melindungi, merawat, dan mengingatkan manusia akan hubungannya dengan lingkungan, alam, dan sesamanya.
Dalam perspektif ini, para seniman perempuan ini menunjukkan kepedulian yang mendalam terhadap memori, kehidupan budaya, dan nilai-nilai sosial yang telah lama tertanam di masyarakat.
Faida Rachma, salah satu dari sedikit seniman perempuan yang berani tidak disebutkan namanya, menampilkan proyek non-linier bernama Arsip Ruang Nonlinier.
Karya ini mengeksplorasi konsep ruang yang terus berubah seiring berjalannya waktu dan kebutuhan penghuninya.
Di Riwanua House, Faida mendokumentasikan perubahan tersebut dalam empat karya yang mengingatkan kita akan pentingnya keberlanjutan dan kenangan yang muncul dari kehidupan.
Selain itu, karyanya menunjukkan bagaimana rumah bukan hanya sebuah ruang, namun bagian dari identitas dan tempat hidup.
Ruang Terpadu untuk Bekerja
Dalam pemaparannya, tim Baku Konek menegaskan bahwa program inklusif ini dirancang menjadi ruang terbuka bagi segala jenis pekerjaan.
“Program ini memberikan kesempatan kepada setiap orang untuk menghadirkan visi tanpa batas, dalam lingkungan yang melibatkan keberagaman dan keberagaman pendapat,” ujar Program Manager Baku Konek, Ajeng Nurul Aini.
Bagi National Talent Management (MTN) yang juga memfasilitasi proyek ini, tujuan Baku Konek adalah menciptakan ruang yang tidak hanya adil, tetapi juga relevan dan efektif bagi masyarakat, di mana teknologi dapat menjadi sarana dialog dan sosial.
Baku Konek membuka kesempatan yang sama bagi setiap seniman untuk berkarya secara erat dan kolaboratif. Harapannya, teknologi dari program ini dapat memberikan dampak bagi masyarakat, baik dalam pelestarian budaya maupun kepedulian terhadap lingkungan.
Program Baku Konek memberikan kesempatan kepada seniman untuk mengadakan residensi di berbagai negara di Indonesia sehingga membuka ruang dialog antar budaya dan lingkungan.
Dalam rangka memperingati 50 tahun Batavia Biennale, karya-karya ini mencerminkan kompleksitas keragaman budaya Indonesia, dan tantangan lingkungan yang dihadapi masyarakat di seluruh pulau. (mar1/jpnn)