saranginews.com, JAKARTA – Anggota Fraksi Golkar Komisi IX DPR RI Dewi Asmara menyoroti aturan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor. 28 Tahun 2024 yang mengatur tentang produk tembakau dan rokok elektronik sehingga menimbulkan perselisihan bisnis dan menimbulkan kontroversi. manusia, buruh, petani, hingga masyarakat.
Menurut Dewi, aturan ini memperhatikan aspek ketenagakerjaan dan wajib pajak terkait produk tembakau dan rokok elektrik.
BACA JUGA: PP Kesehatan merugikan dunia usaha, APINDO temui Menteri Kesehatan
Pajak rokok dimasukkan dalam anggaran kesehatan dalam persentase tertentu. Malah tidak diperhitungkan. Ironis sekali, kata Dewi dalam rapat kerja Komisi IX DPR RI.
Menurut Devı, fakta tersebut memperkuat keyakinan bahwa peraturan yang dikeluarkan sebenarnya dilaksanakan secara mandiri tanpa mempertimbangkan pengaruh pihak yang berbeda.
BACA JUGA: Rayakan Hari Konsumen Nasional, Pegadaian Tawarkan Promo Spesial
Padahal, sejak awal, semangat dan prinsip pembentukan kebijakan harus menekankan bahwa pengelolaan yang ketat harus didasarkan pada perspektif yang berbeda dari kelompok dan departemen yang berbeda.
Dewi mengaku belum melihat bagaimana pemerintah akan menerapkan sistem pengawasan terkait peraturan yang dirilis tersebut.
BACA LEBIH LANJUT: Dengan Produk Ramah Lingkungan, SIG Ciptakan Peluang Peningkatan Kinerja Berkelanjutan
Pasalnya, jika hal ini tidak dilakukan, Dewi melihat besarnya risiko penyalahgunaan, seperti maraknya rokok ilegal yang sangat merugikan.
“Ketika masyarakat memulai perdagangan rokok ilegal, risikonya lebih besar. Kita tidak bisa melihat dari satu sisi saja. Pemerintah harus memikirkan aspek-aspek lain agar masalah yang lebih besar tidak terjadi di kemudian hari.”
Melihat situasi tersebut, Dewi mengimbau pemerintah lebih berhati-hati dalam penyusunan dan pelaksanaan peraturan, serta memastikan seluruh pemangku kepentingan berpartisipasi dalam proses pengambilan kebijakan untuk mencapai keseimbangan antara kesehatan masyarakat dan menopang perekonomian daerah.
Polemik ini karena masyarakat, pengusaha, petani, dan buruh tidak ikut serta dalam pembahasan PP 28. Aturan ini terkesan dibuat terburu-buru, ujarnya.