saranginews.com, JAKARTA – Mantan Wakapolri Komjen (Purn) Oegroseno menilai wajar jika masyarakat menilai ada motif lain di balik penetapan mantan Menteri Perdagangan Tomas Trikasih Lembong, termasuk Febrie Adriansyah dari Jampidsu. Tom Lembong sebagai tersangka.
Oegroseno menilai unsur pidana dalam kasus korupsi Tom Lembong di Kejaksaan Agung (Kejagunga) lemah.
BACA JUGA: Kerja Sama dengan PPATK, Kejaksaan Agung Selidiki Transaksi Properti Mantan Pejabat MA Zarof Rikar
“Sekarang modelnya, misalnya kalau ada yang dicurigai. Kenapa harus diberikan saksi dulu lalu dimintai keterangan? Artinya menunggu pengakuan. Padahal pengakuan di Pasal 184 tidak diatur dalam ayat 1 KUHP. KUHAP, karena salah satu alat buktinya bukan keterangan tersangka. “Saksi adalah orang yang melihat, mendengar, mengalami. Saksi yang menulis surat itu,” kata Oegroseno saat dihubungi, Senin (4/11).
Oegroseno menduga Tom Lembong akhirnya akan disidangkan setelah mendengar keterangan seluruh saksi dan melengkapi berkas perkara.
BACA JUGA: Zarof Rikar tak hanya diperiksa Kejaksaan, tapi juga tim MA.
– Misalnya, akan sangat aneh jika menuntut seseorang yang dianggap tersangka juga memberikan keterangan dan mengisi dokumen sebagai saksi, kata Egroseno.
Ia juga memandang Kejagung sebagai lembaga intelijen yang harus bisa bertindak jika gula impor ilegal masuk ke Indonesia atau ada tanda-tanda korupsi. Sebab, struktur hukum yang dibangun Kejaksaan Agung tidak ada koordinasi antar lembaga.
BACA JUGA: Ibu Ronald Tanur yang Diperiksa Kejaksaan Agung Jadi Tersangka?
“Kalau gulanya masuk, langsung ditangkap begitu masuk pelabuhan. Jangan tunggu bertahun-tahun baru dicek,” kata Oegroseno.
Oegroseno juga menilai Kejagung curiga jika menyimpulkan ada kerugian negara jika membeli gula melalui impor. Sebab, pengadaannya tidak menggunakan APBN atau APBD.
“400 miliar itu uang rakyat lho, bukan uang negara. Dan bukti aliran uangnya juga diragukan. Sekarang yang melapor harusnya punya 400 miliar. Siapa yang punya 400 miliar?” kata Oegroseno.
Pensiunan jenderal bintang tiga ini juga mengatakan, fenomena politik menjadikan hukum sebagai alat yang sangat ampuh. Lawan politik dikriminalisasi agar tidak melawan. Di sisi lain, dia juga meyakinkan ada pihak yang ingin mencari muka untuk mendapatkan posisi negosiasi posisi Jaksa Agung di rezim baru ini.
“Ada kemungkinan ini persaingan ketat, persaingan ketat siapa yang akan menjadi Jaksa Agung. Salah satu caranya adalah dengan berpura-pura sukses. Ada prestasi di sini, oke, tapi itu bukan cara yang sehat. Tidak profesional, ” katanya…
Ia mengatakan, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Febry Adriansy dan Jem lainnya harus menjunjung tinggi harkat dan martabat Jaksa Agung sebagai seorang pemimpin.
“Jampids, apapun itu Jam, Jaksa Agung harusnya dianggap institusi. Jangan dianggap perorangan. Tidak sehat bersaing seperti itu. Wah, kita ingin suksesi Kapolri, suksesi pengacara , apapun bentuknya untuk sukses” Terus mencari prestasi itu tidak baik, itu tidak sehat,” jelas Egroseno (tan/jpnn) Simak!
BACA LEBIH LANJUT… Mantan GM Kereta Api diburu selama 3 minggu sebelum ditangkap Kejaksaan Agung