Invasi Rusia Makin Brutal, Pengamat Soroti Penderitaan Warga Sipil Ukraina

saranginews.com, JAKARTA – Invasi Rusia ke Ukraina terus memberikan dampak kemanusiaan yang besar, dengan meningkatnya laporan pelanggaran hak asasi manusia.

Berdasarkan data Kantor Ombudsman Ukraina, lebih dari 25.000 warga Ukraina telah menjadi korban penahanan sewenang-wenang oleh Rusia.

UPDATE: Temui Duta Besar Rusia, Sultan bahas kerja sama strategis mulai dari pertahanan hingga pertanian

Jumlah ini terus bertambah seiring dengan situasi yang mengkhawatirkan terkait dengan penghilangan paksa dan penahanan tanpa proses hukum.

Masalah ini menjadi fokus konferensi tingkat menteri mengenai sejauh mana bantuan untuk 10 poin rencana perdamaian Ukraina yang diadakan pada tanggal 30-31 Oktober.

UPDATE: Kunjungan kerja Megawati ke Rusia dan Uzbekistan mempererat hubungan antar negara

Pemerintahan baru Presiden Prabowo Subianto kini diharapkan mampu mengambil kebijakan yang mencerminkan kontribusi Indonesia dalam merespons krisis kemanusiaan ini.

Dengan berpartisipasi dalam upaya perdamaian yang dipimpin Ukraina, seperti konferensi tingkat menteri, pemerintah Indonesia yang dipimpin oleh Prabowo dapat membantu menyelesaikan masalah-masalah penting, seperti kembalinya anak-anak Ukraina yang dibawa secara paksa ke Rusia dan mediasi pertukaran tahanan.

BACA JUGA: Beri Pidato Publik di Rusia, Bu Mega Beberkan Pandangan Pancasila & Bung Karno terhadap Dunia

Langkah tersebut dinilai dapat memperkuat citra kemanusiaan Indonesia di kancah internasional dan menegaskan peran positifnya dalam perjuangan hak asasi manusia di Ukraina.

Natalia Yashchuk, Manajer Program Senior di Pusat Kebebasan Sipil yang berbasis di Kyiv, juga menekankan perlunya tindakan tegas untuk mengatasi pelanggaran hak asasi manusia di Ukraina.

Natalia meminta dukungan dunia internasional, termasuk Indonesia, untuk menghentikan kekerasan yang sedang berlangsung.

“Kami telah mendengar cerita sedih dari para tahanan dan puluhan kamar penyiksaan serta kuburan massal yang ditemukan setelah pembebasan wilayah pendudukan. Oleh karena itu, dukungan internasional harus ditingkatkan agar pelanggaran hukum ini segera berakhir, kata Natalia.

Natalia menceritakan kisah seorang dokter bernama Olena Yuzvak yang diculik oleh pasukan Rusia dan keluarganya. Suami Olena tertembak di kaki, sedangkan Olena diinterogasi dengan tas di kepala sebelum dibebaskan keesokan harinya.

Namun suami dan anak-anaknya masih dipenjara di Rusia. Meski suaminya akhirnya dibebaskan setelah sebulan, putra Olena masih ditahan di Rusia.

Pengamat konflik di kawasan Eropa Timur sekaligus dosen hubungan internasional Universitas Airlangga (Unair) Radityo Dharmaputra mengungkapkan keprihatinannya atas penangkapan warga Ukraina oleh Rusia.

Radityo menyebut tindakan tersebut merupakan pelanggaran berat terhadap hak asasi manusia dan hukum humaniter internasional.

Tindakan Federasi Rusia yang menangkap warga negara secara ilegal merupakan pelanggaran hukum serius yang mengabaikan prinsip-prinsip dasar hukum internasional yang harus dihormati oleh setiap negara, kata Radityo dalam wawancara pers.

Radityo menegaskan, tindakan tersebut tidak hanya melanggar hak asasi manusia, tetapi juga berpotensi mengganggu stabilitas sosial di Ukraina karena dampak jangka panjang bagi korban dan keluarganya.

“Penangkapan ini berpotensi mengganggu ketertiban umum di Ukraina, dan komunitas internasional harus bersatu untuk menekan Rusia agar menghentikan kekerasan ini dan mematuhi hukum internasional demi keadilan dan perdamaian di dunia,” tambahnya.

Pada pertemuan baru-baru ini di Kyiv, delegasi multi-partai di Parlemen Kanada yang dipimpin oleh Ketua DPR Greg Fergus bertemu dengan Pusat Kebebasan Sipil, dan menekankan pentingnya kerja sama internasional untuk membebaskan warga Ukraina yang dipenjara di Rusia.

Radityo mendukung upaya ini dan menyoroti pentingnya kerja sama internasional untuk menghentikan pelanggaran yang sedang berlangsung.

Penting juga untuk membangun persatuan antara negara-negara korban imperialisme dan kolonialisme, negara-negara Barat dan negara-negara non-Barat seperti Rusia dan Tiongkok, tegasnya. (dil/jpnn)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *