saranginews.com, BANDUNG – Kepolisian Daerah (Polda) Jawa Barat menangkap 15 orang terkait penyelundupan dan perusakan barang kebutuhan pokok dan penting (Bapokting).
Puluhan pelaku ditangkap dari 12 wilayah kota di wilayah Jawa Barat. Pengungkapan tersebut dilakukan Subdit Reskrim Polda Jabar yang dipimpin AKBP Andry Agustiano dari Subdit Reskrim.
BACA JUGA: Aksi cepat Polda Riau mendukung Presiden Asta Cita meluncurkan program ketahanan pangan patut diapresiasi
Kabid Humas Polda Jabar Kompol Jules Abraham Abast mengatakan, pengamanan ini akan diterapkan mulai Oktober 2024.
Dia mengatakan, dalam kasus ini, ada beberapa kegiatan yang dilakukan para tersangka, mulai dari penggantian kemasan tepung terigu, penjualan pupuk diskon, pencampuran beras Bulog, penyalahgunaan gas bersubsidi, dan penjualan solar ke industri.
BACA JUGA: Pemprov Jateng salurkan 10 ton beras untuk persediaan pangan
Misalnya, mengganti kantong kemasan tepung terigu yang murah dengan kantong kemasan merek ternama. Kemudian menjual pupuk subsidi merek Urea dan merek Phonska dan menjualnya kembali secara eceran ke masyarakat di atas HET (harga eceran tertinggi),” kata Jules, Rabu (8/7). 6/11/2024) Jawa Barat dalam jumpa pers di Mapolda.
Tersangka ini menggunakan cara berbeda dalam melakukan aktivitasnya.
BACA JUGA: Guna mendukung pangan bergizi, Kementerian Pertanian punya petunjuk teknis penggunaan di luar ruangan
Sedangkan untuk pergantian merek tepung, beberapa tersangka mengemas kembali bahan bakunya dengan mengganti kantong kemasan merek Tulip menjadi segitiga berwarna biru.
Kantong tepung tersebut diperoleh tersangka dengan cara membelinya dari pengepul yang mengumpulkan kantong bekas baik dari pasar maupun dari rumah produksi kue dan roti.
Dari sana mereka kemudian beralih ke tepung yang lebih murah dan memperbaikinya lagi dengan cara tertentu.
Sedangkan pupuk bersubsidi dikumpulkan tersangka dengan cara membelinya dari beberapa pihak. Saat musim tanam dimulai, para tersangka kemudian menjual pupuk tersebut dengan harga lebih tinggi.
“Untuk beras ini mereka mencampurkan beras Bulog dengan beras lokal, mencampurkan beras Bulog dan beras lokal, kemudian mengemasnya dan menjualnya ke konsumen,” jelasnya.
Selain itu, SPBU yang menggunakan mobil modifikasi (helikopter) membeli bahan bakar solar (BBM) yang dijual kembali ke industri, disalahgunakan dengan menyuntikkan tabung gas bersubsidi 3 kg ke tabung gas 12 kg lalu dijual. dengan harga non-subsidi.
Sementara itu, AKBP Maruly Pardede, Wakil Direktur Reserse Kriminal Polda Jabar, mengatakan polisi saat ini masih mendalami setiap kasusnya.
Sebab, banyak tersangka yang sudah lama melakukan aksinya, terutama pupuk hingga tiga tahun.
Misalnya, bagi mereka yang diduga menyelundupkan pupuk, mereka membeli barang dari berbagai daerah yang seharusnya tidak ada di sana.
Jadi ada kemungkinan pihak lain juga mendapat manfaat dari menimbun pupuk bersubsidi.
“Kami masih melakukan penyelidikan dan penyelidikan untuk mengetahui siapa saja yang terlibat. Dan jika ada masyarakat yang mengetahui kejadian ini, bisa melaporkannya ke polisi terdekat,” kata Maruly.
Dalam kasus ini, menurut polisi, hukuman yang diberikan kepada tersangka bisa berbeda-beda, tergantung kasusnya.
Dalam tindak pidana pangan, polisi menerapkan berbagai pasal kepada pelanggarnya, antara lain Pasal 100 ayat (1) Undang-Undang Merek RI Nomor 20 Tahun 2016 (ancaman pidana penjara 5 tahun atau denda paling banyak Rp 2 miliar.
Atas pelanggaran pencampuran pupuk, polisi menerapkan pasal 106, 107, dan 110 Undang-Undang Perdagangan Nomor 7 Tahun 2014 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Pemberlakuan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014. 2022 tentang penciptaan lapangan kerja dengan undang-undang (ancaman 5 tahun penjara atau paling banyak Rp 50 miliar; Pasal 2(6)(b) Perpres No. 59 Tahun 2020 tentang perubahan atas Perpres No. 71 Tahun 2015 tentang penetapan dan ke IDR). Penyimpanan barang kebutuhan pokok dan Pasal 110 juncto Pasal 36 UU – UU Perdagangan RI No 7 Tahun 2014 (Ancaman pidana penjara 5 tahun atau denda paling banyak Rp 5 miliar. Sedangkan untuk tindak pidana migas, polisi akan menerapkan Undang-Undang Republik Indonesia Tahun 2001 Pasal 55 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2023 tentang Minyak dan Gas Bumi sebagaimana telah diubah dengan Pasal 40 Nomor 9 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2023 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah yang berlaku. UU No 2 Tahun 2022 Tentang Cipta Kerja dalam UU yaitu Bahan Bakar Minyak, penyalahgunaan bahan bakar gas dan/atau liquefied petroleum gas (LPG) bersubsidi pemerintah (ancaman 6 tahun penjara atau denda) Rp 60 miliar (mcr27/jpnn).