Soal Royalti ke PT Timah, Eks Dirjen Minerba Jelaskan Begini

saranginews.com, JAKARTA – Direktur Jenderal Pertambangan dan Batubara Kementerian Energi dan Mineral (ESDM) 2015-2020 Bambang Gatot Ariyono mengungkapkan, Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah belum habis masa berlakunya. Itu milik PT Timah kecuali dibayar royaltinya.

Hal itu diungkapkan Bambang saat memberikan kesaksian dalam sidang lanjutan kasus dugaan korupsi di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) pada Kamis (31/10).

BACA JUGA: Tawuran Polisi, 5 Perampokan di Serang Dianugerahi Nabi Panas

Pertama-tama, penasihat hukum terdakwa (PH) Riza menanyakan Undang-Undang (UU) no. Pasal 92 3 Tahun 2020 tentang Kepemilikan Mineral dan Batubara.

Pasal tersebut berbunyi: “Pemegang IUP dan IUPK berhak memiliki mineral, termasuk mineral ikutannya, atau batubara yang dihasilkan dengan membayar biaya produksi.”

BACA JUGA: Dugaan Kerusakan Negara dalam Kasus Kaleng, Siapa yang Bertanggung Jawab atas Kerusakan Lingkungan?

Mengenai bijih timah yang diterima masyarakat pertambangan, tidak ada biaya produksi dan royalti yang dibayarkan. Apakah bijih atau timah tersebut saat itu sudah menjadi milik PT Timah, tanya PH Bambang.

Bambang menjelaskan, kaleng IUP PT Timah yang belum dibayar biaya produksinya, bukan milik PT Timah.

BACA JUGA: Jaksa Tipikor Timah bungkam saat Hakim Pertanyakan Kerusakan Lingkungan Rp 271 Triliun

“Masih (tidak ada) kalau tidak membayar royalti. Pengalihan kepemilikan berdasarkan Pasal 33 UU Minerba adalah pembayaran royalti kepada negara,” kata Bambang.

Pada tahun 2018 dan 2019, ketika PT Timah bermitra dengan pihak swasta, juga mendatangkan pendapatan sebesar 818 miliar dolar bagi negara. Rp dan Rp 1,198 triliun.

Menurut Bambang, seharusnya perusahaan berbadan hukum yang berbadan hukum membayar pajak dan royalti kepada negara.

“Kalau bayar royalti dan bayar pajak harus punya nomor NPWP.

Artinya harus berbadan hukum, harus berbadan hukum. “Kalau ilegal, jangan pernah bayar royalti,” ujarnya.

Pernyataan Bambang itu tak sejalan dengan kerugian negara sebesar Rp26,649 triliun akibat pembayaran uang timah ke rekanan PT Timah. Pasalnya, tambang timah tersebut belum dimiliki oleh PT Timah.

Dalam pengujian sebelumnya, Riza juga mengungkapkan pembelian timah logam dari mitra senilai Rp 26,649 triliun meningkatkan pendapatan dua kali lipat.

Dia mengatakan itu dari tahun 2015 hingga 2022 Kaleng yang terjual terjual Rp 26,649 triliun yang dilaporkan Badan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) sebagai defisit pemerintah, penjualan kaleng menjadi sekitar Rp 50 triliun. logam.

“Kalau kita lihat keseluruhan produksi timah dari tahun 2015 sampai 2022 itu semua terbuat dari baja, bajanya dijual, pendapatannya kalau tidak salah 50 triliun,” kata Riza. (mcr4 / jpnn)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *