saranginews.com, JAKARTA – Petani nilam di Desa Gampong Umong Seuribe, Distrik Lhung berhasil merambah peruntungannya menjadi pengusaha minyak nilam yang bisa masuk ke pasar ekspor.
Keberhasilan tersebut tidak lepas dari program Desa Binaan Klaster Nilam BSI yang telah mengubah wajah perekonomian desa.
BACA JUGA: BSI Perkuat Kemandirian Ekonomi Masyarakat Bali dan Berdayakan UMKM
M. Ali, 66 tahun, penerima manfaat dan operator pabrik minyak sentral, menceritakan tentang cara transformasi desanya.
“Kelompok tani kami terbentuk pada 23 Maret 2023. Saat itu harga minyak nilam hanya berkisar Rp 500 ribu per kilogram. Kini harga satu kilogramnya sudah mencapai Rp 1,7 juta,” jelas Ali pada Selasa (22/8/2023). 10). ).
BACA JUGA: PNM gali potensi petani Aceh melalui klasterisasi minyak nilam
Perubahan tersebut tidak hanya terkait harga, namun juga jumlah petani yang terlibat.
Ali menjelaskan, sebelum program ini ada, hanya ada 3-5 petani yang benar-benar berkomitmen menanam nilam.
BACA JUGA: Neelam Sari: Anies Baswedan Pemimpin dan Pendengar yang Baik
“Sekarang sudah ada 60 petani yang berhasil menguasai tanaman ini,” lanjutnya.
Secara umum, rata-rata pendapatan petani meningkat sebesar 26,4 persen.
Dari Juli 2024 hanya Rp 1.464.700, kini mencapai Rp 1.851.351 per bulan.
“Dari program ini, sebagian petani sudah mampu membiayai pendidikan anaknya hingga perguruan tinggi dan membeli laptop dari hasil penjualan minyak nilam.”
Keberhasilan ini tidak lepas dari dukungan berbagai pihak.
Pada tanggal 14 Oktober 2024 telah diadakan acara akbar di desa tersebut yang dihadiri oleh berbagai lembaga penting antara lain Kantor Jasa Keuangan (OJK), Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Duta Besar Swiss untuk Indonesia, dan berbagai lembaga keuangan. .
“Kemudahan akses permodalan melalui program ini sangat membantu kami. Dukungan BSI terhadap klaster nilam merupakan langkah nyata dalam mendukung usaha budidaya kami,” kata Ali.
Namun masalahnya tetap ada. Ali menjelaskan modal yang dibutuhkan untuk mulai menanam nilam: Biaya awal operasional lahan di pegunungan: Rp 500 ribu/orang; 2500 biji nilam, 3 gulungan kawat dengan tiang kayu dan 2 ton kompos.
Kesuksesan ini bukanlah akhir dari perjuangan mereka.
Ali membeberkan rencana jangka panjang kelompok tani tersebut akan memperluas lahan dengan menggandeng petani di luar areal yang ditentukan, dengan luas 25 hektare dan produksi minyak 4 ton per tahun.
Peningkatan kapasitas petani sehingga dapat menghasilkan produk turunan minyak nilam seperti parfum, sabun dan aromaterapi.
Sertifikasi benih nilam sehingga layak dikirim ke seluruh provinsi.
“Sebelum menanam nilam, jangan berkecil hati dengan harganya yang mahal. Setialah pada nilam, karena nilam itu emas, harganya tidak akan turun,” pungkas Ali.
Saat ini, 100% minyak nilam hasil kelompok pendukung yang dibeli PT UGreen cenderung diekspor.
Untuk rencana jangka panjang, ada beberapa strategi yang bisa diterapkan.
Pertama, perluasan lahan dengan menggandeng petani di luar areal peruntukan, dengan luas 25 hektare dan produksi minyak 4 ton per tahun.
Kedua, mengembangkan kapasitas petani agar dapat menghasilkan produk turunan minyak nilam seperti parfum, sabun, dan aromaterapi.
Ketiga, sertifikasi benih nilam agar layak dikirim lintas provinsi untuk memperluas jangkauan distribusi. (esy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAGI… Dayan Berakhir, Astra dan Neelam Bersaing di Grand Final KDI 2022