saranginews.com, DENPASAR – Pengusaha Sarana Pengisian Air Minum (DAMIU) di Bali ingin mengikuti seminar dan pelatihan manajemen sanitasi dan higienitas.
Acara yang diselenggarakan oleh Asosiasi Pedagang Air Minum Seluruh Indonesia (Asdamindo) ini berharap para pelaku usaha air minum di Bali mampu menyediakan air minum yang aman dan sehat bagi penggunanya.
BACA JUGA: Rebecca Tjiptanning Minta BPOM Jujur Soal Label BPA pada Galon Air Minum Isi Ulang
Ketua Umum Asdamindo Eric Garnadi berharap masyarakat Bali yang meminum air bersih tetap terjamin kesehatannya.
“Tidak ada masalah saat minum air isi ulang,” ujarnya baru-baru ini di sebuah hotel ternama di Kuta Bali agar bisa dirawat dan dirawat. mesin penyimpan air minum.
BACA JUGA: Penipuan BPA Galon Masih Beredar, Para Pembotolan Air Mengeluh Omsetnya Menurun
Selain itu juga membantu instansi pemerintah terkait agar para pelaku usaha air minum di Indonesia khususnya di Provinsi Bali dapat menjaga kesehatannya.
“Pertemuan ini diadakan hanya sebagai wujud kepedulian kami terhadap pengelola penampungan air dan masyarakat, khususnya masyarakat peminum air minum. “Masyarakat harus dilindungi dari dampak minum air yang tidak baik bagi kesehatan,” ujarnya.
BACA JUGA: Kementerian Kesehatan melarang pengisian air minum melalui ponsel
Seminar dan pelatihan gratis satu hari ini dilaksanakan secara daring dan luring, diikuti oleh 85 Pemangku Kepentingan Usaha Pengisian Air Minum (DAMIU) dan perwakilan Kementerian Kesehatan provinsi/kota Provinsi Bali dan 150 peserta dari seluruh Indonesia. Online Kasubdit Tipidter Ditkrimsus Polda Bali, AKBP M Iqbal Sengaji yang mewakili Kapolda Bali memaparkan persoalan terkait penerapan undang-undang yang bisa melakukan penangkapan terhadap pengusaha air minum, jika tidak boleh. “Selain itu yang perlu dilakukan adalah uji laboratorium dari lembaga yang disetujui,” ujarnya. Staf ahli Gubernur Bali yang membidangi perekonomian Gede Sulaga yang mewakili Pj Gubernur Bali menyambut baik proyek tersebut. seminar dan pelatihan ini.
Berdasarkan laporan Dinas Kesehatan Provinsi Bali, sekitar 678 fasilitas penyimpanan air minum lengkap di Bali masih belum memiliki sertifikasi Sanitasi dan Higiene (SLHS). Oleh karena itu, sudah saatnya bagi para penanggung jawab usaha penyimpanan air untuk fokus pada keamanan dan kualitas air, ujarnya.
Acara ini diadakan sebanyak dua kali. Pada sesi pertama, pembicara adalah Dicky Octavianus dari Bali Investment and PTSP Services, pakar bisnis muda dari Kementerian Perdagangan RI, Ellen Astuti Namarubesi dan Indonesia’s Bottled General. Asosiasi Perusahaan Air Minum (Aspadin) Rahmat Hidayat.
Dalam pemaparannya, Dickey menjelaskan proses perizinan yang harus dilakukan oleh pelaku usaha angkutan air berbahaya melalui sistem OSS (Online Single Submission) yang disahkan dalam Undang-Undang Penyediaan Jasa.
Sedangkan Ellen dalam pemaparannya fokus pada isu perlindungan konsumen dan pengendalian barang/jasa yang beredar. Menurut dia, pemeliharaan tangki air minum termasuk dalam upaya penting untuk melindungi kesehatan konsumen. Pemeliharaan dilakukan secara berkala, terpisah dan kombinasi.
Ia menjelaskan, syarat teknis air minum dan kegiatannya diatur dalam Undang-Undang Menteri Perindustrian dan Perdagangan No. 651 Tahun 2004. Pasal 7 menyatakan bahwa gudang diperbolehkan menjual produknya langsung kepada konsumen; dilarang mempunyai stok dalam kemasan yang siap dijual; hanya dapat menyediakan wadah yang tidak diberi tanda; wadah yang dibawa oleh pengguna harus diperiksa dan dilarang mengisi wadah yang tidak layak pakai; kondisi sanitasi harus dilakukan dengan cara yang tepat; tutup kotak harus bersih; Segel kontainer tidak diperbolehkan.
Menurut dia, setiap pedagang air minum yang melanggar aturan tersebut akan diberi sanksi. Berdasarkan Keputusan Menteri Perdagangan Nomor 21 Tahun 2023, sanksi yang dikenakan antara lain teguran tertulis, penarikan barang dari peredaran, pemusnahan barang, penghentian sementara kegiatan usaha, dan pembatalan izin usaha.
Rahmat Hidayat mengatakan, Aspadin dan Asdamindo memiliki tujuan yang sama, yaitu melayani masyarakat dengan memastikan produk air minum yang dihasilkan tidak berbahaya bila diminum oleh masyarakat. Kemudian pada pertemuan sesi kedua menghadirkan pembicara Wahue Fitrianto dari Direktur Jenderal Industri Kecil Menengah, Pangan, Perumahan dan Bahan Bangunan Kementerian Perindustrian Dr. Ardi S. Raksanagara dari Departemen Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Pajajaran (Unpad) Bandung, dan Ni Made K. Dalam sambutannya, Wahyu dari Kementerian Perindustrian RI menyampaikan permasalahan yang dihadapi stasiun air minum. Ini termasuk bangunan dan struktur, peralatan mesin, bahan mentah, penyimpanan dan penjualan, lisensi dan registrasi, dan keterampilan pekerja. Sementara itu, Ni Made dari Dinas Kesehatan Provinsi Bali menjelaskan, penyedia air minum harus menjual produk air yang memenuhi kebutuhan kesehatan dan dapat dibawa pulang untuk keperluan kebersihan konsumen sebagaimana diatur dalam UU Kesehatan 2/2023. Sebab, sebagian besar fasilitas penyimpanan air minum tidak terawat sehingga tidak ada masalah sanitasi.
Selain itu, menurut dia, banyak pengusaha depo yang tidak melakukan audit internal karena tidak semua daerah memiliki organisasi. “Kerja sama di bidang penyimpanan air juga kurang baik. “Dukungan dari pemerintah daerah juga belum didapat,” ujarnya. Saat ini, Dr. Ardi S. Raksanagara dari Unpad menjelaskan pentingnya pengawasan yang dilakukan terhadap para pedagang air minum. Ia mengatakan, antara lain, memastikan pembayaran hak pengguna air atas air minum yang dijual; mendorong pengusaha untuk bekerja dengan kejujuran dan kepercayaan; menciptakan lingkungan yang menguntungkan bagi pelaku usaha; serta menciptakan persaingan yang efektif antar pelaku usaha (ray/jpnn)