saranginews.com, JAKARTA – Mabes Bareskrim Polri diminta menuntaskan kasus dugaan korupsi gateway pembayaran yang terhenti selama 10 tahun. Mantan Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Denny Indraya yang menjadi tersangka sejak 2015 masih bebas bepergian.
Pasalnya, kasus ini bergantung pada nasib mantan Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Denny Indrayana sebagai tersangka.
BACA JUGA: Denny Indrayana Masih Gratis, Pakar Ragu Game Dalam Hal Payment Gateway
Direktur Lembaga Kajian Strategis Polri (Lemkapi), Edi Hasibuan mengatakan, penyelesaian kasus ini penting untuk menjamin kepastian hukum bagi Denny Indrayana.
“Saya kira tugas polisi menindaklanjuti agar ada kepastian hukum,” kata Edi kepada wartawan, Selasa (29 Oktober 2024).
BACA JUGA: Koordinator KPMK Soroti Sikap Denny Indrayana Tuntut Ketua Mahkamah Konstitusi Mundur
Lebih lanjut, menurut dia, kerugian negara dalam kasus ini tidak sedikit. Catatan, kasus ini disebut merugikan negara sebesar Rp32,09 miliar.
Tentu saja dari segi cara, ada strategi yang diterapkan secara internal oleh penegak hukum, untuk mendeteksi pelanggaran hukum tertentu yang muncul, kata Edi.
BACA JUGA: Wahai Komjen Agus, Denny Indrayana protes, ingatkan pejabat korup jadi mafia
Maklum, kasus portal pembayaran Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia kembali mencuat setelah mantan Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Denny Indrayana menyebutkan di situsnya bahwa status tersangkanya akan berusia 10 tahun pada Februari 2025.
Pada Maret 2023, Andi Syamsul Bahri, pelapor yang meliput dugaan korupsi, mengeluhkan perkembangan kasus tersebut, namun sejauh ini belum ada indikasi kasus ini akan terus terungkap.
Pada tahun 2015, Denny Indrayana ditetapkan Polri sebagai tersangka kasus korupsi payment gateway. Kasus ini diselesaikan di bawah Panglima Polri Barodin Haiti. Denny disebut-sebut berperan dalam memandu pengenalan dua vendor proyek gateway pembayaran.
Denny’s juga diduga memfasilitasi dua pemasok untuk mengoperasikan sistem tersebut. Dua pemasok yang dimaksud adalah PT Nusa Inti Artha (Doku) dan PT Finnet Indonesia
“Dibuka rekening atas nama dua orang penjual. Uangnya disetor ke situ lalu ditransfer ke bendahara negara. Ini melanggar aturan, sebaiknya langsung ke bendahara negara,” ujarnya, Rabu, Maret lalu 25 Tahun 2015, Kepala Divisi Humas Polri Brigjen (Pol) Anton Charliyan.
Penyidik memperkirakan dugaan kerugian negara dalam kasus ini berjumlah Rs 32.093.692.000 (Rs 32.090 crore).
Anton mengatakan Denny diduga menyalahgunakan kewenangannya sebagai Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia dalam program sistem pembayaran paspor elektronik.
Perbuatan Denny dalam kasus ini tidak disetujui pihak Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, lanjut Anton. Meski demikian, Denny tetap bersikukuh acara tetap dilanjutkan.
Kejaksaan Negeri sudah angkat bicara soal kasus dugaan korupsi payment gateway. Kasus yang terhenti sejak 2015, tampaknya masih berada di tangan tim penyidik Bareskrim Polri.
“Saya belum mendapat informasi mengenai penutupan (kasus payment gateway) tersebut,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Jaksa Agung Ketut Sumedana, Selasa (13 Juni 2023).
Pernyataan tersebut dibantah oleh jurnalis tersebut. Andi Syamsul Bahri mengatakan, berdasarkan informasi yang diterima, berkasnya sudah lengkap atau P-21. Dia heran kasus ini tidak sampai ke pengadilan.
“Perkara sudah diperiksa Bareskrim dan menilai P-21 memenuhi syarat penuntutan di Kejaksaan Agung,” kata jurnalis Andi Syamsul Bahri dalam surat permohonan ke Kejaksaan Agung, Kamis. /6) . (dil/jpnn)