saranginews.com, JAKARTA – Kebijakan penghentian kendaraan angkutan atau logistik dengan gandar 3 atau lebih pada hari raya atau hari raya keagamaan sebaiknya dihapuskan.
Pemerintah seharusnya hanya mengatur lalu lintas.
BACA: GPEI mengupayakan pelarangan truk 3 gandar pada hari raya keagamaan karena mempertimbangkan kerugian ekonomi
Anggota Komite Ahli Gerindra sekaligus Pakar Transportasi dan Logistik Bambang Hario Soekartono menilai kebijakan pelarangan pemerintah terhadap truk berporos 3 atau lebih akan menyebabkan harga barang dan produk naik pada hari libur khusus.
Hal ini disebabkan berkurangnya persediaan atau persediaan di wilayah tersebut.
BACA LEBIH LANJUT: Kebijakan pelarangan truk 3 gandar pada hari libur besar memerlukan studi biaya ekonomi
“Jika terjadi kekurangan produk tentu harga produk akan naik dan bisa terjadi inflasi. Dan hal ini wajib dalam hukum supply and demand, dimana kebutuhan pelanggan lebih besar dibandingkan supply. “Tentu saja rakyat dan negara dirugikan.
Menurut Bambang, pemerintah seharusnya hanya mengatur lalu lintas. Misalnya untuk jalur ke Pulau Jawa yang bisa lewat 3 arah yaitu Utara, Tengah dan Selatan, maka sesuai dengan urutan kendaraan yang melintas di sana.
BACA JUGA: Anggota Komite VII Minta Larangan Kendaraan 3 Gandar Saat Hari Raya Keagamaan Dikaji Ulang
“Misalnya truk 3 gardan bisa diangkut ke utara karena terhubung langsung atau terhubung dengan pelabuhan di utara Jawa. “Pada saat yang sama, mobil kecil dan sepeda motor bisa lewat arah Tengah dan Selatan untuk berbagi bobot,” calon DPR terpilih dari Daerah Pemilihan I Jawa Timur itu.
Sedangkan untuk jalur ke Sumatera, jalur Barat dapat digunakan untuk mobil kecil dan sepeda motor, dan jalur Timur dapat digunakan untuk truk.
Selain itu, kata dia, juga bisa disesuaikan dengan waktu. Misalnya, truk bisa melaju dari malam hingga pagi. Dan mobil kecil serta sepeda motor bisa melaju dari subuh hingga senja.
“Jadi mereka tidak cocok. “Karena kalau dikerjakan bersama-sama akan ada beban yang menyebabkan pengurangan,” ujarnya.
Ia melanjutkan, pemerintah, khususnya Kementerian Perhubungan, dengan bantuan dinas perhubungan setempat dan kepolisian terus berupaya mengarahkan kendaraan ke jalur yang tidak dibatasi. “Jadi daripada menghentikan atau melarang seluruh logistik kendaraan 3 gardan di seluruh Indonesia seperti yang terjadi sekarang. Padahal, perjuangannya hanya di Jawa Utara saja, ujarnya.
Ia mengatakan jumlah truk di Indonesia sebanyak 5 juta truk. Dari jumlah tersebut, truk dengan 3 gandar atau lebih menyumbang sekitar 20% dari total jumlah truk di Indonesia. “Kalau ini dilarang maka akan mempengaruhi proses produksi normal dan mempengaruhi perekonomian kita. Bagaimanapun, mereka juga akan membantu kita memulai transformasi ekonomi. “Jadi kalau ini menjadi kendala, maka juga menjadi hambatan bagi perekonomian,” ujarnya.
Ia menegaskan, baik wisatawan yang mudik pada hari raya keagamaan maupun kendaraan logistik harus diprioritaskan pada masa kepulangan. “Pengemudi dan truk harus pergi. Keduanya harus pergi. “Tidak ada yang dikorbankan.
Menurutnya, jika itu penting bagi wisatawan, maka akan terjadi kelangkaan produk di daerah tersebut. Sebaliknya jika mereka berkurban, maka orang yang berada di rumah, tidak mempunyai kesempatan untuk merayakan agama di kampung halamannya. “Keduanya harus pulang pada waktu yang sama, dan saya kira itu bisa dilakukan,” ujarnya.
Oleh karena itu, seperti yang Anda sampaikan, perhatian harus diberikan pada bagaimana mengatur arus barang/logistik kembali ke rumah pada saat yang bersamaan. “Logistik tidak bisa dihentikan. Di banyak negara di dunia, semua logistik mereka tetap berjalan, terlepas dari hari raya keagamaan. Prinsipnya, jika logistik berhenti, maka perekonomian juga akan berhenti,” ujarnya.
Sebelumnya, Suripno, pakar transportasi Institut Transportasi dan Logistik Trisakti, mengatakan hingga saat ini belum ada bukti yang dipublikasikan di media untuk menyelidiki seberapa besar kerugian ekonomi yang ditimbulkan oleh kebijakan pendapatan Kementerian Perhubungan.
Menurut dia, jika ada pembatasan perjalanan logistik, maka proses kerugian ekonominya juga harus dievaluasi. Padahal, kalau pasar menunggu, katakanlah tiga hari, itu akan berdampak pada perekonomian, lanjutnya. “Apakah Kementerian Perhubungan mau bertanggung jawab atas kerugian ekonomi?” itu berakhir.
Oleh karena itu, menurut mantan Direktur Keamanan Kementerian Perhubungan ini, jika Kemenhub berani menghentikan perjalanan logistik, mereka juga harus punya akun ekonomi. “Mereka bisa meminta bantuan perguruan tinggi dalam mengevaluasi hasilnya,” tambahnya.