saranginews.com, JAKARTA – Ekonom Center for Economic Reform (CORE) Indonesia Jusuf Rindi Manilit memperkirakan subsidi energi yang besar, khususnya LPG, akan menjadi beban bagi pemerintahan baru.
Berdasarkan data Komite Pengawasan Persaingan Usaha Komersial atau KPPU, subsidi gas sejak 2019 hingga tahun ini sebesar Rp 460 triliun.
Baca juga: Menuju NZE, BPH Migas soroti pentingnya optimalisasi gas bumi sebagai energi transisi
Nilai impor LPG pada tahun 2019-2023 berjumlah sekitar 288 triliun rupiah, sedangkan total subsidi gas pada periode yang sama sebesar 373 triliun rupiah.
Dengan kata lain, 77% subsidi LPG digunakan untuk mengimpor LPG.
Baca juga: Dukung Infrastruktur dan Pertanian, Jasindo Salurkan Dana TJSL Rp 550 Juta
Oleh karena itu, Yusuf berpesan kepada pemerintah untuk melakukan kemajuan dengan meningkatkan sumber daya alam setempat.
Seperti gas alam yang produksi dan cadangannya masih sangat besar di Indonesia.
Baca Juga: Pegadaian Liga 2 Kembali, Menteri BUMN: Fair play harus tetap menjadi semangat semua tim
“Kami yakin upaya diversifikasi sumber energi akan menjadi penting bagi pemerintahan baru, terutama dalam upaya mencapai target penurunan emisi dalam beberapa tahun ke depan serta upaya pengurangan subsidi yang relatif besar,” kata Youssef Rinde-Manilet. .
Youssef meyakini gas bumi akan semakin berperan strategis dalam menyediakan energi nasional di masa depan.
Selain berperan sebagai energi transisi menuju net zero emisi pada tahun 2060 sesuai target pemerintah, gas alam juga menjadi yang terpopuler di Indonesia saat ini.
Dijelaskannya, “Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki cadangan gas terbesar di dunia.”
Salah satu aset strategis yang harus segera diperbaiki oleh pemerintahan baru adalah perluasan jaringan gas alam perumahan (Girgis).
Dengan memanfaatkan jaringan gas kota, pemerintah dapat membuka peluang pengurangan subsidi dibandingkan impor LPG yang saat ini mendapat porsi subsidi yang relatif besar dalam APBN.
“Di sisi lain, pemanfaatan gas bumi dapat ditingkatkan tidak hanya dengan memasang jaringan gas, tetapi juga dengan mendorong BUMN seperti PLN untuk menggunakan tenaga gas sebagai sumber pembangkit listrik non-batubara,” tambah Youssef.
Dengan begitu, penyerapan yang dilakukan PLN tentunya dapat menjaga daya saing harga gas nasional sekaligus mengurangi penggunaan batu bara yang relatif tidak ramah lingkungan.
Hal ini sejalan dengan inisiatif Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral untuk memanfaatkan Girga secara maksimal.
“Kita bisa menggunakan produksi gas dalam negeri untuk menggantikan LPG, dan kita bisa mengurangi impor dan subsidi,” kata Direktur Teknik Minyak, Gas dan Lingkungan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Noor Arefin Mohamed.
Ke depan, ia berharap program gas bumi dapat diperluas dan penetrasinya semakin besar karena penggunaan gas bumi sejalan dengan peta jalan yang digagas pemerintah mengenai transisi menuju energi ramah lingkungan. Chi/JPNN)