saranginews.com, Jakarta – Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (Balij) Muslim Ayub mengusulkan diadakannya pemilihan umum sepuluh tahun sekali, bukan lima tahun sekali.
Hal itu diungkapkan Ayub saat berada di antara organisasi pemantau pemilu di Baleg DPR RI dan Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (30/10).
Baca juga: Bawaslu DKI: Kelompok Kampanye dan Relawan Calon Pilkada Dilarang Menghalangi dan Mengintimidasi Pemantau Pemilu
“Saya harap pemilu ini hanya diadakan setiap sepuluh tahun sekali, bukan?”
Ayoub mengatakan, proses pemilu yang berlangsung lima tahun sekali ini sangat singkat setelah pemungutan suara.
Baca juga: KPU Papua Tak Ingin Peristiwa Pilkada Ini Terulang di Pilkada.
Misalnya, jika pemilu dilaksanakan pada tahun 2024, maka tahun berikutnya akan penuh dengan konsolidasi politik. Kemudian pada tahun 2027, pemerintah harus mempersiapkan pemilu kembali.
Lagipula, kata Ayoub, pemilu memakan banyak biaya sehingga wajar jika perjuangan politik tidak dilakukan setiap lima tahun sekali.
Baca juga: Anggota Pasukan Kejahatan Mendaki Gunung untuk Berkampanye untuk Pemilu yang Damai.
“Maaf, rata-rata kami tidak menghabiskan banyak uang.
Sementara itu, Wakil Ketua DPR Ri Balig Ahmed Duli Kurnia mengusulkan rancangan undang-undang politik yang komprehensif yang akan menyatukan beberapa ketentuan mulai dari pemilu hingga urusan partisan.
“Anda harus mempertimbangkan untuk merancang undang-undang politik dengan menggunakan metodologi hukum yang komprehensif,” katanya, Rabu.
Legislator Fraksi Golkar itu mengatakan, hukum komprehensif “hukum politik” (UU Pemilu, UU Pilkada, UU Kepartaian, UU MD3, UU Pemerintahan Daerah, UU DPRD, dan Hak Pemerintahan Desa) merupakan gabungan dari hubungan keuangan pusat dan daerah. hukum.
Jadi, semuanya saling berhubungan ya. Pemilu dilakukan di sumbernya ya, kata Dooley.
Ia mengaku tak mau membahas pasal-pasal terkait perubahan UU Pemilu tadi yang masuk dalam Omnibus Law UU Politik.
“Saya rasa sebaiknya Anda tidak membahas materinya terlebih dahulu,” kata Dolly. “Ya, itu sebabnya saya pikir ada banyak pilihan karena materinya.”
Menurutnya, undang-undang “komprehensif” tentang “hak politik” mungkin mencakup banyak perubahan mendasar pada “undang-undang pemilu”, seperti apakah proses pemilu akan diadakan secara terbuka atau tertutup.
Namun Dooley belum mau membahas perubahan sistem pemilu. Secara khusus, setiap sepuluh tahun sekali ada diskusi tentang proses diskusi politik.
“Jadi jangan masuk dulu. Nanti diperiksa oleh anggota DPR dengan masukan masyarakat. Itu saja,” ujarnya. (AST/JPNN)