saranginews.com – Dua petinggi perusahaan smelter swasta didakwa menerima Rp 4,1 triliun dan melakukan pencucian uang terkait dugaan kasus korupsi pengelolaan sistem tata niaga timah, di wilayah izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah Tbk. 2015–2022.
Korupsi timah ini telah merugikan keuangan negara senilai Rp300 triliun.
BACA JUGA: Korupsi Timah Harvey Moei Seret Dirkrimsus Polda Babel dan Kasat Reskrim, Begini Ceritanya
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Agung Wazir Iman Supriyato mengatakan kedua petinggi tersebut merupakan pemilik manfaat PT Stanindo Inti Perkasa (SIP) Suwito Gunawan alias Awi yang diperkaya Rp 2,2 triliun, dan PT Sutradara Sariwiguna Binasentosa ( SBS) Robert Indarto yang menerima Rp 1,9 triliun.
Kedua terdakwa melakukan perbuatan melawan hukum yang merugikan keuangan negara sebesar Rp300 triliun dan melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dengan menyembunyikan asal usul hartanya, kata Wazir dalam sidang pembacaan dakwaan di Tipikor Jakarta. Hukum Pidana (biasa), Rabu (28/8/2024).
BACA JUGA: Brimob Cikita Putri Kembali Viral, Ini Video Lainnya
Jadi perbuatan keduanya diatur dan diancam pidana dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Tipikor dan Pasal 3 atau Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang TPPU Nomor Pasal 55 ayat ( 1) 1 KUHP.
Dalam persidangan yang sama, Direktur Operasional PT Tinindo Inter Nusa (TIN) periode 2017-2020, Rosalina, turut membacakan dakwaannya. Meski terlibat kasus ini, Rosalina tidak menerima uang sepeser pun dan tidak berkomitmen pada TPPU.
BACA JUGA: 3 Hakim yang Kecam Pembebasan Ronald Tannur Ditolak KY, Ini Dosanya
Rosalina terancam hukuman pasal 2 ayat (1) atau pasal 3 pasal 18 UU Tipikor no.
Jaksa menjelaskan, Suwito baik sendiri maupun bersama Direktur PT SIP MB Gunawan melalui PT SIP dan afiliasinya yakni CV Bangka Jaya Abadi dan CV Rajawali Total Persada serta smelter swasta lainnya telah membeli dan/atau mengumpulkan bijih timah. dari penambangan liar di wilayah IUP PT Timah.
“Perusahaan swasta antara lain PT Rafined Bangka Tin (RBT), PT SBS, CV Vinus Inti Perkasa (VIP), dan PT TIN,” kata jaksa.
Dijelaskan, Suwito melalui PT SIP juga menerima pembayaran bijih timah dari PT Timah, namun ia mengetahui bijih timah yang dibayarkan tersebut berasal dari penambang liar di wilayah IUP PT Timah. Begitu pula dengan Robert melalui PT SBS.
Total pendapatan pembayaran kerjasama penyewaan alat pengolahan logam timah dan kegiatan penjualan bijih timah ilegal PT Timah yang diterima Suwito dan Robert masing-masing sebesar Rp2,2 triliun dan Rp1,9 triliun.
Jaksa kemudian menyebut Suwito melakukan negosiasi dengan PT Timah terkait sewa smelter swasta dengan menyepakati harga sewa smelter yang akan dibayar PT Timah tanpa adanya studi kelayakan atau riset yang memadai, sehingga menjadi harga yang mahal.
Perundingan dilakukan bersama terdakwa Harvey Moeis selaku kelanjutan PT RBT, pemilik sebenarnya CV Venus Inti Perkasa (VIP) dan PT Menara Cipta Mulia (MCM) Tamron alias Aon, Robert, Pemasaran PT TIN periode 2008-2018 Fandy Lingga, Rosalina, Direktur Utama PT RBT, sekaligus Direktur Pengembangan Bisnis PT RBT Reza Andriansyah.
Lanjut jaksa, Suwito juga melakukan kontrak sewa peralatan pengolahan pengolahan logam timah dengan PT Timah sendiri dan bersama MB Gunawan, Tamron, Chief Operating Officer CV VIP dan PT MCM Achmad Albani, CEO CV VIP Hasan. Tjhie, serta pengumpul bijih timah (kolektor), Kwan Yung alias Buyung.
Kemudian bersama Harvey, Suparta, Reza, Beneficial Owner PT TIN, Hendry Lie, Fandy, Rosalina dan Robert. Kerja sama ini tidak masuk dalam rencana kerja dan anggaran proyek PT Timah (RKAB) atau RKAB lima smelter dan perusahaan terkait (ant/jpnn).