saranginews.com, Jakarta – Fehmi Radi, Pengawas Pekerjaan Energi Universitas Gadjah Mada, mengapresiasi Menteri Energi dan Sumber Daya Alam (ESDM) Bahlil Lahadalia yang terus mendorong pertambangan melalui pembangunan penambang.
Menurut Fahmi, pembangunan lebih dari 108 smelter di Indonesia bertujuan untuk mempercepat proses hilirisasi sehingga memberikan nilai tambah dan mendorong pertumbuhan ekonomi dalam negeri.
Baca selengkapnya: Kasus pembusukan timah dibawa ke pengadilan, mantan direktur mengatakan biaya pekerjaan di pabrik peleburan lebih mahal
“Menurut saya ini sangat bagus karena kita butuh smelter untuk penambangan. Kita punya banyak sumber daya tambang, bukan hanya nikel yang sedang dikembangkan,” kata Fahmy, Kamis (15/10/2024).
Fahmy menambahkan, kebijakan produksi pertambangan lokal baru bisa diterapkan secara serius di bawah pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Baca Juga: Bos Smelter Ungkap Fakta Kerjasama dengan PT Timah di Setoran CSR
Oleh karena itu, Fahmy pun mendorong pembangunan pandai besi tidak hanya di tambang nikel, tapi juga pada produk pertambangan lainnya, sebagaimana dipersyaratkan undang-undang.
“Nah, kalau menurut undang-undang, mineral-mineral lain itu harus dimurnikan dan diolah di rumah oleh para pembuat bir. Sekarang sudah jadi, saya bersyukur karena akan menambah keuntungan hasil tambang,” kata Fahmy.
Fahmy pun bersyukur investor smelter tersebut sebagian besar berasal dari kalangan pengusaha lokal sehingga tidak lagi didominasi investor asing.
Ia mengatakan dengan cara ini akan tercipta keseimbangan dalam proses penentuan harga pasar.
Kedua, dengan dibangunnya smelter yang sebagian besar berasal dari investor lokal, saya kira ini juga merupakan hal yang sangat baik untuk meredam tenaga spesialis asing China pada khususnya, kata Fahmy.
Ia percaya bahwa memiliki lebih banyak pilihan akan menciptakan keseimbangan dalam proses pasar dalam menentukan harga, misalnya, yang bersifat positif.
Lebih lanjut, Fahmi meminta peningkatan pembangunan ekonomi Indonesia tidak hanya sekedar menghentikan pembangunan smelter atau stasiun penyiaran, tetapi juga perlu menciptakan ekosistem industri hilir yang menghasilkan produk jadi untuk diekspor.
Menurut pemahaman saya, hal ini akan memberikan nilai tambah yang besar bagi Indonesia.
“Tidak cukup hanya membangun rumah saja. Misalnya nikel mentah diolah di smelter untuk dijadikan produk primer atau sekunder untuk diekspor, dan nilai tambahnya juga rendah smelter sebagai tahap awal, lalu mendorong terbentuknya ekosistem industri,” jelasnya.
Pemahaman saya, misalnya, menciptakan ekosistem industri di bawah ini bisa mendorong Indonesia menciptakan mobil listrik nasional.
Misalnya nikel dari minyak nikel hingga mobil listrik, misalnya jika diproduksi dan disalurkan dengan baik, akan menunjukkan bahwa tidak hanya memberikan nilai tambah, tetapi kontribusinya terhadap pembangunan ekonomi akan sangat signifikan, jelasnya.
“Saya kira apa yang dilakukan Bahlil sebagai Menteri ESDM adalah mendorong terciptanya ekosistem industri yang berkaitan dengan jumlah tertentu, misalnya di smelter, bahan baku peralatannya adalah bijih nikel yang diubah menjadi bahan baku stainless steel. , misalnya, atau “Misalnya, pada bahan baku mobil listrik, atau nanti pada baterai, misalnya.”
Lebih lanjut, Fahmi menegaskan, untuk menjadikan Indonesia negara maju, pembangunan ekonomi harus didorong oleh sektor industri, dan tidak bergantung pada energi dalam negeri.
“Pertumbuhan ekonomi ke depan tidak boleh didominasi oleh energi dalam negeri seperti sekarang, tetapi industri. Ini syarat kita menjadi negara maju,” tutupnya.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyampaikan apresiasi atas upaya Kementerian Energi dan Mineral yang berhasil mendorong pembangunan lebih dari 108 smelter di Indonesia.
Hal ini dinilai sebagai hasil kerja keras yang terus menerus mencari perusahaan besar untuk membangun pabrik di Tanah Air.
“Saya mengapresiasi Kementerian ESDM yang berhasil mendorong pembangunan lebih dari 108 smelter di Indonesia,” kata Presiden Jokowi.
Menurutnya, Kementerian ESDM sebaiknya terus melanjutkan infrastruktur, karena sistem ini mendukung nilai tambah perekonomian Indonesia.
Fahmy menegaskan, “penurunan sektor energi dan mineral (ESDM) merupakan strategi pertama untuk mencapai nilai tambah.”