saranginews.com, JAKARTA – Selisih besar antara pajak impor gandum (0%) dan gandum yang dapat dimakan (5%) bisa dimanfaatkan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab untuk mengimpor gandum untuk hewan.
Praktik ini diyakini dilakukan dalam skala besar dan merugikan pemerintah miliaran dolar setiap tahunnya.
BACA JUGA: Harga Beras Mahal, Warga Jepang Diminta Ubah Kebiasaan Makan
Komisioner Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Hilman Pujana mengatakan, pajak impor biji-bijian untuk konsumsi (food grain) saat ini sebesar 0 persen, sedangkan pajak impor sebesar 5 persen.
“Perbedaan bea masuk gandum dan pakan ternak mungkin menjadi indikasi terjadinya persaingan komersial yang tidak sehat antar peternak. untuk pakan ternak, namun ada juga kekhawatiran dari para pengusaha “yang tidak nyaman menggunakan bea masuk 0% biji-bijian pangan sebagai pakan ternak,” kata Hillman dalam sebuah pernyataan kepada staf media.
BACA JUGA: Waspadai Kenaikan Harga Beras, Kata National Food Service
Mantan KPPU ini mempertemukan beberapa pemangku kepentingan terkait produk gandum, seperti Asosiasi Produsen Tepung Indonesia (APTINDO), Gabungan Industri Pakan Ternak (GPMT), Kementerian Pertanian (Kementan), moderator dan masih banyak pemangku kepentingan lainnya. .
Hillman mengatakan, KPPU sebagai Komisi Pengawas Persaingan Usaha tentu menjalankan berbagai tugas untuk menyelesaikan permasalahan tersebut.
BACA JUGA: Mantan calon wakil presiden sebarkan video porno
Pekerjaan yang dilakukan KPPU meliputi kerja penegakan hukum, serta kerja kajian pengkajian kebijakan regulasi.
Berdasarkan penelusuran KPPU, Hillman memperkirakan pihaknya masih memiliki kesenjangan dalam penguasaan dan distribusi gandum.
“Kita juga perlu memperbaiki pelabelan pada kemasan sereal dan sumbangan makanan untuk memastikan identifikasinya,” ujarnya.
“Apakah ada dugaan ada industri baru yang banyak menghisap gandum pangan? Berdasarkan informasi yang diterima KPPU, dalam hal ini ada aparat kepolisian untuk mencegah penyalahgunaan pangan gandum,” pungkas Hillman.
Menurut Hillman, Direktur Eksekutif Indonesian Food Watch (IFV) Pri Menik menegaskan, pemerintah perlu memperkuat hukum dalam mengawasi hal ini.
Undang-undang yang mengatur tentang Menteri Pertanian (Permentan) hendaknya diperkuat sebagai payung hukum yang mengatur peraturan perundang-undangan terkait hal tersebut dalam penerapan aturan mainnya.
“Perlu diterapkan di kawasan Permentan sebagai acuan pengendalian. Jika ada pelanggaran sebelum keluarnya Permentan, jelas tidak ada kejelasan dari segi hukum,” kata Mennix.
Mahasiswa IPB University menduga perbedaan bea masuk gandum pangan dan gandum pangan menjadi salah satu biang permasalahan penggunaan gandum pangan ilegal.
“Ini benar-benar membutuhkan studi yang lebih detail.” Bisnis itu bagus, tapi kalau ada polanya tidak bisa diabaikan,” jelas Mannix.
Ia kemudian mengutip data Asosiasi Produsen Tepung Indonesia (Aptindo) yang menunjukkan impor gandum untuk industri tepung pada tahun 2020 sebesar 8,6 juta ton atau 6,7 juta ton tepung terigu. Pada tahun 2021, konsumsi gandum meningkat menjadi 8,9 juta ton atau setara dengan 7 juta ton tepung terigu.
Sedangkan konsumsi gandum pada tahun 2022 turun menjadi 8,6 juta ton atau tepung terigu sebanyak 6,72 juta ton. Namun impor gandum pada tahun berikutnya meningkat menjadi 8,8 juta ton, yakni 6,87 juta ton gandum. Berikutnya, Aptindo mencatat impor gandum pada Januari hingga Juni 2024 sebesar 4,64 juta ton atau setara 3,61 juta ton tepung terigu.
Menariknya, data Aptinda lebih rendah dibandingkan data Badan Pusat Statistik (BPS). Pada periode Januari-Agustus 2024, BPS mencatat impor gandum sebanyak 8,44 juta ton atau setara dengan 2,56 miliar dolar yang berasal dari impor gandum untuk hewan. memberi makan?” tanya Mannix.
Artinya impor gandum untuk pakan ternak meningkat signifikan dan jumlah impor gandum untuk konsumsi manusia sudah melebihi, jelasnya.
Menurut Menik, pengusaha makanan harus memiliki persaingan yang sehat dalam usahanya. Artinya, cara mewajibkan penggunaan pakan ternak gandum yang dikenakan pajak impor sebesar 5% sebagai bahan utama produksi pakan ternak, bukan gandum yang diperuntukkan bagi nutrisi.
“Setelah itu, impor biji-bijian pangan diperbolehkan.” “Lebih banyak dibandingkan impor biji-bijian pangan,” tuturnya. (kanan/jpnn)
BACA ARTIKEL LAIN… Indonesia Kalah dari China, Tak Jelas Perubahan Strategi IMS