saranginews.com, JAKARTA – Aktivis dan aktivis antikorupsi Bambang Harymurti meminta seluruh penyidik antikorupsi segera menyikapi kasus Mardani H Maming.
Ia mengimbau seluruh akademisi hukum yang lulus ujian untuk tetap diam dan mengambil tindakan hukum semaksimal mungkin.
BACA JUGA: MA Harus Tunjukkan Semangat Baru Pemberantasan Korupsi, Acara Pembuktian PK Mardani Maming
Salah satunya dengan mengirimkan surat amicus curae (sahabat pengadilan) ke Mahkamah Agung (MA).
Pernyataan Bambang Harymurti tersebut tertuang dalam keterangan Universitas Islam Indonesia, Rabu (15 Oktober 2024).
BACA JUGA: Para ahli menyebut PK Mardani Maminga merupakan langkah penting bagi nilai hukum Indonesia
Pernyataan itu disampaikannya saat mengikuti diskusi dan bedah buku pengusutan kasus Mardani H Maming yang melibatkan pakar hukum di Yogyakarta, pekan lalu.
“Pendapat para ahli hukum terkemuka dan hasil penyidikan terhadap putusan perkara Mardani H. Maming, yang menemukan bahwa terdakwa patut dinyatakan sebagai dakwaan atau dibebaskan dari segala dakwaan, harus diketahui dan diadili oleh Mahkamah Agung, yang mempunyai kewenangan memutus perkara yang sedang dalam tahap peninjauan kembali sehingga mempunyai akibat hukum,” ujarnya.
BACA JUGA: Pengamat menilai penyidikan PK Mardani Mamingova tidak mendukung pemberantasan korupsi
Mantan Pemimpin Redaksi Majalah Tempo dan mantan Pengurus Dewan Pers ini meminta semua pihak berani menyampaikan sikap dengan mengirimkan pesan ke Mahkamah Agung.
Prinsip hukum Indonesia adalah asas praduga tak bersalah dan beban pembuktian ada pada jaksa, tegasnya.
“Ahli hukum dan evaluator harus berani mempersiapkan dan menyampaikan pendapatnya sebagai ahli atau amicus curiae (sahabat pengadilan) ke Mahkamah Agung,” lanjutnya.
“Jangan lupakan prinsip hukum yang sering dikutip bahwa lebih baik membebaskan sepuluh atau bahkan seratus orang bersalah daripada menghukum satu orang yang (terbukti) tidak bersalah.”
Mardani H Maming divonis penjara dan denda atas dugaan suap Rp 118 miliar dari mantan pimpinan PT Prolindo Cipta Nusantara, Henry Soetio.
Bahkan, bukti-bukti pengadilan, berdasarkan hasil pemeriksaan ahli hukum UII, membantah seluruh tuntutan tersebut. Lebih lanjut, terdapat putusan Pengadilan Niaga yang menerima dan menyatakan bahwa hal tersebut murni hubungan komersial dan bukan “perjanjian diam-diam”.
Keinginan untuk membebaskan Mardani H. Maming dari perbudakan hukum santer diungkapkan oleh para aktivis dan pakar hukum dalam perdebatan dan buku bertajuk “Mengungkap Kesalahan dan Kekeliruan Hakim dalam Menangani Kasus Mardani H. Maming”.
Diskusi ini diselenggarakan oleh Center for Legal Development Leadership and Studies (CLDS), Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII) pada Sabtu (5 Oktober 2024). Dalam diskusi tersebut, terungkap beberapa kesalahan dalam penanganan kasus mantan Bupati Kalimantan Selatan, Tanah Bumbu.
Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Prof. Topo Santoso mencatat pentingnya peninjauan kritis terhadap putusan pengadilan oleh para ahli hukum.
– Kesalahan dalam pengambilan keputusan hakim selalu mungkin terjadi dan tinjauan kritis ini menjadi pembelajaran penting bagi aparat penegak hukum, Prof. Tunggul.
Di tempat yang sama, mantan Rektor Universitas Diponegore yang juga Guru Besar Hukum Administrasi Negara Universitas Diponegore, Prof. Dr Yos Johan Utama melakukan penyelidikan hukum atas kasus Mardani H Maming.
Keputusan tergugat untuk mengalihkan IUP adalah bersifat final dan tidak pernah dinyatakan batal atau tidak sah di pengadilan tata usaha negara maksudnya pengadilan tata usaha negara, ujarnya.
– Putusan terdakwa masih sah dan efektif sehingga bukan merupakan pelanggaran administratif. – Tidak ada kaitannya dengan tindak pidana sehingga terdakwa tidak dapat dituntut, sehingga cukup alasan untuk menyatakan adanya kekeliruan atau kekeliruan yang nyata-nyata dalam putusan pengadilan yang memvonis terdakwa, ujarnya.
Hal serupa juga diamini oleh Profesor Romli Atmasasmita dari Fakultas Hukum Unpadi yang mengatakan hakim yang mengadili kasus Mardani H Maming telah melakukan delapan kesalahan.
“Menurut saya, ada delapan kesalahan yang bisa digolongkan sebagai kesalahan hukum,” kata Profesor Romli dalam keterangan yang diterima, Rabu (10 September 2024).
Sebuah kesalahan yang Prof. Romli mengajukan banding atas penuntutan kasus ini, yang dianggapnya merupakan kesalahan penerapan pasal yang dipaksakan.
Oleh karena itu, model pemikiran sistematis, historis, dan teleologis dalam putusan kasasi perkara Nomor 3741/2023 atas nama Mardani Maming tidak terwujud. Putusan ini memenuhi alasan kebaruan dan kesalahan hakim atau kesalahan yang sebenarnya, jelas Prof. .Romli (ray/jpnn).