saranginews.com – SEMARANG – Demonstrasi mahasiswa di Semarang, Jawa Tengah meletus menjadi ricuh untuk mempertahankan putusan Mahkamah Konstitusi tentang undang-undang pilkada dan menuntut pemberhentian Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Pasukan keamanan menangkap sedikitnya 27 pengunjuk rasa dan merawat 40 pengunjuk rasa di rumah sakit.
Baca juga: Protes di Semarang: Polisi menembakkan gas air mata secara sembunyi-sembunyi, puluhan mahasiswa dilarikan ke rumah sakit
Pengacara Gerakan Rakyat yang menggugat Jawa Tengah (Jeram Jateng) sangat menyayangkan sikap polisi yang menangkap puluhan pelajar dan mahasiswa yang ikut demonstrasi di Balai Kota Semarang.
Informasi yang dihimpun saranginews.com, sebanyak 27 pengunjuk rasa yang terdiri dari 21 pelajar SMA/SMK dan enam mahasiswa ditangkap di Mapolrestabes Semarang pada Senin (26/8) malam.
Baca Juga: Megawati Kaget dengan Putusan MK, Merasa Dikucilkan dari PDIP
“Sampai malam ini kami belum bisa masuk ruang pemeriksaan karena dihalangi oleh tim penyidik,” kata Tuti Wijaya, pengacara asal Jawa Tengah, di Mapolrestabes Semarang.
Tuti mengungkapkan, sekitar 40 pengunjuk rasa dilarikan ke rumah sakit setelah demonstrasi berakhir ricuh.
Baca juga: Ribuan Mahasiswa Serbu Gerbang Balai Kota Semarang, Tuntut Jokowi Mundur
Beberapa dari mereka menderita luka akibat gas air mata dan kesulitan bernapas.
Lima siswa dipukul kepalanya dengan tongkat dan sisanya mati lemas akibat tembakan gas air mata, ujarnya.
Kuasa hukum militan Jawa Tengah mengkritik polisi yang menangkap dan menahan pelajar yang notabene masih di bawah umur.
Penyidik diminta memastikan perlakuan yang tepat terhadap anak di bawah umur. Misalnya, pemeriksaan tidak dilakukan pada malam hari.
“Dan anak di bawah umur harus ada wali atau kuasa hukumnya,” kata kuasa hukum Geram Jateng, Nasrul Dongoran.
Pada pukul 21.50 WIB, puluhan mahasiswa yang masih berseragam putih abu-abu diamankan di Polrestabes Semarang.
Ia mengungkapkan, para pelajar yang tidak berpakaian itu ditahan di ruang interogasi. Menurutnya, hal tersebut berpotensi melanggar hak anak.
“Karena bagaimanapun aturannya, anak harus diperiksa oleh penyidik khusus. Bukan penyidik Resmob atau Brimob biasa,” ujarnya.
Perlu diketahui, terjadi aksi massa terhadap putusan Mahkamah Konstitusi terkait UU Pilkada yang menuntut Presiden Jokowi mundur.
Massa merusak pintu gerbang Balai Kota Semarang. Menjelang malam, polisi memukul mundur ribuan mahasiswa dengan meriam air dan gas air mata.
Para pengunjuk rasa bubar. Kebingungan berlanjut hingga malam hari. (mcr5/jpnn)