Sekolah Asrama Taruna Papua, Ikhtiar Mendidik Anak-anak dari Suku Terpencil Menembus Garis Batas

saranginews.com – Kualitas sumber daya manusia di Papua masih menjadi permasalahan serius. Pondok Pesantren Taruna Papua (SATP) merupakan salah satu upaya transformasi anak-anak asli Papua menjadi sumber daya manusia yang berkualitas.

=====

Baca Juga: Indonesia Freeport Masih Bahas Perluasan IUPK dan Smelter Fakfak

Pondok Pesantren Taruna Papua terletak di Mimika, Papua tengah.

Lembaga pendidikan yang dikelola oleh Yaisan Lokon ini terletak di Jalan Quoteg SP IV No. 6, Mimika.

Baca Juga: Freeport resmikan fasilitas baru di perayaan Hari Republik ke-79

“Kami memiliki sekolah dasar dan sekolah menengah pertama,” kata wakil presiden SATP Franco Iraheva.

Pondok Pesantren SD dan SMP terakreditasi A (Sangat Baik) oleh Badan Akreditasi Nasional Sekolah/Madras.

Baca juga: Rebekah Haluk Sumbangkan Pesawat Trans Nusa untuk Masyarakat Papua Tengah di Hari Kemerdekaan RI

SATP tidak hanya menyediakan ruang kelas dan akomodasi, tetapi juga berbagai fasilitas seperti lapangan sepak bola dan kolam renang.

Franco mengatakan, “Bangunan sekolah ini memiliki luas 9,8 hektar. Pada tahun 2019, jumlah siswa di sekolah tersebut masih berjumlah 291 orang, terdiri dari 175 siswa laki-laki dan 116 siswa perempuan. Meningkat dari tahun ke tahun.

Pada tahun 2020, jumlah mahasiswa SATP bertambah menjadi 731 mahasiswa. Rinciannya 466 siswa laki-laki dan 287 siswa perempuan.

Syahdan, setahun kemudian jumlah siswi SATP sebanyak 1.104 orang, terdiri dari 671 siswi dan 433 siswi.

“Sekarang ada sekitar 1.200 siswa dan lebih dari 200 guru,” kata Franco.

Guru Bahasa Inggris tersebut menjelaskan, siswa SATP tersebut merupakan anak dari tujuh suku asli Papua, yaitu Amunge, Kamoro, Damal, Dani, Mei, Moni dan Niduga.

Pondok Pesantren Taruna Papua terletak di Mimika, Papua tengah. Foto: file saranginews.com.

Bisnis SATP diinvestasikan oleh PT Freeport Indonesia Partnership Fund (PTFI).

SATP memiliki enam pilar: pendidikan dan pembangunan, kata Franco.

Pilar pertama adalah tidak membuat siswa kelaparan. “Anak-anak harus kenyang agar bisa fokus belajar,” kata Franco.

Kedua, siswa harus sehat. “Kami juga punya klinik kesehatan,” ujarnya.

Ketiga, mahasiswa SATP harus berada di lingkungan yang aman dan nyaman. SATP juga menyediakan tempat tinggal yang layak bagi seluruh mahasiswa dan dosen.

Keempat, siswa di SATP harus tampil menarik dan percaya diri.

“Kami memberi mereka pakaian, seragam, dan sepatu,” kata Franco.

Kelima, SATP memberikan pendidikan yang terhormat dan berkualitas.

Pilar keenam adalah mendorong mahasiswa SATP untuk menantang dan bersaing secara global.

Kami mengirimkan pelajar dari luar daerah, termasuk Jakarta, untuk mengikuti Olimpiade Sains, kata Franco.

Meski SATP memiliki fasilitas pendidikan yang lengkap dan gratis, namun tidak mudah bagi pengamat untuk meyakinkan anak-anak dari berbagai suku di pedalaman Papua untuk bersekolah.

Franco menjelaskan, orang tua biasanya menolak, atau bahkan menolak, anak-anak mereka harus dibawa dari negara asalnya ke Michigan.

“Terkadang Anda harus melalui drama yang tidak mudah,” ujarnya. “Sulit bagi orang tua untuk membesarkan anak-anak mereka di sini.”

Namun, upaya SATP untuk membujuk suku-suku pedalaman Papua tidak membuahkan hasil.

Orang tua yang anaknya bersekolah di SATP juga memahami pentingnya pendidikan.

“Setidaknya orang tua di suku terpencil memahami pentingnya pendidikan dan masa depan cerah bagi anak-anak mereka,” kata wakil direktur hubungan masyarakat SATP.

Pada HUT RI ke 79, PT Freeport Indonesia mendatangkan Greysia Polii untuk mengelolanya.

Peraih medali emas Olimpiade Tokyo 2020 meminta Badminton memotivasi siswa SATP.

Gracia menilai masyarakat Papua punya bakat istimewa, khususnya atlet.

Perempuan Minahasa itu mengaku punya rasa terhadap Papua.

“Rekan pelatihan saya berasal dari Papua,” kata seorang perempuan berusia 37 tahun.

Greysia Polii (tengah) dan Rosita Venas (kiri) memegang buku Penetrasi Perbatasan bersama santri di Podok Pesantren Papua Taruna Mimika. Foto: file saranginews.com

Mantan atlet yang kisah hidupnya diceritakan dalam otobiografi ‘Breaking the Boundaries’ ini mengajak seluruh mahasiswa di SATP untuk terus membina.

“Sekarang Anda berada di Michigan, siapa tahu, mungkin Anda orang internasional,” katanya.

Yunani juga mendorong mahasiswa SATP untuk berani bermimpi dan mempunyai cita-cita yang tinggi.

“Cobalah melewati batas,” katanya. “Orang Papua Hebat”, ia sudah lama dikagumi oleh siswa SATP yang ia duduki.

Rosita Venas, istri CEO PTFI Tony Venas, juga menginisiasi mahasiswa SATP. Roshita yakin anak-anak SATP bisa meraih kesuksesan seperti Yunani.

“Kuncinya jangan mudah menyerah,” sarannya. Teruslah belajar dengan tekun. (Jepang.com)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *