saranginews.com – KEGIATAN PT Freeport Indonesia atau PTFI di Kabupaten Mimika, Provinsi Papua Tengah meninggalkan ratusan ribu ton limbah pertambangan (limbah) per hari.
Namun, ada inisiatif yang berhasil dilakukan oleh raksasa pertambangan tersebut untuk mengubah lahan terlantar tempat pembuangan limbah menjadi lahan subur.
BACA JUGA: Deposit Daerah PTFI Rp 3,35 Triliun Bisa Dongkrak Infrastruktur Dasar Papua Tengah
= = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = Tim Redaksi saranginews.com, Mimika = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = =
Direktur PRESIDEN PTFI Tony Wenas tampak gembira dan penuh senyum saat mengunjungi pusat MP21 jelang HUT RI ke-79. IMP21 adalah nama lokasi Pusat Restorasi dan Keanekaragaman Hayati PTFI.
BACA: Detik-detik Perayaan Proklamasi Freeport di Tebagapura, Perayaan di Atas Awan Hasilkan Rekor MURI
Nama MP21 mengacu pada lokasi proyek lingkungan hidup yang terletak di Mile Post 21, Mimika, Papua Tengah. “Kita berada di TPA reklamasi,” kata Tony di hadapan para tamu PTFI.
Kawasan tersebut terlihat hijau dan penuh dengan berbagai tanaman serta pepohonan yang sangat tinggi. Terdapat kolam penuh ikan koi yang mengelilingi bangunan bercat putih yang berfungsi sebagai gudang atau ruang pameran.
BACA: Pesantren Taruna Papua, Upaya mendidik anak-anak dari pelosok negeri lintas batas negara
Operasi penambangan PTFI berlokasi di dataran tinggi Jayawijaya. Di kawasan pegunungan ini, PTFI juga mengekstraksi besi dari dalam tanah untuk kemudian diolah untuk dikonsentrasikan.
Dari seluruh material tambang yang diangkat, hanya 3% yang diubah menjadi konsentrat yang mengandung tembaga, emas, dan perak. Sisanya sebesar 97 persen merupakan limbah penambangan pasir (sirsat) yang mengalir ke Sungai Aghwagon dari dataran tinggi hingga dataran rendah di Kabupaten Mimika.
“Sirting dari Mile 74 (fasilitas pemrosesan bijih di dataran tinggi) mengalir ke sini, menempati lahan seluas lebih dari 23.000 hektar,” tambah Tony.
Meski demikian, Tony meyakini limbah tersebut tidak beracun. Hal ini memastikan penyiapan konsentrat yang menyisakan limbah tidak melalui proses kimia.
“Tidak ada yang menggunakan merkuri, yang ada adalah proses alami,” kata lulusan Fakultas Hukum Universitas Indonesia ini.
Tujuan dari proses praktikum operasi penambangan PTFI adalah bahan tambang dari lahan digiling, kemudian dicampur dengan kapur, dan ditimbun di kolam besar. Pasir dan bebatuan akan mengendap di dasar, sedangkan benda logam yang lebih ringan akan mengapung.
Direktur Utama PTFI Tony Wenas (kiri) dan Vice President Environment/Sustainable Development PTFI Gesang Setyadi berpose di depan Sangkar Burung MP21, Kabupaten Mimika. Foto: dok. saranginews.com
Konsentrat terapung diolah menjadi tembaga, emas, dan perak. Sisanya menjadi aliran limbah di hilir.
Tony menjelaskan limbah operasional PTFI tergolong bahan beracun dan berbahaya (B3).
“Sampah di sini tidak beracun, tapi volumenya sangat besar karena dua ratus ribu ton per hari, sehingga masih tergolong B3,” ujarnya.
Kini, puing-puing di kawasan itu setebal tujuh meter. Oleh karena itu PTFI mengadakan program pemulihan melalui MP21.
Tujuan remediasi adalah mengembalikan fungsi ekologis bekas TPA, dan menghasilkan manfaat ekonomi berkelanjutan. Program ini dimulai pada tahun 1996 di lahan seluas 120 hektar.
PTFI saat ini sedang melakukan remediasi lingkungan di lokasi pembuangan limbah di Gesang Setyadi. Pemegang PhD di bidang lingkungan hidup adalah Wakil Presiden PTFI untuk Lingkungan Hidup/Pembangunan Berkelanjutan.
“Sekitar 30 tahun lalu di sini tidak ada tanaman, tandus seperti gurun pasir,” kata Gesang dalam perbincangan dengan saranginews.com di MP21.
Pria asal Wonosobo, Jawa Tengah, menjelaskan, upaya restorasi yang dilanjutkan dengan penanaman kembali diuji terlebih dahulu pada pohon pinus. Namun, tanah di TPA kekurangan unsur hara yang dibutuhkan tanaman.
Untuk mengatasinya, penggiat lingkungan hidup di MP21 memanfaatkan kotoran sapi sebagai pupuk organik. PTFI juga beternak sapi Brahman dan Bali.
Ternyata tanaman nanas tersebut tumbuh dengan baik. Syahdan, buah yang dikumpulkan dari tanaman dengan nama ilmiah Ananas Comosus itu telah diuji di Badan Pengawas Obat dan Makanan Indonesia (BPOM).
“Semuanya aman untuk dimakan,” kata Gesang.
Tes lainnya dilakukan dengan menanam semangka. Ternyata kandungan tembaga pada serasah membuat melon yang dihasilkan menjadi lebih renyah.
“Sulit sekali, ada krisis,” kata Gesang.
Tanaman lain yang ditanam di MP21 adalah sayuran, padi dan tanaman kecil. Bercocok tanam menggunakan sistem hidroponik.
Ada juga ladang di tanah ini yang sebelumnya tandus. Tanaman yang ditanam antara lain jeruk, matoa, mangga, lengkeng, markisa, sagu, pinang, bambu kelapa, dan kelapa sawit.
Hasil rendemen dipantau BPOM, kata Gesang.
Kolam ikan dibangun di gurun. Ada ratusan koi yang dipelihara di kolam-kolam bekas gurun tersebut.
Gesang mengatakan kualitas air kolam koi juga tetap terjaga. “Ikan ini gemuk,” kata ahli biologi kelautan itu sambil menunjuk ratusan koi yang menyerang makanan yang berserakan di danau.
Bukan hanya koi saja yang bisa tumbuh di lahan depan. MP21 juga beternak ikan nila, ikan mas, dan udang.
“Isi ikan dan udang diperiksa secara berkala oleh BPOM untuk memastikan aman dikonsumsi,” tambah Gesang.
IMP21 juga merupakan pameran atau tempat menampilkan keanekaragaman hayati. Gedung ini mempunyai tempat untuk terbangnya burung-burung yang hidup di Papua.
Hal menarik lainnya dari kawasan proyek keanekaragaman hayati adalah kawasan kupu-kupu.
“Papua kaya akan berbagai jenis kupu-kupu yang warnanya tidak ditemukan di daerah lain,” kata Gesang.
Nantinya juga akan dibuat museum di MP21. Itu disebut Museum Pertambangan.
Halaman museum juga telah direnovasi. Itu ditemukan di dekat atau di cagar kupu-kupu.
PTFI akan terus memperluas areal rehabilitasi dan reboisasi lahan terlantar. Gesang selaku pengelola program termotivasi untuk terus memulihkan keanekaragaman hayati di kawasan pinggir jalan.
Nama Gesang sepertinya dikaitkan dengan upaya memperpanjang umur anak saya. Gesang itu bahasa Jawa, artinya hidup, katanya sambil tersenyum. (saranginews.com)