Agustinus – Soleman Bersiap Maju Jadi Calon Bupati dan Cawabup SBD 2024-2029

P.

Pasangan berinisial AMAN ini menerima dukungan DPP Partai Demokrat pada Minggu (25/8) sore di kantor DPP Partai Demokrat, Jarnama Memorial Square.

Baca juga: Ketum Patria Gustaf Soroti Keputusan Airlangga Mundur Sebagai Ketum Golkar

Ketua DPP Partai Demokrat Agus Harimurti Ududhoyono (AHY) berencana membawa resolusi dukungan partainya kepada pasangan AMAN pada Minggu sore.

Di antara yang mendampingi pasangan AMAN dalam kesempatan tersebut adalah Ketua DPD Partai Demokrat Provinsi NTT Leonardus Leo dan Ketua DPC Partai Demokrat SBD Anohanes Ngongo Deta.

Baca juga: Catatan Presiden MPR: Lembah Sumber Daya Alam Membutuhkan Kondisi Kerja yang Baik

Sekadar informasi, Gustaf-SLD akan mendapat dukungan dari koalisi Partai Demokrat dan Partai Solidaritas Indonesia (PSI). Kabarnya, duo Gustaf-SLD akan didukung Partai Kebangkitan Nusantara (PKN) dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP).

Gustaf menjelaskan, dirinya dan SLD berpeluang maju sebagai calon bupati dan calon bupati SBD setelah keputusan penting Mahkamah Konstitusi (CJ) mengubah basis dukungan calon daerah dan calon wakil daerah.

Baca juga: Gustaf: Anak Kandung Patria Pancasila

Sekadar informasi, Mahkamah Konstitusi (CJC) sebelumnya telah menerima sebagian permintaan Partai Buruh dan Partai Gelora untuk mengurangi pencalonan calon daerah.

Dalam putusannya, Mahkamah Konstitusi menyatakan batasan pencalonan calon presiden daerah tidak lagi 25 persen suara partai politik/parpol atau 20 persen kursi pemilu legislatif KHRD.

MK memutuskan, tujuan pengangkatan pimpinan daerah dari partai politik sama dengan tujuan pengangkatan pimpinan daerah pada jalur independen/memisahkan/non-partai, sebagaimana diatur dalam Pasal 41 dan 42 UU Pemilu Daerah.

Laporan dari Mkri.id Dalam Putusan 60/PUU-XXII/2024, Mahkamah juga merinci batasan-batasan yang harus dipatuhi oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu untuk mendaftarkan pasangan kepala daerah. calon (gubernur, bupati, dan walikota).

Putusan perkara yang diajukan Partai Buruh dan Partai Gelora dibacakan dalam sidang pleno Mahkamah Konstitusi pada Selasa (20/8/2024).

Ketua Mahkamah Konstitusi Suhartoyo yang membacakan putusan mengatakan Mahkamah mengabulkan sebagian permohonan Partai Buruh dan Partai Gelora. Mahkamah tidak bermaksud bahwa Pasal 40(1) UU Pilkada tidak mengikat karena partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu dapat mendaftarkan pasangan calon jika mereka melakukan hal tersebut. Persyaratan pengangkatan calon walikota dan wakil walikota:

A. provinsi yang jumlah penduduknya mencapai 2.000.000 (dua juta) pemilih tetap, partai politik, atau gabungan partai politik peserta pemilu, wajib memperoleh paling sedikit 10% (sepuluh persen) suara di provinsi tersebut;

B. Provinsi dengan jumlah penduduk daftar pemilih tetap lebih dari 2.000.000 (dua juta) sampai dengan 6.000.000 (enam juta) orang, partai politik, atau gabungan partai politik peserta pemilu wajib memperoleh paling sedikit 8,5% suara (delapan persen). provinsi;

C. Provinsi yang mempunyai 6.000.000 (enam juta) orang dari 12.000.000 (dua belas juta) penduduk dalam daftar pemilih tetap, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memperoleh paling sedikit 7,5% suara setengah persen) di provinsi tersebut. ;

D. provinsi yang jumlah penduduknya lebih dari 12.000.000 (dua belas juta) orang yang termasuk dalam daftar pemilih tetap partai politik atau partai politik peserta pemilu, harus memperoleh paling sedikit 6,5% (enam setengah persen) suara di provinsi tersebut;

Pengangkatan Bupati dan Wakil Walikota, Walikota dan Wakil Walikota:

A. Kabupaten/Kota dengan daftar penduduk pemilih tetap sebanyak-banyaknya 250.000 (dua ratus lima puluh ribu) partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memperoleh paling sedikit 10% (sepuluh persen) suara. Kabupaten/Kota;

B. Kabupaten/Kota dengan jumlah penduduk pemilih tetap 250.000 (dua ratus lima puluh ribu) sampai dengan 500.000 (lima ratus ribu) orang wajib menerima paling sedikit 8,5% dari jumlah partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu. suara (delapan setengah persen) Kabupaten/Kota;

C. Kabupaten/Kota dengan jumlah penduduk daftar pemilih tetap lebih dari 500.000 (lima ratus ribu) dan sebanyak-banyaknya 1.000.000 (satu juta) orang, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu wajib memperoleh paling sedikit 7,5% suara. (tujuh). dan setengah persen) Kabupaten/Kota;

D. Kabupaten/Kota yang jumlah penduduknya lebih dari 1.000.000 (satu juta) orang yang termasuk dalam daftar pemilih tetap partai politik atau partai politik peserta pemilu harus memperoleh paling sedikit 6,5% (enam setengah persen) suara. Kabupaten/Kota.

Pasal 40 Ayat 3 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, Dan Walikota Menyatakan Pasal Nomor Bertentangan Dengan UUD 1945 Konstitusi Negara Republik Indonesia dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat,” kata Suhartoyo.

Sementara itu, dalam pendapat hukum yang dibacakan Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih, ketentuan pasal 40 ayat (1) UU Pilkada dinilai merupakan ketentuan yang turut menafsirkan ketentuan pasal 39 UU 8/2015. “Pasangan calon gubernur dan calon wakil gubernur, pasangan calon bupati dan wakil bupati, serta pasangan calon gubernur dan wakil gubernur diajukan oleh partai politik atau gabungan partai politik.”

Dalam konteks ini, ketentuan Pasal 40 ayat (1) UU Pilkada dirancang untuk menetapkan batasan pencalonan calon utama daerah oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta. pilihan dengan model alternatif. Pertama, apakah KHDR dapat memenuhi syarat untuk memperoleh paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah kursi. atau kedua, dapat memenuhi 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah suara sah yang dikeluarkan dalam pemilihan umum anggota KHDR di daerah masing-masing.

“Dua opsi pencalonan presiden daerah ditentukan oleh partai politik atau gabungan partai politik untuk menentukan pemilu mana yang layak,” kata Annie.

Sedangkan untuk alternatif pertama, persyaratannya lebih ditentukan dalam Pasal 40 ayat (2) UU Pilkada, yang pada dasarnya hanya memberikan ketelitian pada cara penghitungan persentase jumlah kursi KHDR. 20% Untuk memastikan jumlah kursi dalam KHDR dihitung dengan membulatkan jumlah kursi, jika bagian dari jumlah kursi tersebut menghasilkan bilangan pecahan.

Sementara itu, lanjut Annie, ketentuan pasal 40 ayat (3) UU Pilkada menjelaskan alternatif pengangkatan presiden daerah dengan perolehan 25% (dua puluh lima persen) suara sah dalam pemilihan umum anggota KHRD. daerah yang bersangkutan akan digunakan, namun belum dapat dipastikan apakah hasil suara sah menghasilkan nomor parsial sesuai model yang ditentukan dalam Pasal 40 Ayat 2 UU Pilkada.

Dalam hal ini, pasal 40 ayat (3) UU Nomor 10 Tahun 2016 memberikan ketentuan tambahan, yaitu pemungutan suara hanya berlaku “hanya bagi partai politik yang mempunyai kursi di KHDR”. “Konstitusi karena tidak sejalan dengan niat presiden, maka daerah dipilih secara demokratis sebagaimana diatur dalam pasal 18 ayat 4 UUD 1945.

Artinya harus menggunakan alternatif pertama atau kedua sesuai persyaratan Pasal 40 ayat (1) dan (3) UU Nomor 10 Tahun 2016 yang harus ditempatkan pada KHDR. partai politik yang resmi ditetapkan sebagai peserta pemilu serentak, yang telah mempunyai suara sah namun tidak mempunyai kursi di KHDR, karena tidak dapat mengajukan calon presiden daerah dan wakil presiden daerah,” kata Enny. (jumat/jpnn )

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *