saranginews.com, JAMBI – Budaya adat yang nyaris punah dihidupkan kembali dengan pagelaran seni yang berkaitan dengan generasi muda di malam puncak Festival Sesi Balai Panjang.
Melalui penampilan sanggar lokal, festival ini tidak hanya sekedar perayaan budaya, namun juga ajang edukasi yang membangkitkan nilai-nilai sejarah lokal dan kearifan lokal di masyarakat, khususnya di kalangan pemuda setempat dan generasi penerus.
Baca selengkapnya: Kemendikbud hadirkan keberagaman tradisi budaya Bali dan kesenian modern
Festival Sesi Balai Panjang digelar di Tanah Privek, Kabupaten Bingo, Jambi pada Rabu (21/8).
Direktur Film, Musik dan Media (PMM) Kemendikbud, Ahmed Mahindra menekankan pentingnya menghidupkan kembali warisan budaya yang hampir hilang seperti tradisi pertemuan Balai Panjang.
Baca selengkapnya: Festival Sidang Balai Panjang Tanah Perok: Peduli Lingkungan Melalui Kearifan Lokal
Menurut Pak Mahendra, Festival Balai Panjang yang menghadirkan kesenian daerah ini tidak hanya sekedar pameran, namun juga merupakan kontribusi masyarakat untuk menghidupkan kembali nilai-nilai budaya generasi muda.
“Melalui budaya dan seni yang disajikan dengan muatan ilmiah dan pemahaman sejarah, kami ingin mulai peduli terhadap lingkungan, sejarah, dan warisan budaya,” kata Mahindra dalam keterangannya, Jumat (21/8).
Baca selengkapnya: Festival of Fireboats menghadirkan karya kolaborasi dengan perpaduan tradisi dan seni
Pak Mahindra juga menyampaikan bahwa kegiatan kebudayaan yang berkaitan dengan generasi muda harus terus dilanjutkan.
Ia mengatakan dengan cara ini semangat penyelamatan kearifan lokal akan terus ada pada generasi muda
“Generasi muda kita patut diapresiasi dengan memberikan ruang berekspresi, mengedepankan nilai-nilai seni dan budaya,” kata Mahindra.
Kesenian yang ditampilkan sanggar lokal dan peserta festival ini antara lain Tari Tambak Tangka dari Sanggar Ampelo Jaya, Tari Burlek Gedang dari Sanggar Puspita, Tari Salibo Padi dari Sanggar Putri Balai Panjang, dan Sesi Balai Panjang dari Sanggar Bingo Kanhinok.
Pementasan sidang Balai Panjang ini terinspirasi dari tradisi menghukum diri sendiri yang telah dilakukan selama ratusan tahun.
Percobaan dilakukan di Rumah Teo Balai Panjang yang berusia ratusan tahun.
Kurator setempat Jafar juga menjelaskan pentingnya rumah Balai Panjang dalam kehidupan masyarakat setempat.
Menurut Pak Jafar, “Rumah Ba La Panjang” yang berbentuk seperti perahu ini menunjukkan bahwa suku Cham bergantung pada air.
Ia mengatakan Desa Ba Lai Panchang bukan hanya sekedar tempat tinggal tetapi juga pusat pengalaman tradisional yang menguasai segala sesuatu yang berkaitan dengan tradisi dan hukum.
Bentuknya yang seperti perahu menunjukkan bahwa kehidupan masyarakat sangat bergantung pada air dan lingkungan perairan, jelas Jafar.
Jafar menjelaskan, tradisi sidang Balai Panjang merupakan tradisi budaya yang mengakar kuat dalam kehidupan masyarakat Tanah Privek.
Oleh karena itu, Pak Jafar menyampaikan bahwa Pertunjukan Seni Balai Panjang tidak lepas dari nilai-nilai budaya lokal.
Pak Jaffar mengatakan: “Dengan mengajak generasi muda untuk berpartisipasi dalam seni, kontribusi dapat diberikan untuk melestarikan budaya.
Festival Bali Panjang telah membuktikan bahwa pelestarian budaya dapat dilakukan dengan banyak cara, salah satunya melalui pertunjukan seni yang berkaitan dengan generasi muda.
Begitu pula dengan warisan budaya yang hampir punah, mampu bertahan dan berkembang di tengah modernitas.
Azizah, Seniman Tari Salibo Padi dari Sanggar Putri Balai Panjang, menjelaskan makna mendalam di balik tarian yang ditampilkan pada malam terbesar festival tersebut, Tari Salibo Padi.
Menurut Aziza, tarian yang merupakan tradisi masyarakat setempat ini biasa digelar menjelang panen raya, sebagai tanda penghormatan terhadap alam dan rasa syukur atas kekayaan hasil bumi.
“Tarian ini mewakili kehidupan masyarakat yang sangat bergantung pada alam,” kata Aziza.
Tari Selbo Padi yang dibawakan oleh remaja dan siswa sekolah merupakan bentuk pelestarian budaya sekaligus pendidikan.
Melalui pertunjukan ini, para peserta tidak hanya mempelajari gerak tarinya saja, namun juga mengenal nilai-nilai budaya dan sejarah yang terkandung di dalamnya.
“Kami sangat bangga bisa menonjolkan kearifan lokal kami dengan pertunjukan tari Salabo Padi,” tutupnya.
Festival Sesi Balai Panjang 12 Kandori Swaran Bhumi Tahun 2024 yang diselenggarakan di Kabupaten Bangu merupakan salah satu festival budaya yang diharapkan dapat mempromosikan budaya dan pelestarian lingkungan di sepanjang Sungai Batanghari, meningkatkan kesadaran akan pentingnya menjaga warisan nenek moyang. di masa depan. balapan
Swarnabhumi Kenduri yang akan digelar di Daerah Aliran Sungai (DAS) Batanghari sendiri yakni di 10 kabupaten/kota Provinsi Jambi dan satu di Wilayah Dharmasraya, Sumatera Barat, mengangkat kisah pentingnya hubungan antara budaya dan pelestarian lingkungan hidup, khususnya sungai. , Dan Pada saat yang sama, ini juga tentang perlindungan lingkungan untuk budaya berkelanjutan.
Rangkaian program kebudayaan ini akan diselenggarakan di tingkat lokal, yang akan menjadi kekuatan untuk mempromosikan semangat Lat dalam mempromosikan pengetahuan lokal.
Setiap festival akan diselenggarakan oleh direktur festival dan kurator lokal serta oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan melalui Direktur Film, Musik dan Media, Direktur Jenderal Kebudayaan. (1 Maret/jpnn)