Pakar Hukum Nilai MK Tidak Konsisten soal Ambang Batas

saranginews.com, JAKARTA – Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 60 Tahun 2024 memperbolehkan partai politik di DPRD mengajukan calon kepala daerah di Pilkada.

Mahkamah Konstitusi menyebut ketentuan ini dimaksudkan agar suara sah yang diperoleh partai-partai dalam pemilu dapat digunakan untuk menyampaikan keinginannya.

UPDATE: Putusan MK Belum Pasti, Wajar DPR dan Pemerintah Tak Patuhi

Ahli hukum Nasrullah berpendapat, pandangan MK seharusnya diterapkan pada retensi suara partai di DPR.

Sebab, ada parpol yang tidak bisa menyampaikan keinginannya ke DPR karena terhalang aturan parlemen.

MASALAH LAINNYA: Pendapat Terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi Dalam Pembahasan Rancangan Undang-Undang Pilkada

Meski demikian, ia menegaskan Mahkamah Konstitusi selalu menolak perselisihan hasil pemilu nasional (PHPU) terkait batasan parlemen.

“Seharusnya begitu (pemahaman yang sama juga digunakan di DPR), namun PHPU terkait persoalan ini seringkali ditolak MK, alasannya selalu asas hukum terbuka atau untuk kepentingan sederhana dengan mengikutsertakan sejumlah parpol. ,” kata Nasrullah saat dihubungi.

UPDATE: MK Buka Pintu Anies Maju Gubernur DKI, Tapi DPR Tolak?

Selain itu, dia mengatakan, keputusan MK juga akan berdampak pada aturan pencalonan presiden pada pemilu 2029 mendatang.

Namun, pertanyaan selanjutnya adalah apakah partai non-MP bisa mencalonkan calon presiden.

Merujuk pada keputusan MK, Nasrullah merasa suara masyarakat diabaikan karena partai yang didukungnya tidak masuk parlemen.

“Dengan adanya keputusan 60 kemarin, kita sepertinya melihat akan ada peristiwa-peristiwa terhadap negara itu untuk mengukur batas-batas pemilu presiden, akan timbul pertanyaan hukum apakah kelompok yang bukan anggota parlemen boleh atau tidak mencalonkan calon. untuk posisi presiden. masa depan.” apa, “pungkasnya.

Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi sepakat aturan yang digugat Partai Buruh dan Partai Gelora membatasi pelaksanaan hak konstitusional partai politik peserta pemilu yang memperoleh suara sah dalam pemilu meski tidak memiliki kursi di DPRD. . .

Akibatnya, hal tersebut meremehkan pentingnya pemilihan kepala daerah yang demokratis sebagaimana tercantum dalam Pasal 18 ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Sebab, suara sah dalam hasil pemilu hilang karena partai politik tidak bisa memanfaatkannya untuk mengekspresikan keinginannya memperjuangkan haknya dengan cara ikut serta, kata Hakim MK.

Mahkamah Konstitusi menyatakan Pasal 18 ayat (4) UUD NRI 1945 mewajibkan pemilihan kepala daerah yang demokratis.

Salah satunya dengan memberikan kesempatan bagi seluruh partai politik peserta pemilu untuk mempunyai hak suara yang sah dalam pemilu untuk menunjuk calon-calon terbaik di daerahnya, sehingga masyarakat dapat mencari lebih banyak lagi orang yang dapat menjadi anggotanya. (dil/jpnn)Video terpopuler saat ini:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *