FPDR Desak KPU Laksanakan Putusan MK Soal Ambang Batas dan Usia Calon Kepala Daerah

saranginews.com, JAKARTA – Ketua Umum Forum Penyelamatan Demokrasi dan Reformasi (FPDR), Marsekal Agus Supriatna, TNI (Purn) mendesak Komisi Pemilihan Umum (KPU) segera melaksanakan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) 60 / PUU . /XXII/2024 dan 70/PUU-XXII/2024.

Pada Selasa (20/8/2024), dibacakan dua putusan Mahkamah Konstitusi yang mengatur tentang ambang batas pencalonan kepala daerah dan usia minimal calon kepala daerah pada Pilkada 2024.

BACA JUGA: Tanggapi Putusan MK, Megawati Umumkan Calon Kepala Daerah Gelombang Kedua Besok, Ada Jakarta?

“KPU diwajibkan undang-undang untuk melaksanakan putusan MK 60/2024 dan 70/2024 daripada melaksanakan hasil pengujian UU Pilkada yang hanya sia-sia DPR,” kata Agus Supriatna dalam keterangannya. Jakarta pada hari Kamis. . (22.08.2024).

Sebab, kata Agus, abad ke-24. Sesuai dengan izin pasal nomor 2

BACA JUGA: Daftar Calon Pimpinan Daerah yang Diusung NasDem di Pilkada Jabar 2024, Ada Tokohnya

Oleh karena itu, tidak ada upaya hukum lain seperti upaya hukum dan sebagainya. Harus segera dilaksanakan, kata Agus yang juga menjabat Kepala Staf TNI Angkatan Udara (KSAU) periode 2015 hingga 2017.

KPU sebagai self-regulatory body, lanjut Agus, terikat undang-undang untuk melaksanakan keputusan Mahkamah Konstitusi yang bersifat final dan mengikat, sehingga ia meminta lembaga penyelenggara pemilu segera mengkaji Keputusan KPU Nomor 8 Tahun 2024. nominasi gubernur dan wakil gubernur, gubernur dan wakil gubernur, serta walikota dan wakil walikota untuk mematuhi kedua putusan Mahkamah Konstitusi.

BACA JUGA: PAN Umumkan Calon Pimpinan Daerah di Banten, Daftar Lengkapnya di Sini

Selain itu, kata Agus, putusan MK yang segera berlaku tersebut mempunyai yurisprudensi, yakni Putusan Nomor 90/PUU-XI/2023 tanggal 16 September 2023 yang memberikan karpet merah kepada Gibran Rakabuming Raka, putra sulungnya. dibandingkan Jokowi. , yang dapat memulainya di pos. calon wakil presiden pada Pilpres 2024.

Begitu pula menurut Agus, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) hendaknya menjalankan fungsi “penyeimbang” sesuai rencana badan penyelenggara pemilu untuk memastikan putusan Mahkamah Konstitusi dilaksanakan oleh KPU.

“Apabila KPU dan Bawaslu tidak menjalankan tugas dan kewenangannya sesuai dengan undang-undang, maka DKPP (Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu, Red) harus memberikan sanksi seberat-beratnya terhadap tindakan pemilu yang berdasarkan laporan/pengaduan masyarakat. dengan prinsip pemilu yang demokratis, “Ini sesuai dengan undang-undang,” ujarnya.

Menurut Agus, sanksi tersebut patut diberikan mengingat ketidaktaatan terhadap putusan Mahkamah Konstitusi melanggar hak warga negara untuk memilih pasangan calon secara luas.

“Indonesia adalah negara hukum yang menganut sistem politik demokratis. Artinya penyelenggara pemilu harus mematuhi syarat hukum dan putusan lembaga peradilan, dalam hal ini Mahkamah Konstitusi,” jelasnya. .

Sekretaris Jenderal FPDR Rudi S Kamri menambahkan, langkah Badan Legislatif (Baleg) DPR merevisi UU 10 Tahun 2016 tentang Pilkada yang berlangsung dalam waktu sangat singkat, kurang dari 7 jam, hanyalah siasat untuk menghancurkan DPR. Kedua putusan MK tersebut “sangat baik bagi perkembangan demokrasi Indonesia dan terjaganya harkat dan martabat gerakan reformasi tahun 1998. Jadi, abaikan saja hasil review DPR terhadap UU Pilkada,” jelas Rudi. . juga mengamati kebijakan sosial.

“Jika KPU mengikuti UU Pilkada hasil revisi DPR yang dibahas sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi, maka Indonesia akan mengalami krisis konstitusi. Tindakan KPU dalam menyelenggarakan Pilkada Serentak di 2024 juga inkonstitusional,” lanjutnya.

Rudi juga mengingatkan, dalam hukum terdapat asas “lex posterior derogat legi priori”, yaitu asas penafsiran hukum, yaitu undang-undang yang terbaru (lex posterior) membatalkan undang-undang yang lama (lex priori). Prinsip ini hendaknya dijadikan acuan bagi Baleg DPR, sarannya.

Kemudian – tegas Rudi – Baleg DPR pada 70/2024. harus menerima putusan Mahkamah Konstitusi no. 23P Tahun 2024 Mahkamah Agung yang dibacakan Majelis Kehakiman MK pada 20 Agustus 2024. 29 Mei 2024, bukan sebaliknya.

Dalam rapatnya Rabu (21/8/2024) lalu, Baleg memutuskan menolak Permenaker 70/PUU-XXII/2024 tentang batas minimal usia calon kepala daerah. penerapan keputusan MK no. 60/PUU-XXII. /2024 yang melonggarkan ambang batas (threshold) penunjukan pemimpin daerah bagi seluruh partai politik peserta pemilu.

Baleg efektif menerima Putusan Mahkamah Agung no. 23P/HUM/2024 tanggal 29 Mei 2024 yang menyatakan bahwa calon pemimpin daerah harus dihitung pada saat calon terpilih dilantik.

Penolakan terhadap putusan MK mengenai batasan usia minimal calon kepala daerah bisa jadi karpet merah bagi Kaesang Pangarep, putra bungsu Presiden Jokowi yang diperkirakan maju pada Pilkada 2024.

Kaesang bisa memenuhi syarat tersebut karena kepala daerah terpilih hasil Pilkada 2024 akan dilantik pada 2025, setelah Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI) genap berusia 30 tahun pada 25 Desember 2024.

Sementara itu, Baleg DPR memutuskan Pasal 40 ayat (1) UU Pilkada yang mengatur ambang batas pencalonan 20 persen kursi DPRD atau 25 persen suara sah legislatif tetap berlaku bagi politisi partai yang memiliki kursi parlemen.

Hal ini memperbesar peluang pasangan calon tunggal menjawab kotak kosong pada Pilkada Serentak di Indonesia (ray/jpnn) Simak! Video Pilihan Editor:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *