saranginews.com, Jakarta – Air minum dalam kemasan (AMDK) dinilai lebih aman dan bersih dibandingkan sumber air lainnya.
Namun penelitian terbaru menunjukkan bahwa ada senyawa berbahaya bernama bromat yang mungkin ada di AMDK.
Baca juga: Kasus Kanker Meningkat, Hati-hati Gunakan AMDK Mengandung Bromat
Paparan bromat dalam jangka panjang dapat meningkatkan risiko berbagai jenis kanker, terutama kanker kandung kemih.
Selain bersifat karsinogenik, bromat juga dapat merusak organ lain seperti ginjal dan hati.
Baca Juga: Hati-hati, BPOM menyatakan kadar bromat dalam air minum tidak boleh melebihi batas
Beberapa penelitian menunjukkan hubungan antara paparan bromat dan peningkatan risiko penyakit.
Kepala Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) Mufti Mubarak mengingatkan masyarakat untuk menghindari penggunaan AMDK dengan kadar bromat tinggi.
Baca Juga: Pemerintah diimbau memperkuat informasi bahaya bromat pada air minum
Ia meminta pelanggan untuk memilih dan menggunakan AMDK.
“Konsumsi bromat yang berlebihan dapat meningkatkan risiko penyakit kanker,” kata Mufti baru-baru ini di Jakarta.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah menetapkan batas keamanan yang dapat diterima untuk kandungan bromat adalah 10 mikrogram per liter atau 10 bagian per miliar.
Padahal dari hasil penelitian yang dilakukan media menemukan bahwa AMDK masih memiliki kandungan bromat di atas batas keamanan.
Data hasil laboratorium awal Maret 2024 menunjukkan dari 11 jenis AMDK yang dijual di pasaran, jumlah bromat yang ditemukan paling rendah sebesar 3,4 ppb dan tertinggi 48 ppb.
Yang dikhawatirkan, ada tiga sampel AMDK yang mengandung bromat melebihi batas, yakni 19 ppb, 29 ppb, dan 48 ppb.
Padahal, BPOM menyatakan kandungan bromat pada AMDK tidak melebihi batas aman.
Karena kandungan bromat pada AMDK dianggap sulit untuk dihilangkan seluruhnya.
“Bromat tidak bisa terkandung dalam AMDK, kandungannya spesifik, sulit kita hilangkan seluruhnya, tapi ada batas maksimal yang bisa ditoleransi,” kata Pj Kepala BPOM Rizka Andalucia.
Sayangnya, belum ada peraturan konkrit mengenai bromat di Indonesia.
Dosen Ilmu Administrasi Publik Anpar Trisno Shakti Herwanto menilai bromat merupakan isu baru yang masih belum memiliki aturan ketat.
Ia menilai, regulasi yang lebih ketat terhadap bromat akan memakan waktu lama karena banyak kepentingan yang saling bersaing.
“Secara politis, strategi pengelolaan dan standardisasi AMDK sebenarnya tidak berjalan dalam ruang hampa. Tentu saja terdapat konflik kepentingan dalam pengambilan keputusan dan implementasi, apapun sifat kepentingan tersebut,” kata Trisno.
Ia menambahkan, informasi masyarakat dan konsumen sangat dibutuhkan.
Perilaku dan permintaan konsumen pada akhirnya menentukan keberlangsungan dan kekuatan AMDK, khususnya merek lokal dan dalam negeri.
Trisno menilai, pemerintah harus selalu melakukan upaya preventif, bukan hanya menunggu virus tersebut menjadi viral dan mendapatkan respons dari masyarakat.
Upaya preventif tersebut harus dibarengi dengan edukasi masyarakat sebagai konsumen untuk menciptakan lingkungan industri yang sehat bagi AMDK.
Kelonggaran kode etik akan merugikan masyarakat sendiri karena konsumen selalu menjadi korban.
Di sisi lain, produsen AMDK juga wajib mematuhi peraturan yang berlaku terkait standar produk yang dijual ke masyarakat.
Pasal 8 ayat 1 huruf a UU No. 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen mengatur bahwa pelaku profesi yang memproduksi atau mendistribusikan produk dan/atau jasa harus memenuhi standar.
Oleh karena itu, jika bromat berbahaya bagi tubuh, maka kandungan senyawa tersebut harus memenuhi batas keamanan setiap produk yang dijual kepada konsumen.
Hingga saat ini, ada beberapa contoh negara yang menarik produk AMDK karena kandungan bromatnya yang berlebihan.
Misalnya, otoritas AS telah menarik lebih dari 300.000 produk Zephyrhills AMDK dari pasaran karena kandungan bromatnya melebihi batas aman.
Apakah pemerintah Indonesia berani melakukan hal serupa untuk melindungi keselamatan dan kesehatan warganya? (mar1/jpnn)