saranginews.com, Jakarta – Ketua Kongres Rakyat Indonesia Bambang Soesatyo mengatakan amandemen UUD 1945 mengubah sistem dasar ketatanegaraan.
Salah satunya adalah relokasi MPR yang bukan merupakan lembaga negara berdaulat tertinggi dari seluruh kekuasaan yang melekat sebelumnya.
Baca juga: Bamsoet Datang Pelajari Makna Kemerdekaan Indonesia dalam Kehidupan Berbangsa
Namun MPR tetap mempunyai kewenangan konstitusional tertinggi untuk mengubah dan menyetujui konstitusi, termasuk pengambilan keputusan akhir dalam Sidang Presiden/Wakil Presiden.
“Setelah 26 tahun reformasi demokrasi, kini mulai bermunculan wacana-wacana untuk mengkaji opsi-opsi amandemen UUD NRI 1945, termasuk kalangan elit. Tujuannya untuk mengoreksi hasil Amandemen UUD yang dilaksanakan pada tahun 1999. hingga tahun 2002. Untuk itu, MPR periode 2019-2024 akan merekomendasikan kajian mendalam terhadap usulan amandemen UUD 1945,” kata Bamsoet saat itu, dalam seminar Hari Konstitusi yang digelar di Gedung Parlemen Jakarta pada Minggu (18/8).
Baca juga: Pembukaan Pertemuan Tahunan Bamsoet Merayakan Prabowo-Gibran
Dibawakan oleh Jimly Asshiddiqie, Yudi Latief dan Jimmy F. Usunan.
Hadir pula Wakil Ketua DPR RI Hidayat Nur Wahid dan Fadel Muhammad.
Baca juga: Bamsoet Dorong Kemajuan Motorsport Digital di Indonesia
Ketua DPR RI ke-20 ini menjelaskan, terkait pembahasan amandemen UUD NRI 1945, MPR mendapat banyak ambisi.
Pertama, perubahan terbatas terkait kewenangan MPR membentuk PPHN.
Kedua, amendemen atau perubahan besar-besaran terhadap UUD 1945 akibat amandemen sebelumnya.
Ketiga, kembali ke UUD 1945 sesuai dengan Keppres 5 Juli 1959. Keempat, kembali ke UUD 1945 yang asli, kemudian diubah melalui amandemen. Kelima, UUD tidak perlu diubah, karena UUD 1945 tidak perlu diubah. UUD Bamsoet tahun 1945 menjelaskan bahwa NKRI saat ini masih relevan.
Ketua Dewan SOKSI Depina (pendiri Partai Golkar) dan Kepala Biro Politik, Hukum, dan Keamanan KADIN Indonesia menjelaskan bahwa mendesaknya reformasi konstitusi bermula dari kekhawatiran masih adanya kesenjangan. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berlaku saat ini.
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia pasca Reformasi tahun 1945 tidak mempunyai jalan keluar segera jika terjadi sengketa konstitusi atau kebuntuan atau kebuntuan politik.
Hingga saat ini, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 belum mempunyai ketentuan hukum yang mengatur tata cara pelaksanaan jabatan publik karena penyampaian hasil pemilu tepat waktu. Artinya, pergantian anggota DPR dan DPD pada 1 Oktober untuk pemilu legislatif dan 20 Oktober untuk pemilu presiden setiap lima tahun sekali.
“Bagaimana jika keadaan darurat mengakibatkan pemilu tidak dapat diselesaikan tepat waktu sesuai konstitusi? Jadi secara hukum tentu tidak ada anggota legislatif, ketua, dan/atau wakil presiden yang terpilih sebagai produk sampingan dari pemilu. pemilu.” Jadi, siapa yang mempunyai kewajiban atau kewenangan hukum untuk mengatasi situasi berbahaya tersebut?
Letjen TNI Pemuda Pancasila menambahkan, UUD NRI Tahun 1945 dapat memberikan solusi konstitusional untuk mengatasi kendala konstitusi.
Jika situasi seperti ini muncul, maka prinsip kedaulatan rakyat harus diterapkan untuk mengatasi situasi berbahaya tersebut.
“Sebagai representasi prinsip kedaulatan rakyat, MPR harusnya kembali mempunyai kewenangan terhadap suatu hal yang luhur. Kekuasaan fiskal atau kekuatan politik pungkas Bamsoet (jpnn).
Baca selengkapnya… Bamsoet menyebut ribuan tamu akan menghadiri Sidang Tahunan MPR 2024 besok