saranginews.com, Jakarta – Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) harus menjadi agen moral Pancasila dan kritis ketika implementasi nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dilanggar.
Sebagai ideologi bangsa Indonesia, Pancasila harus menjadi ruh dan konteks pembangunan bangsa dan kehidupan bernegara.
Baca juga: Dalam rangka Tahun Baru Islam, BPIP dan TNI AD adakan lomba di Desa Pancasila
Ibarat oksigen, nilai dan semangat Pancasila harus meresap dan menjiwai seluruh lini kebijakan dan pelaksanaannya, kata Komaruddin Hidayat, Rektor Universitas Islam Internasional Indonesia (UIII) di Jakarta.
Menurut mantan rektor UIN ini, BPIP harus bisa menyuarakan suara kritisnya ke depan ketika para intelektual dan dunia kampus hanya berdiam diri.
Baca Juga: Penguatan Nilai Panaksi Masyarakat, PKM Diselenggarakan Dosen UNESCO di Desa Ketpanrame
Jika ditemukan penyimpangan dalam penerapan nilai-nilai Pancasila, BPIP harus bertindak etis.
Oleh karena itu, perlu adanya rencana aksi dan langkah-langkah strategis dari BPIP, serta alat untuk memantau dan memajukan Pancasila, khususnya departemen yang terkait langsung dengan BPIP, seperti Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Agama. Urusan, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara, dan Kementerian Dalam Negeri,” ujarnya.
Baca Juga: Selain Jilbab Paskibraka, Kepala BPIP Pernah Ribut Soal Agama yang Jadi Musuh Terbesar Pansila
Komarudin menambahkan, BPIP tidak melakukan koordinasi kegiatan atau kerja sama secara strategis dengan lembaga kementerian di Tanah Air.
“Yang terjadi kemudian BPIP hanya menjadi pusat penelitian yang tidak dirasakan kehadirannya di masyarakat,” ujarnya.
Oleh karena itu, Komaruddin mengingatkan, jika BPIP dibubarkan, mungkin tidak ada satu pun warga Pemkot yang merasa dirugikan. Untuk itu, peran strategis BPIP di masyarakat perlu diperkuat.
“Setiap akhir tahun, BPIP harus menyusun Indeks Prestasi Pancasila seperti Corruption Watch yang merupakan indikator korupsi. Indeks Prestasi Pancasila dapat disusun dengan metode yang akurat dan valid,” ujarnya.
Diketahui, BPIP didirikan berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 1 Tahun 2010 dan 7 Tahun 2018.
Dilihat dari tanggung jawab dan fungsi BPIP, jika BPIP dijadikan sebagai lokomotif pengusung ideologi Panchshila, khususnya mengenai peran pemerintah dalam melindungi kelompok minoritas, kenyataannya masih terdapat kekurangan.
BPIP terus fokus pada aspek asesmen, pendidikan, pelatihan, sosialisasi dan evaluasi.
Kewenangan BPIP terhadap kebijakan yang bertentangan dengan Pancasilia juga sebatas memberikan rekomendasi kepada badan pembuat kebijakan.
Posisi ini tentu tidak sejalan dengan gagasan perkembangan ideologi.
Adapun ideologi erat kaitannya dengan pembentukan negara. Pembahasan mengenai pembentukan negara sangatlah mendasar.
Oleh karena itu, badan atau lembaga yang diberi wewenang juga harus bersifat fundamental. Dasar artinya mempunyai hak-hak yang mendasar dan kuat.
Untuk itu BPIP harus diperkuat mengingat BPIP adalah lembaga negara.
Jangan memberikan kewenangan yang lebih kecil kepada lembaga-lembaga besar yang terkait dengan prinsip-prinsip negara dibandingkan dengan lembaga-lembaga lain yang tidak terkait dengan kebijakan negara atau pengembangan obat mujarab.
Letak atau organisasi BPIP tidak boleh berdasarkan perintah Presiden, melainkan harus sesuai dengan lembaga negara berdasarkan UUD 1945 (dil/jpnn).