saranginews.com, JAKARTA – Skandal penundaan atau denda impor beras senilai Rp 294,5 miliar dinilai aneh sekaligus ajaib dan hanya terjadi di negeri gaib.
Sebab, barang atau produk beras yang diimpor pemerintah ditahan dan tidak segera dikeluarkan sehingga menimbulkan keterlambatan atau denda sebesar Rp294,5 miliar.
BACA JUGA: Skandal Shutdown Bukti Sistem Impor Beras Merugikan Politik dan Ekonomi Nasional
“Aneh dan ajaib (ini hanya terjadi di negeri penyihir). Saya kira, ada komoditas (beras) yang diimpor tapi tidak segera dikeluarkan. “Aneh dan ajaib,” kata Rokhmin Dahuri, Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB) pada diskusi “Ketahanan Pangan, Kebijakan Pangan, dan Kemandirian Nasional” di Jakarta.
Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan era Presiden Megawati Soekarnoputri menilai penundaan tersebut merupakan kesengajaan dan kurangnya kemampuan pejabat pemerintah.
BACA JUGA: Skandal pekerjaan impor beras harus diusut tuntas demi menyelamatkan petani
“Paling tidak harus tahu manajemen logistik. Kalau sudah tahu ada impor,” tandasnya.
Sehingga Rokhmin Dahuri berharap aparat penegak hukum bisa segera memanggil pihak-pihak yang diduga terlibat dalam skandal penundaan atau denda impor beras senilai Rp 294,5 miliar tersebut.
BACA JUGA: Terlambat Rp 294 Miliar – Ekonom Rekomendasikan Audit BPK
“Jika tidak ada dukungan yang kuat, maka unsur-unsur tersebut perlu dipanggil dan didengarkan,” jelasnya.
Dia menegaskan, pemanggilan hukum terhadap pihak-pihak yang terlibat skandal penundaan Rp 294,5 miliar itu perlu dilakukan meski denda impor sudah dibayarkan karena masih menggunakan uang rakyat.
“Kalau kita lihat sistem perekonomiannya juga uang negara (asuransi). Seolah-olah Bulog tidak akan rugi apa-apa. Tapi asuransi adalah kerugian. Jadi di mana, pelanggan? “Pemerintah juga melakukan hal yang sama,” tegasnya.
Kementerian Perindustrian sebelumnya mengungkap 1.600 kontainer beras ilegal senilai Rp 294,5 miliar terdampar di pelabuhan Tanjung Priok di Jakarta dan Tanjung Perak di Surabaya.
Menurut Kementerian Perindustrian, 1.600 kontainer beras termasuk di antara 26.415 kontainer yang terdampar di dua pelabuhan tersebut.
Keberadaan 1.600 kontainer berisi beras ilegal itu diketahui berdasarkan data yang diperoleh melalui Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC). Ribuan kontainer, termasuk yang berisi beras, terdampar dan masih belum diketahui legalitasnya.
Sementara itu, KPK sendiri dan Kajian Demokrasi Rakyat (SDR) sepakat mengusut data terkait keterlibatan Bapanas-Bulog dalam skandal penundaan atau denda impor beras senilai Rp 294,5 miliar.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta informasi dan data keterlibatan Bulog dan Bapanas dalam skandal penundaan Rp 294,5 miliar. (dil/jpnn)