saranginews.com, JAKARTA – Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) melaporkan peningkatan kebutuhan asuransi kesehatan akan terus berlanjut hingga tahun 2024.
Pada periode Januari hingga Maret 2024, industri asuransi jiwa di Indonesia membayar klaim kesehatan sekitar Rp5,96 triliun.
BACA JUGA: Asuransi BRI Bayar Klaim Asuransi Alat Berat Rp 300 Juta
“Jumlah ini meningkat sebesar 29,6% dibandingkan periode yang sama tahun lalu,” ujar Presiden Pengurus AAJI Budi Tampubolon dalam sambutannya pada Indonesia Underwriting Summit (IUS) 2024 yang diselenggarakan Persatuan Penjaminan Jiwa Indonesia (PERUJI) yang diumumkan pada hari ini. Jumat (16/8).
Berdasarkan laporan AAJI, klaim asuransi kesehatan akan terus tumbuh antara 25% hingga 30% mulai pertengahan tahun 2022.
BACA JUGA: BRINS Bayar Klaim Korban Kebakaran Jayapura Selatan
Angka ini lebih tinggi dibandingkan laju pertumbuhan obat di Indonesia yang sebesar 13% pada tahun 2023.
“Secara nominal, klaim asuransi kesehatan meningkat 21,9% menjadi Rp 2,07 triliun q-t-q dan meningkat 32% dibandingkan kuartal I 2022,” imbuhnya.
BACA JUGA: Lifepack memudahkan nasabah asuransi kesehatan mendapatkan perawatan kesehatan
Ia menambahkan, klaim asuransi meningkat signifikan dalam tiga tahun terakhir pascapandemi Covid-19. Sebagai perbandingan, pada kuartal I 2022 jumlah klaim yang diajukan sekitar Rp 3,32 triliun.
Kemudian meningkat menjadi Rp 4,6 triliun pada kuartal I 2023, dan melonjak menjadi Rp 5,96 triliun pada kuartal I 2024.
“Dengan peningkatan klaim asuransi kesehatan swasta mencapai Rp3,89 triliun (naik 34% q-t-q) pada periode Januari-Maret 2024 dibandingkan triwulan I-2022. Angka tersebut menunjukkan peningkatan signifikan sebesar 42,7%,” ujarnya.
Tren ini mendapat perhatian serius dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Deputi Komisioner Pengawasan Asuransi, Penjaminan, dan Dana Pensiun OJK Iwan Pasila mengatakan, perusahaan asuransi harus mampu melakukan profiling dan pemetaan risiko sesuai segmentasi pasar.
“Ada juga tantangan dimana proses dan persyaratan penjaminan menjadi kunci keberhasilan,” kata Iwan.
Oleh karena itu, menurut Budi Tampubolon, underwriter dan klaim merupakan 2 dari 3 perusahaan terpenting dalam asuransi jiwa selain aktuaris. Hal ini sejalan dengan peta jalan asuransi jiwa yang disiapkan OJK terkait dengan promosi dan pengembangan usaha.
Tugas penjaminan adalah menghubungkan tertanggung dengan haknya, kata Budi.
Senada, CEO PERUJI Radix Yunanto mengatakan, bisnis underwriting dan pengelolaan liabilitas merupakan jantungnya industri asuransi, dan keduanya memiliki keterkaitan yang erat.
Penjamin emisi mengambil pengetahuan dan pilihan risiko (underwriting) agar tertanggung dapat memperoleh premi yang sesuai dengan risiko yang dimilikinya.
“Dalam proses ini diharapkan akan terbangun ekuitas untuk membayar premi bagi perusahaan asuransi dan konsumen,” kata Radix yang juga menjabat sebagai Strategic Development Division Head PT Reasuransi Indonesia Utama (Persero).
Radix melanjutkan, tren peningkatan kebutuhan industri asuransi jiwa saat ini menjadi alasan untuk meningkatkan sinergi antara underwriter dan manajemen liabilitas.
Proses underwriting ini penting karena setelah identifikasi risiko selesai, tim underwriter dapat menetapkan tertanggung pada kategori risiko yang sesuai, yaitu risiko penolakan, risiko substandar, risiko standar, dan risiko preferensi.
“Area permasalahan ini dapat menjadi pedoman pengelolaan yang bertanggung jawab atas penyampaian klaim yang diajukan pelanggan,” ujarnya.
Ia menuturkan, saat ini sinergi antara underwriter dan manajemen liabilitas saat ini kurang baik dan masih bisa ditingkatkan. Saatnya diselenggarakan Indonesia Underwriting Summit (IUS) ke-5 dengan tema “Team Up and Accelerate! Underwriting- Claim Collaboration to Enhance Business Process and Portfolio”.
“Kerja sama antara underwriter, Claimant, dan Actuaries sangat penting bagi keberhasilan industri asuransi, sehingga tidak saling tuding mencari kesalahan tapi mencari hasil,” pungkas (esy/jpnn).