DPRD DKI Usulkan Opsi Pendanaan untuk Capai Target Pipanisasi Air Bersih

saranginews.com, JAKARTA – Tahun ini Jakarta merayakan ulang tahunnya yang ke-497, sebuah usia yang cukup tua untuk sebuah kota metropolitan. Pemprov DKI Jakarta menangani berbagai permasalahan, salah satunya adalah penyediaan layanan air bersih.

Berdasarkan data Pemprov DKI Jakarta, baru 69 persen yang mencapai cakupan air bersih Jakarta pada April 2024.

BACA JUGA: Selamat menikmati dan bersorak karena pipa gas Cirebon-Cilacap segera selesai

Banyak hal yang perlu segera diatasi agar cakupan air bersih bisa mencapai 100 persen pada tahun 2030, termasuk permasalahan pipa air bersih.

Wakil Ketua Komisi C DPRD DKI Jakarta Rasyidi menilai permasalahan ini merupakan tantangan serius bagi pemerintah provinsi.

BACA JUGA: Inisiatif Kemanusiaan Bangun Pipa Air Bersih untuk Desa Terdampak Banjir Bandang di Lebak

“Saat ini belum ada satupun PDAM di seluruh Indonesia yang mencapai cakupan 100 persen,” kata Rasyidi.

Situasi ini semakin meningkatkan kebutuhan layanan air bersih 100 persen di Jakarta.

BACA JUGA: Kekeringan di Lhokseumawa, Kementan siap bantu pompa dan pipa

Sementara itu, program pipa air bersih hingga 100 persen di wilayah Jakarta tidak hanya ditujukan untuk memenuhi kebutuhan air masyarakat.

Selain itu, kebijakan ini dilakukan untuk mencegah terjadinya penurunan permukaan tanah di pesisir pantai Jakarta akibat pengambilan air tanah.

Upaya Pemprov DKI Jakarta melalui PAM JAYA untuk mewujudkan hal tersebut tentunya harus mempertimbangkan proses percepatan penambahan pipa air bersih yang tidak mudah, serta mempertimbangkan aspek pembiayaan dan investasi yang tidak murah.

Selain itu, penyedia layanan tidak hanya dihadapkan pada kebutuhan jaringan tambahan.

Namun, terdapat juga pipa-pipa tua buatan Belanda yang rentan terhadap kebocoran atau air non-produktif (NWW).

Rasyidi mengatakan, ada beberapa opsi yang bisa dilakukan Pemprov DKI untuk mengatasi permasalahan anggaran untuk menghidupkan kembali pipa air bersih.

Pertama dengan Rencana Penanaman Modal Daerah (RPIP). Rencana ini dapat dilaksanakan dengan melakukan simulasi pembangunan MRT dan proyek lainnya.

“Dukungan dari PMD ya, seperti MRT Rp 4,2 triliun, Jakpro Rp 3,2 triliun dan lain-lain,” ujarnya kepada wartawan.

Skema kedua memberikan pinjaman ke bank, misalnya Bank DKI.

“PDAM itu badan usaha, jadi kalau mau ke bank, pinjam uang ke bank, bisa apa saja. Tidak ada masalah,” ujarnya.

Rasyidi mengatakan, dalam hal refund, penyedia jasa dapat melakukan penyesuaian tarif yang harus dipesan oleh PAM JAYA jika dilakukan.

“Tetapi penyesuaian tarif bukan untuk masyarakat miskin. “Modifikasi untuk industri dan pelanggan rumahan kelas menengah ke atas,” ujarnya.

Nanti ambang batas bawah 10 m3 tetap sama, tapi kalau melebihi biayanya akan berbeda, kata Rasyidi.

Sementara itu, usulan penyesuaian tarif air bersih serupa disampaikan Anggota DPRD Fraksi PAN Lukmanul Hakim dalam rapat paripurna pengesahan Rancangan Peraturan Daerah tentang Tanggung Jawab Penyelenggaraan APBD DKI Jakarta (P2APBD) Tahun Anggaran 2023 menjadi Peraturan Daerah (Perda). ), Selasa (8.6.).

Selain dinilai terlalu murah, perbedaan tarif air minum antara industri dan rumah tangga juga tidak jauh berbeda.

Sebagai informasi, saat ini tarif air PAM untuk rumah tangga sederhana sekitar 3.550 untuk pemakaian maksimal 20 meter kubik.

Untuk industri, harga air bersih berkisar Rp8.150 hingga Rp12.550 untuk konsumsi hingga 20 meter kubik, tergantung jenis usahanya.

Mekanisme terakhir adalah skema business-to-business (B2B), seperti pada proyek MRT.

Rasyidi mencontohkan, yakni dengan bekerja sama dengan negara lain seperti Jepang atau China untuk menyediakan pipa air bersih dengan jaminan terbayar dalam beberapa tahun ke depan.

Sementara itu, Ketua Umum Organisasi Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi mengatakan air merupakan kebutuhan pokok atau jasa esensial manusia.

Apabila menjadi air murni yang didistribusikan oleh PDAM, maka harus memenuhi baku mutu tertentu dari segi biologi, kimia dan aspek khusus lainnya.

Oleh karena itu, dalam perhitungan tarif perlu diperhatikan faktor daya beli/ATP (ability to pay) serta sisi WTP (willingness to pay).

“Tarif berdasarkan biaya dasar penyediaan dapat dikenakan dengan margin keuntungan yang wajar kepada pelanggan kelas menengah atas, rumah tangga, dunia usaha, dan industri,” kata Tulus.

Terkait kebutuhan dasar air masyarakat, Rasyidi mengatakan batas minimal penggunaan air bersih adalah 10 m3 per kepala keluarga/bulan untuk kebutuhan dasar seperti mandi, mencuci, dan toilet.

Oleh karena itu tarif air bersih harus memperhitungkan daya beli masyarakat dalam batas 10 m3.

Selain bulan purnama ini, ada harapan lain akan adanya air bersih di Jakarta. Tulus mengatakan, “PDAM juga harus punya target yang terukur, agar air PDAM bisa diminum langsung dari keran secara bertahap, dari segi kualitas seperti air keran di negara-negara Eropa.” (dil/jpnn)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *