saranginews.com, JAKARTA – Ekonom politik Salamuddin Daeng meminta agar skandal uang tebusan Rp 294,5 miliar diusut tuntas hingga ke akar-akarnya.
Dia menegaskan, aparat penegak hukum bisa menyelamatkan petani dengan mengusut tuntas penipuan tersebut.
BACA JUGA: Penilaian Ahli Potensi Kerusakan Terkait Pemusnahan 1.600 Kontainer Beras Ilegal
“Sistem hukum harus mempunyai tujuan untuk menyelamatkan petani, sehingga mempunyai keinginan yang kuat untuk menangani skandal kerugian sebesar RP 294,5 miliar,” tegasnya, Rabu (14/8).
Salamuddin Daeng melanjutkan, aparat penegak hukum harus bisa mengusut tuntas penipuan demurrage ini karena impor beras saat panen petani merupakan tindakan kriminal.
BACAAN LEBIH LANJUT: Penutup Kerusakan: Kementerian Perindustrian Pertanyakan Larangan UU Tanaman Padi
Selain itu, dia menyebut ada denda hingga Rp294,5 miliar atas keberadaan 1.600 barel beras ilegal.
“Harus diusut tuntas, (beras yang masuk ke dalam negeri) itu kejahatan bahkan saat panen raya, apalagi hukumnya,” ujarnya.
BACA JUGA: Targetkan Ekspor Beras, Megawati Sebut Lahan Subur Dialihfungsikan Jadi Bangunan
Salamuddin Daeng menegaskan, pemerintah harus fokus membantu petani dengan tidak menjual beras ke luar saat hari raya.
Salamuddin Daeng juga mengingatkan, impor beras saat panen merupakan kejahatan terhadap petani.
“Pada saat yang sama, harga gabah di petani mengalami penurunan, jauh lebih rendah dibandingkan tahun lalu. “Pemerintah harus membantu petani dengan tidak membeli beras dari luar negeri saat panen raya,” ujarnya.
Sebelumnya, Kementerian Perindustrian mencatat ada 1.600 kontainer dengan nilai demurrage Rp 294,5 miliar berisi beras ilegal tertahan di pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta dan Tanjung Perak, Surabaya.
Kementerian Perindustrian menyebutkan, tong beras tersebut merupakan bagian dari 26.415 tong sampah yang diblokir di dua pelabuhan tersebut.
Adanya 1.600 kontainer berisi beras ilegal ditemukan dalam statistik yang diperoleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC).
Ribuan kontainer telah terpasang, termasuk kontainer beras, dan integritasnya tidak diketahui.
Sementara itu, Komite Pemberantasan Korupsi dan Investigasi Demokrasi Rakyat (SDR) sendiri terhubung untuk mengusut fakta keterlibatan Bapanas-Bulog dalam skandal hilangnya atau pembayaran beras dari negara lain senilai Rp. 294,5 miliar.
KPK meminta keterangan dan data keterlibatan Bulog dan Bapanas dalam skandal korupsi Rp 294,5 miliar.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dari Dumas menelepon pada 11 Juli 2024 pukul 16.11 WIB. Meminta keterangan mengenai data yang dilaporkan SDR, kata Hari, Minggu (4/8).
Dari dokumen hasil audit sementara Kelompok Riset Laba Beras Luar Negeri, ditemukan adanya permasalahan dokumen impor yang menyebabkan penurunan tarif atau denda total sebesar Rp 294,5 miliar.
Dalam penjelasannya, Riviu Group menjelaskan adanya permasalahan dokumen impor yang tidak benar dan tidak lengkap sehingga menimbulkan pungutan atau biaya impor beras dari negara lain di Bapanas-Bulog yang berlangsung di bea cukai/pelabuhan Sumut, DKI Jakarta, Banten. . dan Jawa Timur.
Akibat dokumen impor yang tidak akurat dan lengkap serta permasalahan lainnya, mengakibatkan pengurangan biaya atau denda beras Bulog-Bapanas senilai Rp 294,5 miliar.
Memiliki data wilayah Sumut sekitar Rp22 miliar, DKI Jakarta Rp94 miliar, dan Jawa Timur Rp177 miliar. (dil/jpnn)