saranginews.com, Jakarta – Platform peer-to-peer (P2P) lending sangat penting untuk dipahami masyarakat.
Kesalahpahaman tentang P2P lending seringkali menjadi akar permasalahan di masa depan.
Baca Juga: Fintech P2P Lending Berperan Penting dalam Pertumbuhan UMKM
Hal itu diungkapkan OJK Hendrikus Pasagi, mantan Direktur Perizinan dan Pengawasan Financial Technology sembari menyoroti persoalan P2P lending di Indonesia.
Hendricks menjelaskan, P2P lending merupakan inovasi pendanaan yang menghubungkan pemberi pinjaman dan peminjam secara langsung.
Baca Juga: HDIT Doeku Fokus Tingkatkan Platform P2P Lending
Platform P2P bertindak sebagai perantara yang memfasilitasi pertemuan online antara dua pihak.
“Penyedia pinjaman P2P tidak diperbolehkan membebankan biaya kepada pemberi pinjaman atau peminjam,” tegasnya dalam keterangan tertulis, Kamis.
Baca Juga: Fakta Baru Kasus Video Porno Audrey Davis, Pemeran Pria dan Lokasinya
Hendricks menambahkan, “Konsepnya mirip dengan meminjamkan uang kepada teman. Jika teman kita tidak mampu membayar kembali pinjamannya, kita tidak bisa menuntut platform yang kita temui.”
Kesalahpahaman yang umum terjadi adalah bahwa P2P lending sama dengan lembaga keuangan tradisional seperti bank. Padahal, model bisnis keduanya sangat berbeda.
“Dalam P2P lending, risiko kredit sepenuhnya ditanggung oleh pemberi pinjaman. Platform hanya berperan sebagai fasilitator,” ujarnya.
Setelah itu, dia mencontohkan pemerintah membatalkan persetujuan Tanifund beberapa waktu lalu. Menurut Hendricks, hal ini biasa terjadi di industri yang dinamis seperti fintech.
“Pencabutan izin tidak selalu berarti penipuan atau kejahatan. Bisa karena alasan operasional atau karena risiko bisnis,” ujarnya.
“Penting untuk kita pahami bahwa P2P lending merupakan bagian dari inklusi keuangan yang bertujuan untuk memperluas akses pembiayaan bagi masyarakat,” kata Hendricks.
Ia mengatakan, perlindungan hukum tidak hanya berlaku bagi konsumen, namun juga bagi pelaku usaha.
“Jika pemberi pinjaman tidak melakukan apa yang telah disepakati, platform P2P berhak melakukan tuntutan balik,” tegasnya.
“Untuk itu, edukasi masyarakat sangat penting untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap industri fintech,” kata Hendricks.
Dalam kasus Taneyfund, Hendricks menyarankan agar kedua belah pihak bisa mencari solusi terbaik melalui arbitrase atau negosiasi.
Ia berharap kasus ini dapat menjadi pembelajaran berharga bagi semua pihak termasuk regulator, pelaku industri, dan masyarakat. (RHS/JPNN)
Baca artikel lainnya… Informasi Terbaru Polisi dalam Kasus Pornografi Anak Tokoh Masyarakat