saranginews.com, Jakarta – Boikot impor beras atau penipuan denda semakin menjadi berita utama. Hal ini setelah terungkap 1.600 kontainer berisi beras ilegal tertahan di pelabuhan Tanjung Prik dan Tanjung Perak.
Penipuan senilai R294,5 miliar ini sekaligus menegaskan bahwa skema impor beras telah berdampak buruk di berbagai sektor. politik dan perekonomian negara tersebut
Baca selengkapnya: Penipuan denda keterlambatan membuktikan kegagalan Bapnas-Bulog mencapai ketahanan pangan
Siswanto Rusdi, Direktur Lembaga Maritim Nasional (Namarin), mengatakan skandal pembatalan tersebut mengungkap adanya permasalahan besar dalam perencanaan impor di Indonesia.
“Saya katakan hal ini ada benarnya karena (pola) yang muncul di luar kebiasaan distribusi beras yang normal. Oleh karena itu, masuk akal jika ada denda keterlambatan hingga Rp294,5 miliar. “Yang membutuhkan (beras pasti bertanya prosesnya seperti apa,” tegasnya, Selasa (13/8).
Baca selengkapnya: Penipuan denda keterlambatan: Kementerian Perindustrian mempertanyakan legalitas kontainer beras yang ditahan
Siswanto Rusdi menambahkan, penipuan denda keterlambatan juga menunjukkan buruknya komunikasi antar lembaga dan kementerian.
“Itu yang jadi masalah. Komunikasi antar institusi kurang baik. Tapi sebagai orang desa, saya melihat di sana juga ada permainan (korupsi). Ya, tidak mungkin makan sendirian. “Ini mencakup seluruh rantai. Bukan hanya pemilik kapal,” jelasnya.
Baca selengkapnya: Biaya keterlambatan sebesar Rp 294 miliar terlalu tinggi Ekonom menyarankan untuk memeriksa BPK
Siswanto Rusdi berharap aparat penegak hukum Termasuk Komite Pemberantasan Korupsi Kantor Kejaksaan Agung dan Polisi Kerajaan Thailand Penipuan pembatalan impor beras senilai Rp294,5 miliar bisa terungkap. yang menimbulkan kerugian pada berbagai sektor politik dan ekonomi di Republik Indonesia
Ia menyimpulkan, “Bagaimana pengungkapannya adalah tanggung jawab Komisi Nasional Pemberantasan Korupsi (NACC), Mabes Polri, dan kejaksaan.”
Sebelumnya, Kementerian Perindustrian mengungkap 1.600 kontainer berisi beras ilegal tertahan di pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, dan Tanjung Perak, Surabaya.
Kementerian Perindustrian menyebutkan 1.600 kontainer beras tersebut merupakan bagian dari 26.415 kontainer yang kandas di dua pelabuhan tersebut.
Informasi yang diterima melalui Direktur Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) mengungkapkan, terdapat 1.600 kontainer berisi beras ilegal.
Ribuan kontainer kandas, termasuk kontainer beras. Namun legalitasnya masih belum diketahui.
Sementara itu Komisi Pemberantasan Korupsi dan Pendidikan Demokrasi Rakyat (SDR) juga telah mengkoordinasikan penyelidikan atas informasi keterlibatan Bapnas-Bulog dalam penipuan denda keterlambatan/denda impor sebesar R294,5 miliar.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah meminta data dan informasi terkait keterlibatan Bulog dan Bapnas dalam penipuan denda keterlambatan tersebut.
“Panggilan Dumas ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 11 Juli 2024 pukul 16.11 WIB “meminta informasi mengenai data SDR yang dilaporkan,” kata Hari, Minggu (8/4).
Kegiatan pembelian beras luar negeri Dokumen yang diterima dari tinjauan sementara oleh tim peneliti Diketahui terdapat permasalahan dokumen impor yang mengakibatkan pembayaran denda atau denda sebesar 294,5 miliar Rupiah.
Dalam penjelasannya, tim pemeriksa menyebutkan terdapat kendala pada dokumen impor yang tidak lengkap dan tidak lengkap. Hal ini menyebabkan terjadinya perpindahan atau penyesuaian beras impor Bapnas-Bulog yang tiba di Bea Cukai/Pelabuhan Sumut DKI Jakarta, Banten. dan jawa timur
Dokumen impor yang tidak benar dan tidak lengkap serta masalah lainnya Hal ini mengakibatkan denda atau penalti atas beras yang diimpor Bulog-Bapnas senilai 294,5 miliar rupiah. Rinciannya wilayah Sumut Rp 22 miliar, DKI Jakarta Rp 94 miliar, dan Jawa Timur Rp 177 miliar.