saranginews.com, JAKARTA. Kehadiran 1.600 kontainer beras ilegal yang tertahan di Pelabuhan Tanjung Priok dan Tanjung Perak dengan nilai standing cost Rp 294,5 miliar bisa jadi merupakan korupsi atau masalah korupsi.
Hal ini terjadi jika kontainer diambil tanpa membayar denda.
BACA JUGA: Skandal Penahanan: Kementerian Perindustrian mempertanyakan legalitas wadah beras yang ditahan
Pakar hukum pidana Universitas Trisakti Abdul Fikar Hajar mengatakan hal itu menyikapi adanya 1.600 kontainer beras ilegal senilai Rp 294,5 miliar terdampar di pelabuhan Tanjung Priok Jakarta dan Tanjung Perak Surabaya.
“Kalau (berasnya) diambil tanpa bayar (penundaannya), maka itu masalah (berbau korupsi),” ujarnya, Minggu (8/11).
BACA JUGA: Skandal Demurrage membuktikan Bapanas-Bulog gagal menjamin ketahanan pangan
Dalam penjelasannya, Fikar juga menjelaskan bahwa beras yang tertahan di pelabuhan akan merugikan negara jika denda sebesar 294,5 miliar rupiah tidak dibayarkan.
“(Biaya penahanan atau denda) diperhitungkan terhadap kerugian negara apabila tidak dibayarkan,” jelas Ficar.
BACA JUGA: Penahanan Beras Impor Banyak Pelanggaran, Bau Manipulasi Sangat Tercium
Fikar menambahkan, jika beras dalam 1.600 kontainer itu dibiarkan begitu saja, pihak berwenang harus menelepon dan meminta informasi kepada pihak pengangkut.
“Jika sudah jelas siapa yang bertanggung jawab, maka mereka bisa terpaksa membayar atau mengembalikan barang tersebut ke tempat asal penyerahan,” tegasnya.
Fikar melanjutkan, pihak pelabuhan sendiri bisa meminta keputusan ke pengadilan jika beras dalam 1.600 kontainer itu belum juga diambil.
Nantinya, kata dia, pengadilan bisa memutuskan apakah beras tersebut bisa menjadi milik negara atau dimusnahkan sebagai komoditas ilegal.
“Jika belum jelas, pihak pelabuhan juga bisa meminta pengadilan untuk memutuskan apakah akan menjadi milik negara atau dimusnahkan,” ujarnya.
Sebelumnya, Kementerian Perindustrian menemukan ada 1.600 kontainer senilai Rp 294,5 miliar berisi beras ilegal di pelabuhan Tanjung Priok di Jakarta dan Tanjung Perak di Surabaya.
Kementerian Perindustrian menyebutkan 1.600 kontainer beras termasuk di antara 26.415 kontainer yang terdampar di dua pelabuhan tersebut.
Kementerian Perindustrian menyebutkan, dari data yang diperoleh melalui Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC), ribuan kontainer beras diketahui memiliki aspek hukum ilegal.
KPK dan Riset Demokrasi Rakyat (SDR) mengoordinasikan penyidikan bukti keterlibatan Bapanas-Bulog dalam skandal penundaan atau denda impor beras senilai Rp 294,5 miliar.
KPK telah meminta keterangan dan data mengenai keterlibatan Bulog dan Bapanas dalam skandal keterlambatan Rp 294,5 miliar.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Dumas bersidang pada 11 Juli 2024 pukul 16.11 WIB. “Permintaan informasi atas data yang dilaporkan SDR,” kata Direktur Eksekutif Penelitian Demokrasi Rakyat (SDR) Hari Purwanto, Minggu (8 April).
Sebelumnya, dokumen hasil kajian sementara Kelompok Studi Pembelian Beras Luar Negeri menunjukkan adanya permasalahan pada dokumen impor yang menyebabkan harus membayar biaya atau denda sebesar 294,5 miliar rupiah.
Dalam penjelasannya, tim Riviu menyampaikan adanya permasalahan dokumen impor yang tidak benar dan tidak lengkap sehingga mengakibatkan adanya pungutan atau denda impor beras Bapanas-Bulog yang terjadi di kawasan pabean/pelabuhan Sumut, DKI Jakarta, Banten, dan Jawa Timur. .
Akibat dokumen impor yang tidak benar dan tidak lengkap serta permasalahan lainnya menyebabkan adanya biaya penahanan atau denda impor beras Bulog-Bapanas sebesar Rp 294,5 miliar. Rinciannya wilayah Sumut Rp22 miliar, DKI Jakarta Rp94 miliar, dan Jawa Timur Rp177 miliar. (dil/jpnn)