saranginews.com, JAKARTA – Pembangunan industri berkelanjutan menjadi prasyarat diterimanya produk hilir minyak sawit di pasar global.
Namun, terdapat sejumlah tantangan yang terus menghantui industri ini dalam menerapkan prinsip keberlanjutan, misalnya terkait produktivitas pada peternakan kecil.
Baca juga: Perkuat Produksi CPO untuk Dukung Ketahanan Pangan dan Energi, PTPN IV Wilayah III Sosialisasikan E-Tekpol
Hal ini berimplikasi pada harga CPO yang terus turun sehingga berdampak pada kesejahteraan petani.
Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) berupaya menstabilkan harga CPO pada Sesi 1, salah satu langkah keberlanjutannya untuk perekonomian masa depan, sekaligus menekankan penguatan industri hilir, serta menjajaki langkah-langkah strategis untuk meningkatkan kesejahteraan petani. (SAFE) 2024 bertajuk Penguatan Keberlanjutan untuk Mempercepat Aliran Minyak Sawit, Jakarta, Indonesia, Rabu (8 Juli).
BACA JUGA: Pria Paruh Baya di Palembang Meninggal Berlumuran Darah Usai Ditabrak Kapal Tanker CPO
Ia mengatakan, industri hilir sawit harus tetap berjalan namun tidak melupakan industri hulu.
BPDPKS menjalankan berbagai program untuk mendukung penerapan Good Agricultural Practices (GAP).
Baca Juga: CPOPC Luncurkan Program Metabolisme Minyak Sawit Elaeis Baru
Langkah ini dilaksanakan melalui kerja sama antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, kelompok tani, perusahaan swasta, dan perguruan tinggi.
Kabul mengatakan, program yang dimaksud antara lain renovasi perkebunan kelapa sawit skala kecil, sarana dan prasarana pendukung, serta pengembangan sumber daya manusia.
“Kami berharap dapat meningkatkan produktivitas melalui regenerasi perkebunan kelapa sawit,” ujarnya.
Seperti diketahui, kelapa sawit mempunyai peranan penting dalam perekonomian Indonesia dengan memberikan kontribusi sebesar Rp 750 triliun setiap tahunnya terhadap devisa negara, terutama melalui ekspor produk hilir yang bernilai tinggi.
Oleh karena itu, regenerasi kelapa sawit rakyat untuk meningkatkan produktivitas petani dilakukan dengan menggunakan benih bersertifikat.
Pemerintah berencana mengucurkan dana program PSR sebesar Rp9,61 triliun melalui BPDPKS kepada 154.000 petani dan lahan seluas 344.000 hektar pada Juni 2024.
Program ini memungkinkan TPA dan petani untuk menerapkan GAP.
“Petani komunitaslah yang paling membutuhkan bantuan dan fokus. Di sektor swasta, ISPO sudah mencakup 60% lahan yang ada. “Jadi para petani rakyat inilah yang membutuhkan bantuan,” kata Kabul.
PSR adalah program yang membantu petani kecil memperbarui perkebunan kelapa sawit mereka dengan minyak kelapa sawit yang lebih berkelanjutan dan berkualitas tinggi serta mengurangi risiko pembukaan lahan ilegal.
Selain itu, kami berupaya meningkatkan rantai pasokan sarana dan prasarana dengan memberikan dukungan perbaikan jalan, jembatan, mesin dan peralatan, dll.
Kami berharap hal ini akan membantu mendukung penerapan GAP di pertanian rakyat.
Dalam hal pengembangan sumber daya manusia, kemampuan dan keterampilan sumber daya manusia ditingkatkan melalui pendidikan dan pelatihan. Hingga Juni 2024, pelatihan telah dilaksanakan untuk 17.923 orang per petani,” jelas Kabbul.
Terkait minyak sawit berkelanjutan, Indonesia memiliki sistem sertifikasi minyak sawit berkelanjutan yang disebut ISPO (Indonesia Sustainable Palm Oil) selain sertifikasi internasional RSPO (Round Table Sustainable Palm Oil). Kedua perusahaan beroperasi dan tumbuh setiap tahun dalam hal produksi minyak dan luas tanam.
Luas perkebunan kelapa sawit yang bersertifikat ISPO adalah 5,84 juta hektar.
Angka tersebut setara dengan penerapan ISPO sebesar 35,67% dari total luas lahan kelapa sawit sebesar 16,38 juta hektar, dengan 1.077 pelaku perkebunan kelapa sawit bersertifikat ISPO, tutupnya. (mcr10/jpnn)