AMAN: Masyarakat Adat di Kaltim Terancam Punah Gegara Proyek IKN

saranginews.com, JAKARTA – Pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) di Kabupaten Paser, Penajam Utara, Kalimantan Timur, berpotensi menggusur masyarakat adat dari tanah yang mereka tempati secara turun-temurun.

Menurut Sekretaris Jenderal Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), Rukka Sombolingi, proyek ambisius Presiden Joko Wiodo berpotensi berujung pada musnahnya suku Balik yang mendiami wilayah adat.

BACA JUGA: Sultan Puji Prabowo Demi Kepentingan dan Masa Depan Masyarakat Adat

“Selama berpuluh-puluh tahun wilayahnya dikuasai konsesi, kini yang punya konsesi lebih justru berada di wilayah adatnya, belum lagi masyarakat lokal di sana, yang dari pulau lain, apa yang akan mereka lakukan?” kata Rukka di sela-sela acara peringatan Hari Masyarakat Adat Sedunia Internasional pada Jumat (9/8).

Ia mengatakan, masyarakat adat harus diakui sebagai pemilik asli tanah di kawasan tersebut.

BACA JUGA: Kisah Sedih Pejuang Adat Memperjuangkan Haknya Tanpa Negara

Rukka juga menekankan bahwa komunitas adat setempat tidak boleh dikesampingkan.

“Disebut (ibukota) nusantara, tapi satu-satunya kepulauan di sana justru akan hilang. Tidak sesuai dengan kampanye,” ujarnya.

BACA JUGA: Sekjen AMAN: Political will pemerintah terhadap hukum adat sangat rendah

Selain itu, Rukka berharap ada kejelasan RUU Masyarakat Adat di DPR. Ia mengatakan, RUU tersebut sudah tertahan selama 10 tahun.

“Dia masih tertahan di dua fraksi, PDIP dan Golkar, mudah-mudahan setelah itu bisa berbalik,” ujarnya.

Dia mengatakan, AMAN sedang mencari waktu untuk bertemu dengan anggota DPR mengenai undang-undang tersebut.

Di sisi lain, Rukka juga berharap presiden mendatang memberikan perhatian serius terhadap masyarakat adat.

“Saya berharap perjanjian ini dapat segera diperkenalkan kembali dan diratifikasi, dan kami berharap masyarakat adat akan dianggap serius oleh presiden yang akan datang.”

HGU IKN memperparah konflik agraria

Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) mencatat terdapat 338 konflik agraria seluas 1.074.466,15 hektar yang berdampak pada 113.474 rumah tangga di Pulau Kalimantan antara tahun 2015 hingga 2023.

Pada periode yang sama, Kalimantan Timur merinci 101 konflik agraria yang melibatkan lahan seluas 618.374,04 hektar dan berdampak pada 33.041 kepala keluarga.

Sekretaris Jenderal AKP Dewi Kartika mengatakan proyek IKN yang memberikan keuntungan bagi investor berupa Hak Guna Usaha (HGU) 190 tahun dan Hak Guna Bangunan (HGB) 160 tahun, akan semakin meningkatkan ketimpangan dan konflik agraria di Kalimantan Timur.

“Dalam 10 tahun terakhir, HGU terbukti menjadi penyebab konflik agraria tertinggi di tanah air. Apalagi jika diberikan HGU super istimewa selama hampir dua abad, kata Dewi.

Dewi juga menjelaskan, sebelum IKN ada, banyak terjadi tumpang tindih antara lahan adat atau lahan masyarakat di Kaltim dengan konsesi perkebunan, klaim pertambangan, dan hutan tanaman industri milik negara.

Menurut dia, seharusnya pemerintah terlebih dahulu melakukan reforma agraria untuk menjamin perlindungan dan perlindungan hak-hak masyarakat lokal, termasuk masyarakat adat.

“Karena jika kita terburu-buru tanpa melakukan proses reformasi untuk menyelesaikan tumpang tindih klaim, maka akan terjadi penumpukan permasalahan struktural yang akan berlipat ganda di Kaltim. “Jika tidak diatasi, masyarakat adat dan petani akan rentan terkena kriminalisasi jika mereka keberatan, misalnya saja tanah atau wilayah adatnya dijadikan sasaran pembangunan IKN,” ujarnya. (keluaran/jpnn)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *