Pakar: Jika Ada Alat Bukti yang Mengaitkan, KPK Bisa Periksa Kembali MLN dalam Kasus DJKA

saranginews.com, JAKARTA – Pakar hukum pidana Universitas Trisakti Abdul Fikar Hadjar angkat bicara soal kasus korupsi di Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJKA) Kementerian Perhubungan (Kemenhub).

Ia yakin Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bisa mengusut ulang Muhammad Lokot Nasution (MLN) jika ada bukti yang mengaitkan kasus tersebut.

BACA JUGA: DJKA oleh Prof KPK Soroti Pemeriksaan Saksi Kasus Lokot Nasution

“Kalau ada bukti yang mengaitkannya,” ujarnya, Selasa (6/8/2024) melalui pesan singkat melalui aplikasi WhatsApp (WA).

Diminta mengomentari nama MLN selaku Pejabat Pengikat Gadai (PPK) Serikat Pengusaha (Satker) Lampung yang disebutkan Selasa (23/1/2024) lalu dengan terdakwa Zulfikar Fahmi sebanyak enam kali dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Bandung, Barat. Jawa , PT Putra Kharisma Direktur Sejahtera DJKA Kemenhub dalam kasus korupsi no. 6/Pid.Sus-TPK/2024/PN Bdg.

BACA JUGA: Kasus Korupsi Kementerian Perhubungan, KPK Gugat Lokot Sumut dan Ketua DPD Demokrat PT WIKA

MLN dan kaki tangannya di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) disebut Jaksa Penuntut Umum (JPU) menerima suap senilai Rp 9,3 miliar.

Zulfikar Fahmi diduga menangani kasus suap terkait pengadaan barang dan jasa di lingkungan Balai Teknik Kereta Api Kelas I Bandung di bawah DJKA Kementerian Perhubungan.

BACA JUGA: Lokot Nasution Batal Jadi Wakil Bobby Nasution di Pilgub Sumut 2024, Ini Alasannya?

Sementara itu, MLN yang kini menjabat Ketua Dewan Pimpinan Daerah Partai Demokrat Sumut (DPD) diperiksa sebagai saksi oleh Panitia Pemberantasan Korupsi pada Selasa (27/2/2024) lalu.

Usai diperiksa selama 11 jam, MLN kabur menghindari kejaran wartawan di Gedung KPK di Kuningan, Jakarta Selatan.

Banyak orang yang disebutkan dalam putusan perkara no. 6/Pid.Sus-TPK/2024/PN Bdg, namun tidak semuanya ditetapkan tersangka oleh KPK, termasuk MLN.

Bisakah seseorang yang disebutkan dalam serangkaian kejahatan dihukum?

Tergantung perannya dalam kejadian tersebut, kata Abdul Fickar Hadjar.

Namun apa yang harus dilakukan KPK terhadap dugaan keterlibatan MLN yang namanya disebutkan sebanyak enam kali dalam putusan kasus tersebut?

“Kalau kita lihat peranannya, apakah mereka termasuk dalam pelaku ikut serta sebagaimana diatur dalam Pasal 55 KUHP, atau apakah mereka merupakan pelaku pembantu sebagaimana diatur dalam Pasal 56 KUHP, atau justru tidak mempunyai peranan. , karena konon mereka ikut serta dalam kejadian itu hanya secara kebetulan,” jelasnya.

Lantas, dalam rangkaian proses persidangan yang berjalan, melihat fakta persidangan, apakah hakim bisa menetapkan MLN sebagai tersangka?

“Hakim hanya bisa mempertimbangkan perannya dalam putusan. Jaksa penuntut umum akan bertindak sebagai pihak yang berkepentingan” (ray/jpnn) Pernahkah Anda melihat video terbaru di bawah ini?

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *