saranginews.com – Jakarta – Ekonom Senior Darajad Bubuwo mengomentari kebijakan relaksasi impor yang diambil dan kaitannya dengan industri dalam negeri atau Indeks Manufaktur Manajer Pembelian (PMI) yang sudah memasuki zona kontraksi (Zekar).
Ia menilai, di satu sisi, kenyamanan membuat sulit bersaing dengan beberapa pemain dalam negeri di industri tersebut.
Baca juga: 11 Manfaat Luar Biasa Minum Teh, Melindungi Tubuh dari Penyakit Ini
Namun, menyalahkan impor di sisi lain tidak menyelesaikan masalah. Sebab tanpa relaksasi, keberadaan kontainer di pelabuhan akan semakin menumpuk.
Darad mengatakan, Jumat (8/2), “Ini tantangan. Tanpa keringanan, kontainer impor akan menumpuk di gudang pelabuhan. Barang sulit diperdagangkan, inflasi meningkat. Masyarakat sebagai konsumen akan dirugikan.” 8 Februari).
Baca Juga: Hendri Satrio: Bahlil, Agus Gumiwang, Bamsot No Air Langa Setingkat
Ekonom senior INDEF ini berpendapat, sebaiknya pemerintah merumuskan kebijakan secara bersama-sama, agar perkembangan industri dalam negeri, perdagangan luar negeri, kepabeanan dan cukai bisa lancar dan ditingkatkan.
Mencontohkan regulasi impor, ia mengatakan konsumen dan produsen dalam negeri harus sejalan.
Baca Juga: Luar Biasa! Pertamina menjadi BUMN asosiasi TKDN terbesar pada tahun 2023
“Saya kira bea masuk antidumping bisa dikenakan pada barang dengan kode HS tertentu. Apakah ada solusi teknis untuk backlog di pelabuhan? “Apa solusinya agar industri dalam negeri lebih bersaing dan tidak hanya berharap perlindungan yang lebih,” ujarnya.
Darajad percaya bahwa penghapusan ekonomi biaya tinggi dalam operasi industri lebih bermanfaat dalam jangka menengah dan panjang dibandingkan dengan pelonggaran pembukaan dan penutupan serta pembatasan impor.
Selain itu, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita sebelumnya mengatakan, penurunan PMI manufaktur Indonesia karena dipengaruhi penurunan output dan pesanan baru secara simultan.
Menurut dia, konflik ini merupakan yang pertama kali terjadi setelah Agustus 2021 atau setelah diperpanjang terus menerus selama 34 bulan. Penyebab utamanya adalah menurunnya permintaan pasar.
Data S&P Global menunjukkan Purchasing Managers’ Index (PMI) manufaktur Indonesia Juli 2024 naik atau turun menjadi 49,3.
Pada Juni 2024, PMI manufaktur Indonesia terus tumbuh di angka 50,7.
Agus mengaku tidak terkejut dengan anjloknya PMI manufaktur Indonesia sejak kebijakan relaksasi impor diberlakukan.
“Kami tidak kaget dan logis melihat hasil penelitian ini, karena itu semua disampaikan saat kebijakan pelonggaran impor disetujui,” kata Agus. (gir/jpnn)
Baca artikel lainnya… Menteri Perindustrian Agus optimis target 5,8% sektor manufaktur bisa tercapai.