saranginews.com, JAKARTA – PT Pupuk Indonesia telah menandatangani Joint Development Study Agreement (JDSA) atau perjanjian studi pengembangan bersama dengan Chevron New Energies International Pte. Ltd.
Penandatanganan ini merupakan bentuk kerja sama mengenai pengkajian penyerapan karbon dan optimalisasi produksi amonia rendah karbon di kawasan industri PT Pupuk Kalimantan Timur (Pupuk Kaltim).
Selain itu, Pupuk Indonesia termasuk dalam 20 perusahaan pembayar pajak.
JDSA ditandatangani oleh Rahmad Pribadi, CEO Pupuk Indonesia, bersama Direktur Chevron New Energies International, Pte., Ltd. Andrew S Mingst di Jakarta; Rabu (31/7).
Upacara penandatanganan tersebut dihadiri oleh Luhut Binsar Pandjaitan, Menteri Kelautan dan Investasi RI, dan Satuan Tugas Khusus Industri Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas). Dwi Soetjipto pun turut bersaksi.
Baca Juga: Mendukung Industri Kendaraan Listrik di Indonesia; Pengertian MoU BKI dan IBC
Penelitian pengembangan teknologi penyerapan karbon semakin memajukan kerja sama Pupuk Indonesia dalam mengurangi emisi karbon di industri pupuk tanah air, kata Rahmad.
Sebab, arah pengembangan perusahaan ke depan adalah menjadi integrator industri pupuk dan petrokimia dengan menerapkan prinsip berkelanjutan.
Baca juga: Salam PI, Pupuk Indonesia Sumbangkan Merauke Sebagai Cadangan Pangan Nasional.
Kajian pengembangan netralisasi karbon bersama Chevron sejalan dengan perjanjian internasional akan menjadi solusi konkrit Grup Pupuk Indonesia dalam rencana emisi karbonnya untuk menciptakan proses produksi amonia rendah karbon atau amonia biru, kata Rahmad.
Tujuan JDSA adalah untuk menjamin kemungkinan adanya proyek rendah karbon dan amonia yang selanjutnya akan dihasilkan dari proses penangkapan karbon ini.
Amonia biru yang dihasilkan dari proses ini dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pupuk seperti urea dan NPK untuk produksi pertanian dan ketahanan pangan nasional.
Selain itu, amonia biru dapat menjadi sumber energi alternatif yang ramah lingkungan di masa depan.
Negara dengan komitmen tertinggi untuk mengekstraksi amonia biru sebagai masa depan energi bersih adalah Jepang.
Selain itu, Amonia biru juga dapat digunakan sebagai co-fuel atau bahan bakar di banyak pembangkit listrik tenaga uap (PLTU).
“Jadi teknologi penangkapan karbon ini merupakan infrastruktur penting dalam pengembangan amonia rendah karbon atau amonia biru, karena permintaan di masa depan akan meningkat seiring dengan komitmen global untuk mengurangi emisi karbon,” kata Rahmad.
Program penangkapan karbon Pupuk Indonesia merupakan salah satu langkah dalam peta jalan Pupuk Indonesia dalam upaya penurunan emisi karbon. Untuk informasi, Pada tahun 2023, Pupuk Indonesia telah mencapai 1,55 juta emisi karbon atau lebih dari 1,21 juta ton (chi/jpnn).
Baca Selengkapnya… BTN Buat Perjanjian Pinjaman Massal KPR 7.900 Unit Rumah