Khawatir Kekerasan Berbasis Gender Terjadi di Pilkada, Lolly Suhenty: Laporkan ke Bawaslu!

saranginews.com, JAKARTA – Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Loli Suhenti menjawab kekhawatiran masih adanya kekerasan berbasis gender di Pilkada 2024.

Menurut Lawley, Bawaslu bisa menindak gugatan yang diduga melanggar hukum lainnya.

Baca Juga: Bawaslu Ingatkan Kepala Desa Tetap Netral di Pilkada Serentak 2024

Ia menyatakan, dugaan pelanggaran undang-undang lainnya memiliki konteks yang lebih luas dan salah satunya adalah kekerasan seksual, terutama karena ada Undang-Undang Pelanggaran Kekerasan Seksual (SVOC). 

Namun, kata Lawley, seringkali masyarakat belum memahami proses pelaporan.

Baca Juga: Loli Suhenti Bawaslu Pimpin Publikasi Daerah Kerja Pengawasan Pekerja

Padahal saat ini sumber informasi sudah banyak dan sangat mudah untuk diakses, apalagi di era digital saat ini.

“Ini tantangan kita, karena masyarakat Indonesia bukan hanya generasi milenial saja, ada generasi yang tidak beradaptasi dengan kemajuan teknologi, maka dalam konteks ini Bawaslu berupaya merangkul semua kalangan,” kata Loli dalam keterangannya yang dikutip, Sabtu. . (3/8).

Baca juga: Bawaslu Antar Perguruan Tinggi Adakan Kompetisi Debat Penerapan UU Pemilu Ayo Daftar!

Hal itu diungkapkan Loli dalam diskusi bertajuk Sosialisasi KBGO dalam rangka Pemilu 2024.

Dalam diskusi tersebut, Aliansi Perempuan Indonesia mengungkapkan kekerasan berbasis gender masih terjadi pada pemilu 2024 dan menyasar calon legislatif perempuan.

Sekretaris Jenderal Aliansi Perempuan Indonesia Mike Werawati Tangka mengungkapkan, upaya calon legislatif perempuan untuk melapor ke pengurus partai politiknya dinilainya wajar-wajar saja.

Ia khawatir hal tersebut akan menjadi hal biasa dan juga terjadi pada Pilkada Serentak 2024. 

Bahayanya, kalau dicoba lapor, dijawab seperti ini, kalau besok tidak kita lakukan, jadi biasa saja, kata Mike dalam diskusi tersebut. 

Lawley mengungkapkan, Bawaslu telah berupaya menyebarkan informasi melalui banyak saluran, mulai dari digital hingga media sosial.

Tak hanya itu, Bawaslu bahkan turun langsung ke masyarakat dalam bentuk forum warga.

Hal ini dilakukan untuk mengurangi kesenjangan informasi sehingga semua masyarakat dapat mengakses informasi tersebut.

Ia juga mengatakan Bawaslu memiliki dua pintu untuk menyikapi dugaan pelanggaran melalui pelaporan dan investigasi.

Namun, menurut Lawley, yang sering mempersulit pelaporan adalah memenuhi persyaratan formal dan substantif 

Selain itu juga dipengaruhi oleh pendeknya periode pelaporan yaitu hanya 7 hari sejak tanggal rapat. 

“Jadi kalau masyarakat melapor, waktunya singkat, ada juga syarat materiil dan formal yang harus dipenuhi. Nah, sering kali masyarakat malas karena dianggap ribet,” jelas Lawley.

Namun, dia meminta masyarakat tidak perlu khawatir karena masih ada pintu lain seperti pengawas pemilu atau pintu yang tidak tertutup.

Loli mengatakan, pemberitaan investigatif merupakan tindakan yang dapat dilakukan oleh korban kekerasan berbasis Zendi melalui informasi awal yang disampaikan dan Bawaslu mempunyai kewajiban untuk mengusutnya.

“Oleh karena itu, jika ada calon legislatif yang menjadi korban, kami ingin melaporkannya, namun kami tahu tidak bisa memenuhi syarat formil maupun materil, sehingga yang bisa kami lakukan adalah menyampaikan informasi tersebut kepada pengawas pemilu. resmi. Dan Anda ingin memenuhi persyaratan material,’ jelas Lolley.

Lolly menjamin laporan masyarakat yang menjadi data primer Bawaslu akan diusut

“Selama informasi ini masuk, Bawaslu tidak bisa mengabaikannya, karena informasi primer harus diikuti,” tegas Anggota Bawaslu RI. (mrk/jpnn)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *