Dinkes Ungkap 125 Anak di Jabar Ikut Prosedur Cuci Darah 

saranginews.com, BANDUNG – Dinas Kesehatan (Dinkes) Jawa Barat mendaftarkan 125 pasien anak yang menjalani perawatan cuci darah atau hemodialisis pada tahun 2023.

Ada berbagai faktor yang menyebabkan anak menjalani hemodialisis.

BACA JUGA: RSHS Bandung Punya Banyak Pasien Cuci Darah Anak, Ini Alasannya

Rochadi Hendra, Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinas Kesehatan Jawa Barat, mengatakan jumlah pasien anak yang menjalani cuci darah pada Januari hingga Juli 2024 mencapai 77 kasus.

“Pada tahun 2023, sekitar 125 anak di Jabar yang memerlukan hemodialisis, dan pada Juli 2024 hingga 77 Juli ada 77 anak,” kata Rochadi, Jumat (2/8).

BACA SEMUA: Jokowi Minta Maaf pada Semua: Saya Orang Sederhana

Perawatan anak yang menjalani cuci darah dilakukan di beberapa rumah sakit rujukan seperti Rumah Sakit (RS) Hasan Sadikin, dimana setiap bulannya terdapat 10-20 anak yang menjalani cuci darah.

Namun, dia memastikan data yang ada berdasarkan pasien dari kabupaten dan kota.

BACA JUGA: Analisa Reza soal Kasus Veena Usai Bongkar Suara Veena dan Mega Agar Tak Ada Kericuhan di Staf Polri.

Selain itu, tidak semua rumah sakit di kabupaten dan kota di Jabar bisa memberikan layanan cuci darah.

“Dengan demikian, dari beberapa wilayah perkotaan, jumlah anak usia 0 hingga 15 tahun yang memerlukan hemodialisis pada tahun 2023 dilaporkan sebanyak 125 orang. Kemudian pada Juli 2024 dilaporkan sebanyak 77 kasus,” jelasnya.

Lebih lanjut, Rochadi menjelaskan hemodialisis merupakan pengobatan yang umum dilakukan pada penderita gagal ginjal akut dan kronis. Seorang pasien dengan kondisi ini akhirnya diobati dengan dialisis.

“Sebenarnya dia akut banget, perlu semacam hemodialisis, tapi gagal ginjalnya sudah bertahun-tahun, perlu dirawat ya, itu gagal ginjal akut, kami senang dapat obatnya. Paracetamol, jelasnya.

Menurut Rochadi, efek samping obat tertentu bisa menyebabkan kerusakan ginjal.

Bisa juga disebabkan oleh gangguan aliran darah ke ginjal. Misalnya pada anak yang mengalami dehidrasi parah dan pendarahan hebat akibat infeksi atau diare.

“Dehidrasi berat membuat cairan tidak masuk ke ginjal, dan akhirnya ginjal bisa terinfeksi atau kronis, bisa jadi karena tersumbatnya ureter oleh tumor. Jadi kanker di ureter atau batu ginjal,” jelasnya. .

Sedangkan untuk konsumsi minuman ringan dan makanan kemasan pada anak, Rochadi menjelaskan hal tersebut dapat menyebabkan gagal ginjal. Namun, keluar dari diabetes.

“Diabetes ginjal atau dampak diabetes pada masa kanak-kanak akhirnya menyebabkan kerusakan ginjal. Nah, kalau ginjal rusak, lama kelamaan anak perlu hemodialisis,” jelasnya.

Oleh karena itu, Dinas Kesehatan Jabar menghimbau masyarakat untuk menyebarkan anggapan bahwa gemuk merupakan tanda bayi sehat. Selain itu, warga diminta memantau kesehatan anak secara ketat.

“Jangan menganggap gemuk itu menyehatkan, gemuk menyebabkan penyakit usus. Lebih baik mengetahui kondisinya sekarang daripada berobat karena takut terlambat.” dia berkata. (mcr27/jpnn)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *