saranginews.com, JAKARTA – Aktivitas industri manufaktur Indonesia terkendali di zona kontraksi
Berdasarkan data yang dirilis S&P Global pada Kamis (8/1/2024), data Purchasing Managers’ Index (PMI) Indonesia mengalami penurunan selama empat bulan terakhir.
Baca Juga: Tentang Rencana Penggunaan BMAD pada Produk Keramik Asal China. Pengamat memperingatkan Airlangga untuk mendengarkan.
Data tersebut juga menunjukkan PMI menyusut dari 54,2 pada Maret 2024 menjadi 49,3 pada Juli 2024.
Menanggapi hal ini Anggota Komisi VI DPR RI Darmadi Durianto menilai sejumlah faktor turut menyebabkan kontraksi PMI.
BACA JUGA: Relawan Jokowi Tolak Kenaikan BMAD 200 Persen Ubin Porselen Asal China
“Pertama, banyak industri dalam negeri yang sudah tutup. Karena suasana bisnis yang buruk Pemerasan tingkat tinggi dan produksi dengan produktivitas rendah dan infrastruktur yang tidak memadai,” tegas politisi PDIP itu.
Kedua, Darmadi mengatakan, turunnya PMI disebabkan menurunnya industri dalam negeri akibat masuknya barang impor tanpa ada langkah yang jelas.
BACA JUGA: Kejaksaan Agung Sita Sejumlah Aset Surya Darmadi, Sahroni; Orang korup mengembalikan uang rakyat
Ia mengatakan, banyak produk yang diperdagangkan di dalam negeri diimpor melalui jalur yang salah.
Meski beberapa produk tergolong barang impor (Pembatasan terbatas) Namun sebagian pengusaha masih dapat mengimpor produk tersebut menggunakan berbagai layanan. yang mereka tawarkan Tentu tidak perlu mengeluarkan harga mahal untuk mendapatkan kuota impor.
“Beberapa produk yang dilarang impor bisa menggunakan jasa grosir/anonim untuk impor. “Tentunya diduga melibatkan petugas bea dan cukai,” jelasnya.
Menurut Darmadi, faktor-faktor tersebut juga menyebabkan banyak industri mengurangi produksinya.
“Tidak hanya menurun. PHK terjadi dimana-mana karena pemakaian turun, artinya PMI juga turun,” jelasnya.
Darmadi mengatakan, hal ini merupakan kenyataan yang terjadi di banyak industri di Indonesia.
“Hampir 80% ~ 90% pabrik tekstil, pakaian, sepatu, dan keramik bangkrut. Masih banyak industri yang berjuang untuk bertahan,” ujarnya.
Darmadi menilai bantuan yang diberikan pemerintah saat ini sudah tidak efektif atau sulit membantu penderitaan sektor industri.
“Karena pelaku industri sudah mengalami trauma mental. dan rantai pasokan telah rusak parah,” katanya.
Tak hanya itu, Darmadi menilai inspeksi lapangan semakin meresahkan operator. dan tidak bisa membantu
“Barang impor ini masuk ke Indonesia melalui jalur yang buruk. Produk-produk ini membanjiri Indonesia. Sulit untuk dihancurkan sepenuhnya Dan kebanyakan dari mereka menjadi sasaran pemerasan oleh orang-orang yang tidak jujur,” ujarnya.
Lanjutnya, yang lebih menyedihkan adalah para pengusaha khawatir dengan situasi yang kisruh seperti itu.
“Saat ini banyak pedagang di pertokoan dan pusat perbelanjaan yang takut membuka tokonya karena tidak jelas apakah produk yang dijual di toko tersebut dibeli dari importir atau tidak, melalui jalur yang benar atau tidak,” ujarnya.
Sebaiknya, sarannya, segera diperbaiki mulai sekarang dengan memperbaiki sistem dengan pengawasan yang ketat.
“Agar tidak banyak industri lokal yang kolaps. Sehingga tidak terjadi PHK massal,” tegasnya.
Untuk melindungi sektor industri secara umum dari badai kehancuran. Pemerintah harus segera menerapkan kebijakan bea masuk antidumping (BMAD) seperti yang diterapkan pada industri keramik.
“Kebijakan BMAD terhadap impor keramik Tiongkok sangat penting sebagai upaya penguatan sektor industri tanah air. Namun penerapan kebijakan ini harus segera dilakukan,” tegasnya.
Namun Darmadi menilai kebijakan BMAD dan langkah penegakan hukum untuk membantu industri tidak cukup untuk menyelesaikan masalah tersebut.
“Solusinya adalah pemerintah segera melakukan perubahan pada industri. Kita dapat melihat contoh positif dari peralihan yang dilakukan importir keramik ke industri ini. Hal ini terbukti menarik investasi baru,” jelasnya.
Sekali lagi, penerapan undang-undang barang ilegal dan kebijakan BMTA harus dilakukan dengan cepat.
“Kamu tidak bisa berlarut-larut lagi. Sekarang sudah terlambat,” tutupnya.