saranginews.com, Jakarta – Ketua Asosiasi Perizinan dan Waralaba Indonesia (WALI) Levita Ginting Supit mengatakan, pelaku bisnis waralaba semakin banyak yang menggunakan transaksi digital seperti QRIS.
“Data kami, 80 persen bisnis waralaba di Indonesia sudah menggunakan QRIS untuk pembayarannya,” kata Levita.
Baca Juga: BRI Perkuat Benteng Digital, Keamanan Data Nasabah dan Modal Prioritas Utama
Pelaku usaha yang secara khusus disebutkan Levita adalah yang bergerak di bidang katering atau makanan dan minuman (FnB), ritel, dan jasa.
Levita mengaku baru sebulan terakhir mengunjungi Medan, Yogyakarta, dan Manado.
Baca Juga: UBK meluncurkan investigasi bersama atas penggunaan teknologi digital oleh Bawaslu untuk memantau pemilu
Tak hanya di dua kota besar tersebut, Levita bahkan sempat menyambangi kawasan Kawangkoan, 8 jam dari pusat kota Manado, dan menemukan pengusaha yang menggunakan QRIS.
“Tidak hanya di kota besar, di daerah yang jauh dari kota Manado sudah digunakan QRIS,” kata Levita. “Tidak hanya restoran atau bar besar, kios kecil, warung makan tradisional, dan toko suvenir juga sudah menggunakan QRIS.”
Baca juga: Industri mata uang digital menyumbang pajak Rp 798,84 miliar untuk pengembangan ekonomi digital
Levita menambahkan, pedagang yang ditemuinya di Sumut, Jateng, dan Sulut mengaku mendapat banyak manfaat dari pembayaran, antara lain pencatatan yang lebih mudah, iklan yang bisa menjangkau lebih banyak pelanggan, dan transaksi yang lebih aman karena bisa membawa uang dalam jumlah besar yang langsung masuk ke rekening bank untuk dipantau. .
Namun, ia juga mendengar keluhan para pengusaha yang masih belum mau menggunakan QRIS.
Levita mengungkapkan, ada beberapa pewaralaba yang malas dilacak oleh fiskus karena transaksi QRIS berarti arus kasnya bisa ditelusuri ke bank.
“Ada juga pedagang yang tidak mau menggunakan QRIS karena bank sedang melakukan pemotongan. Meski tidak terlalu mempengaruhi keuntungan mereka,” kata Levita.
Terakhir, Levita juga mengakui masih banyak pedagang yang mengeluhkan sinyal atau jaringan telekomunikasi terkait transaksi QRIS, khususnya di daerah.
Hal ini menjadi tip bagi pemerintah untuk memperbaiki infrastruktur perbankan terkait transaksi digital.
Sekadar informasi, lanjut Levita, bisnis waralaba kini semakin banyak peminatnya, sehingga memperluas jangkauannya hingga pelosok Indonesia dan mancanegara seperti Malaysia, terutama setelah berhasil mengatasi wabah Covid-19.
Oleh karena itu, pemerintah harus mendukung lebih banyak wirausaha muda yang bermunculan di daerah.
Indra, spesialis dan manajer utama PT Trans Digital Cemerlang (TDC), agregator komersial, mengapresiasi tarif royalti yang mencapai 80% dengan menggunakan QRIS.
Menurutnya, ini merupakan langkah maju yang sangat penting dalam dunia bisnis digital.
Bank Indonesia (BI) mengungkapkan transaksi QR code atau pembayaran berdasarkan standar Indonesia (QRIS) dengan menggunakan Quick Response Code tumbuh signifikan mencapai 226,54% pada Juni 2024 dibandingkan tahun lalu (year-on-year) sebesar 50,50 juta
Jumlah merchant yang menjual produk/jasa secara offline dan online mencapai 32,71 juta pada Juni tahun lalu.
Jumlah ini bertambah 32,25 juta pedagang dibandingkan Mei tahun lalu.
Berdasarkan data tersebut, kampanye perdagangan digital berada pada jalur yang tepat, ujarnya. Artinya, para franchisee termasuk yang merasakan manfaat QRIS dalam transaksi pembayaran, sangat positif bagi perekonomian Indonesia.
Indra mengatakan, seluruh pemangku kepentingan dan perusahaan yang terlibat dalam transaksi digital harus bertindak sama luasnya dan harus dibarengi dengan kreativitas dan inovasi.
Bank Indonesia tidak bisa berdiri sendiri dalam mengkampanyekan transaksi digital di seluruh tanah air. Ia mengatakan, “Semua pihak yang terlibat dalam penyiapan sistem transaksi digital perlu turut berpartisipasi dalam kampanye ini.
Contoh inovasi yang dilakukan perusahaan pada produk Posku Lite untuk pembayaran melalui QRIS di kalangan komunitas UMKM, memberikan insentif untuk mendukung literasi keuangan, seminar dan workshop pemasaran digital serta insentif lainnya kepada mitra Is.
Beberapa diantaranya menggandeng komunitas Tamado Group di Sumatera untuk menjangkau UMKM di Pematang Siantar, Kabupaten Samosir, Aceh, Bali dan beberapa tempat lainnya.
PT TDC juga menggandeng Persatuan Pengusaha Muda Banten Bersama (FKP) dan ABC Esport untuk mengakselerasi pertumbuhan transaksi digital di Provinsi Banten melalui kegiatan ABC Esport Tour.
“Hal ini merupakan bagian dari kampanye kami untuk mendukung Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT) yang dicanangkan Bank Indonesia pada tahun 2014,” lanjut Indra.
Indra juga menyampaikan pentingnya memberikan nasihat keuangan dan dukungan pendidikan kepada usaha kecil dan menengah, terutama dalam menyusun laporan keuangan yang berkualitas.
Pelaporan keuangan merupakan alat utama untuk memantau kinerja keuangan, arus kas dan pelaporan pajak UMKM.
Indra menyarankan agar perusahaan penyedia dukungan dan saran keuangan digital sudah memiliki ISO 9001:2015 untuk manajemen mutu, ISO 37001:2016 untuk sistem manajemen anti suap, dan ISO 27001:2022 untuk sistem keamanan informasi.
Ia menambahkan: Bentuk implementasi ISO yang sederhana adalah respon cepat terhadap masukan pengguna (vendor) dari berbagai saluran informasi. Ia menambahkan, ISO ini juga merupakan langkah perlindungan diri terhadap kemungkinan kebocoran data.